Makassar Dan Gerakan Warga

Bersama Mas MT dan Kang Onno dalam diskusi Internet & Gerakan Warga, Makassar 30 Juli 2013
Bersama Mas MT dan Kang Onno dalam diskusi Internet & Gerakan Warga, Makassar 30 Juli 2013

Kita tahu betapa internet sudah masuk jauh ke dalam kehidupan orang jaman sekarang. Bahkan pergerakan yang dulunya bersifat offline kali ini juga bisa bersifat online, lewat bantuan internet tentu saja.

Awal tahun 2013 ini kota Makassar dan Sulawesi Selatan pada umumnya terkena musibah. Banjir merendam banyak tempat di kota dan propinsi ini. Banyak warga yang jadi korban, kehilangan harta benda, kenyamanan dan bahkan ada yang kehilangan sanak saudara. Ketika itu pula gerakan warga dengan cepat menyebar melalui media internet, tepatnya melalui twitter.

Entah siapa yang memulai, kabar soal banjir itu dengan cepat menyebar dari satu akun ke akun lainnya. Bukan hanya kabar kondisi terkini, tapi juga penggalangan dan penyebaran bantuan dimulai dari media sosial twitter. Beberapa komunitas menyempatkan diri menjadi medium penghubung antara mereka yang jadi korban dengan mereka yang ingin membantu. Pesan-pesan yang ?disampaikan menyebar secara cepat dan efektif menggunakan media twitter.

Contoh di atas saya lihat sebagai satu contoh bagaimana twitter (dan internet tentu saja) dapat digunakan sebagai media pergerakan. Sifatnya yang sangat cair, cepat menyebar dan mampu merekatkan membuat media ini begitu mudah menjadi bagian dari sebuah pergerakan warga.

Di kota lain, gerakan warga yang menggunakan internet sudah sering terjadi. Ketika gunung Merapi meletus tahun 2010, akun @JalinMerapi menjadi medium yang menghubungkan para korban dengan mereka yang ingin membantu. Aksi yang terekam dalam film dokumenter Linimassa 1 itu terhitung fenomenal, hanya dari tindakan kecil lewat akun twitter kemudian menggelinding cepat menjadi gerakan yang lebih besar.

Kita juga tentu masih ingat bagaimana dukungan dari pengguna internet mengalir deras ketika Prita Mulyasari tersandung kasus pencemaran nama baik sebuah rumah sakit. Aksi yang diingat dengan nama Koin Prita ini bisa jadi sebuah aksi gerakan warga lewat internet yang paling fenomenal.

Tantangan Gerakan Warga Lewat Internet.

Makassar atau Sulawesi Selatan mungkin belum bisa menciptakan gerakan sebesar itu lewat internet. Aksi kepedulian warga ketika banjir SulSel melanda di bulan Januari 2013 kemarin memang terhitung cukup besar, tapi untuk ukuran Indonesia belum ada apa-apanya.

Tantangannya banyak. Meski pengguna internet di Indonesia diyakini sudah mencapai angka 60 juta orang, tapi sebagian besarnya masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Sisanya menyebar ke beberapa daerah di luar Jawa, termasuk Makassar. Mugkin ini juga yang membuat perhatian sebagian besar pengguna internet di Indonesia masih tertuju ke Jawa sehingga meski ada gerakan yang sama di luar Jawa, magnetnya tidak sekuat bila ada kejadian yang sama terjadi di pulau Jawa.

Alasan lainnya mungkin karena faktor edukasi pengguna di kota Makassar (dan Sulawesi Selatan) yang belum seperti pengguna di pulau Jawa. Sebagian besar pengguna internet di sini masih pada level bersenang-senang dan belum sadar sepenuhnya kalau internet bisa digunakan untuk sesuatu yang lebih besar. Komunitas yang berkonsentrasi untuk urusan edukasi seperti itu juga belum banyak (untuk menghindari kata tidak ada), tidak seperti di beberapa kota di Jawa yang tingkat pengetahuannya tentang internet sudah lebih baik.

Gerakan warga lewat internet di Makassar atau SulSel juga masih terjadi secara spontan dan tidak teroganisir apalagi terencana. Kalah jumlah dan kalah organisir tentu membuat gerakan warga lewat internet yang sebenarnya cukup banyak di kota ini jadi layu sebelum berkembang. Bandingkan dengan kota seperti Jakarta, Bandung atau Jogjakarta yang disesaki oleh orang-orang yang tahu betul bagaimana mengorganisir dan merencanakan sebuah isu pergerakan lewat internet.

Ini tentu jadi tantangan besar untuk kota Makassar. Kekuatan internet begitu besar, suatu saat nanti bukan tidak mungkin gerakan warga lewat internet bisa menjatuhkan sebuah pemerintahan yang korup dan menyengsarakan rakyat. Asal semua tahu fungsinya, tahu cara berjejaring, tahu cara mengorganisir dan merencanakan bukan tidak mungkin masa itu akan datang lebih cepat.

Potensi kota ini begitu besar, tapi sejauh ini memang belum banyak yang tahu bagaimana memanfaatkannya. Saya tidak tahu persis berapa pengguna internet dan pengguna media sosial di Sulawesi Selatan. Tapi dari pengamatan sekilas saya bisa tahu kalau jumlahnya tidak sedikit, bisa dilihat dari berapa banyak akun dengan jumlah pengikut di atas sepuluh ribu.

Gerakan warga lewat internet akan jadi semakin jamak, tinggal bagaimana kita menjalaninya. Buat saya, yang terbaik adalah gabungan antara gerakan di dunia maya dengan gerakan di dunia nyata. Hanya sekadar menyebar isu dan memencet tombol retweet tentu tidak serta merta membuat kita termasuk orang yang melakukan pergerakan. Aksi nyata harus tetap ada, bukan hanya aksi maya.

Itu pendapat saya, siapa tahu Anda punya pendapat lain? [dG]