Makassar Di Mata Seorang Hyeongman
Seorang lelaki dari Gwangju yang tak bisa berbahasa Inggris apalagi bahasa Indonesia datang ke Makassar tiga bulan lalu. Dalam rentang tiga bulan itu dia mencecap banyak hal tentang Makassar yang dicoretkannya di atas kertas. Sin Hyeongman namanya.
Seekor katak yang terkurung dalam sebuah tempurung seumur hidupnya mungkin akan menganggap tempatnyalah tempat terbaik dan teraman di dunia. Dia mungkin tak pernah tahu di luar sana ada dunia yang jauh lebih semarak, nyaman meski mungkin tak selamanya aman. Katak yang seumur hidupnya hidup dalam tempurung mungkin tak pernah terpikir untuk mencari tempat lain buat tempat hidupnya.
Tapi, manusia bukan katak tentu saja. Manusiapun tak mungkin hidup dalam tempurung. Manusia, meski seumur hidupnya tak pernah keluar dari kawasan tempatnya lahir dan besar tapi selalu saja mencari dan mendapatkan informasi tentang tempat lain di luar tempatnya tinggal.
Dari ragam informasi itulah manusia membandingkan kawasan tempatnya tinggal dan kawasan lain di luar tempatnya hidup. Manusia merasa kawasan lain jauh lebih baik dari tempatnya tinggal atau sebaliknya malah menyimpulkan kalau tempat tinggalnya jauh lebih baik dari tempat lain. Dan persepsi itu akan menemui pembenaran ketika dia menginjakkan kaki di tempat lain itu.
Entah apa yang ada di kepala seorang Sin Hyeongman, lelaki muda asal Guangjwu, Korea Selatan ketika tahu dia akan datang ke kota Makassar, kota di satu negeri jauh bernama Indonesia. Seumur hidupnya Hyeongman belum pernah menginjakkan kaki di Indonesia, di paspornya hanya ada cap dari kedutaan Tiongkok, sebagai bukti dia pernah ke sana. Hyeongman bahkan tidak cakap berbahasa Inggris, hanya sepatah dua kata yang dia bisa.
Sampai akhirnya tiga bulan lalu Hyeongman menjejakkan kaki di Makassar setelah perjalanan panjang dari Korea Selatan. Lelaki berperawakan tinggi langsing itu akan menetap selama tiga bulan di Makassar dalam program residensi di Tanahindie. Hyeongman aslinya adalah seorang seniman dari Guangjwu, tepatnya di kawasan pasar Daein yang punya peran panjang dalam sejarah demokrasi Korea Selatan.
Mungkin karena sehari-harinya bergaul di pasar, Hyeongman juga bisa bertahan di kota ini meski selalu terkendala bahasa. Dengan bahasa Inggris yang sangat minim dan lebih banyak menggunakan bahasa isyarat, Hyeongman nyatanya bisa bertahan hidup. Diapun berani jalan kesana-kemari, dengan bekal motor sewaan dia masuk ke pasar Terong dan bahkan sampai di daerah Galesong. Membayangkannya saja sudah membuat saya geleng-geleng kepala.
Seni Yang Intuitif
Lalu, apa yang dillakukan Hyeongman selama di Makassar? Dengan bekal kemampuannya sebagai seniman dia merekam banyak aktifitas warga dengan coretan di atas kertas menggunakan cat minyak, pastel atau pena. Hyeongman mengaku menemukan sesuatu yang baru di dunia yang baru. Lalu segala kebaruan itu direkamnya dalam coretan, diberinya sentuhan perasaaan yang tak pernah dia temukan sebelumnya di kota tempatnya tinggal.
Berkarya di Makassar berbeda dengan berkarya di Korea, kata Hyeongman. Di Korea, berkarya lebih bersifat konseptual sementara di Makassar sifatnya lebih intuitif. Berkarya di Makassar adalah hadiah dari kenikmatan atau kesenangan berekspresi. Berkarya di Makassar bukan tentang bagaimana menghasilkan karya yang dibuat dengan baik, tapi lebih kepada kebebasan berekspresi dari keinginan yang lebih untuk berekspresi, sambungnya lagi.
Dari intuisinya itulah Hyeongman kemudian melahirkan karya-karya dalam bentuk visual yang menggambarkan impresinya terhadap kota ini. Dari 40 karya yang dipamerkan Hyeongman di Kampung Buku tanggal 3-4 September yang lalu kita bisa dengan cepat menangkap bagaimana kota Makassar di mata seorang lelaki dari Korea Selatan.
Hyeongman menggambarkan Makassar yang berwarna-warni dalam guratan dengan pastel dan cat air, serta menggambarkan juga Makassar dalam goresan hitam putih dengan pena. Agak sulit bagi saya mencerna semua gambar yang dihasilkan Hyeongman, mungkin karena saya memang bukan seorang seniman. Tapi, saya bisa merasakan sesuatu dalam setiap karya Hyeongman, sesuatu yang sepertinya lahir dari perasaannya selama mencicipi kehidupan di kota ini.
Dalam katalog pamerannya, Hyeongman mengakui bagaimana Makassar membuatnya merasa seperti seorang manusia sepenuhnya. Di Makassar, Hyeongman merasa begitu tersentuh melihat bagaimana kehidupan berjalan seperti apa adanya. Dia mengaku menangis melihat kakek buta dan cucunya di Masjid Pantai Losari, atau anak kecil yang memindahkan kucing dari jalanan. Hyeongman merasa negeri ini tidak mengendalikan dan menyembunyikan emosi warganya, semua warga mengekspresikan emosinya sebebas-bebasnya.
Saya tidak tahu apa yang jadi kebiasaan orang di Korea Selatan, mungkin saking maju negaranya sampai semua serba diatur. Mungkin itu pula yang menyebabkan Korea Selatan jadi sebuah negara dengan tingkat bunuh diri tertinggi di dunia. Hidup di negara yang serba teratur dengan tingkat stress yang tinggi bisa membuat siapa saja menjadi stress dan bukan tidak mungkin memilih bunuh diri sebagai pilihan terakhir.
“Mungkin kalau dia tidak ke sini, dia juga sudah bunuh diri.” Kata Andan sambil tertawa menunjuk Hyeongman. Andan, lengkapnya Mirwan Andan adalah orang yang bertanggung jawab membawa Hyeongman ke Makassar. Andan tentu saja bercanda, tapi mungkin juga tidak.
Melihat dunia lain dari jauh tentu berbeda dengan melihatnya dari dekat. Saya tidak tahu apa yang ada di kepala Hyeongman sebelum sampai ke Makassar, tapi tiga bulan setelah kedatangannya saya yakin dia punya impresi dan kenangan tersendiri tentang kota ini. Beberapa di antaranya sudah sempat dia pamerkan, sisanya mungkin akan dia simpan dalam kepalanya. Dari seorang teman saya dapat kabar kalau Hyeongman bertekad belajar bahasa Inggris dan akan kembali ke sini tahun depan.
Mungkin ketika dia tiba kembali ke Makassar, impresinya akan berbeda. Entahlah. [dG]
Lelaki yang unik 🙂
Di mana dia sekarang, Daeng?
balikmi ke Korea kemarin, selesaimi masa residensinya
Dia harus merelakan cintanya saat sudah hampir pulang ke Korea, ah kayak tojeng cerita drama korea 🙂
Apa dia memiliki acount sosmet??
ada sih, instagram yg saya tahu. tapi tulisannya bahasa Korea semua hahaha