Kota Dunia Koq Banjir?

Rekaman banjir SulSel dari berbagai sumber
Rekaman banjir SulSel dari berbagai sumber

Mimpi jadi kota dunia memang mengasyikkan, memberi semangat untuk jadi kota yang benar-benar moderen tanpa harus kehilangan identitas lokal. Tapi…

Sebagai orang Indonesia kita pasti tahu dong kalau bulan berakhiran BER adalah bulan ketika hujan semakin rajin menyambangi sebagian besar kota-kota di Indonesia. Salah satunya adalah kota Makassar yang dipercaya punya curah hujan sangat tinggi. Di saat tertentu, kota Makassar bisa diguyur hujan seminggu penuh nyaris tanpa henti.

Beberapa tahun belakangan ini ada fenomena menarik ketika musim hujan makin mendekati puncaknya. Beberapa tempat di Makassar perlahan-lahan berubah seperti Venesia, air menggenang di jalan yang biasanya kering, sebagian malah masuk ke dalam rumah warga. Taruh beberapa gondola di sana dan lengkaplah pemandangan kota Venesia di kota Makassar.

Daerah yang paling menderita ketika hujan deras turun adalah daerah-daerah yang tidak jauh dari alur sungai atau daerah-daerah yang berdataran rendah. BTN Antara, BTN Hamzy dan sekitarnya yang berada di daerah Jl. Perintis Kemerdekaan sudah terlalu sering jadi langganan banjir. Daerah Antang dan Manggala di kecamatan Manggala juga sudah lama jadi langganan banjir, pun beberapa daerah di sekitar pantai.

Pertanyaannya: kalau bencana ini berulang terus setiap tahun, kenapa tidak ada pihak yang berusaha menghindarinya atau minimal mengecilkan dampaknya?

Sayang saya tidak bicara dengan data, hanya berdasar ingatan dan persepsi sendiri kalau daerah-daerah rawan banjir yang saya sebut di atas itu malah makin menderita setiap musim hujan datang. Dulu hanya beberapa daerah di Antang yang jadi korban banjir, tapi awal tahun ini daerah yang terendam makin luas. Beberapa warga mengaku kalau banjir awal tahun ini adalah yang terparah.

Saya penasaran, sebenarnya apa sih penyebab banjir itu? Dari sebuah laman saya menemukan tulisan menarik:

Faktor alamiah terjadinya banjir adalah curah hujan yang sangat banyak dan tidak diimbangi dengan daerah resapan air yang baik. Secara alamiah, hujan akan menyerap ke dalam tanah dan kemudian diikat oleh akar pepohonan dan dialirkan lagi melalui aliran air semacam sungai yang pada ahirnya bermuara lagi di lautan. Mengapa banjir sering dijumpai di pemukiman warga? Jawabannya sederhana, sebab tanah dikepung beton dan pohon absen melindungi kota. Hal ini menyebabkan air tergenang di daratan selama beberapa waktu.

(sumber: http://ekosistem-ekologi.blogspot.com/2013/04/memahami-pengertian-dan-penyebab-banjir.html)

Membaca artikel itu tiba-tiba saya merasa mendapat pembenaran atas prasangka saya selama ini. Tanpa melakukan riset serius saya (dan mungkin teman-teman yang lain) sudah bisa melihat sendiri betapa kota Makassar ini sudah makin ramai dengan hutan beton. Daerah-daerah yang dulu lapang sebagai daerah resapan sekarang sudah berubah jadi perumahan, bahkan sudah ada yang jadi pusat perbelanjaan.

Ruko-ruko berdiri seperti cendawan di musim hujan, sepertinya banyak orang yang tidak tega melihat tanah kosong dan kemudian dengan cepat mendirikan ruko di sana. Berdasar pengalaman bertahun-tahun di dunia properti saya tahu kalau pembangunan ruko itu melalui tahap perijinan yang relatif mudah. Tidak perlu analisa mengenai dampak lingkungan, apalagi mengkaji peruntukan lahan. Asal gambar kerja lengkap, PBB terbayar, ijin dari tetangga ada maka semua beres! Ijin dari pemerintah hanya menunggu waktu.

Sialnya, kemudahan-kemudahan itu membuat ruko makin tidak terkontrol. Daerah resapan air habis sedikit demi sedikit, akibatnya mundah ditebak. Ketika curah hujan meningkat, genanganpun hadir. Drainase yang sudah adapun makin kesulitan untuk mengalirkan air ke tempat yang seharusnya karena air tidak sempat meresap setelah daerah resapannya sudah tertutup beton.

Di sisi lain, reklamasi pantai Losari yang semakin menggila dituding juga sebagai salah satu penyebab makin parahnya banjir di kota Makassar, secara langsung maupun tidak langsung. Pengubahan fungsi pantai tentu mengakibatkan berubahnya fungsi ekologi pantai yang seharusnya jadi muara mengalirnya air dari daratan. Reklamasi pantai Losari tentu membutuhkan banyak material alam bukan? Kabarnya sudah ada bukit di daerah Gowa yang dipangkas demi menimbun pantai Losari. Terus, apa hubungannya antara reklamasi pantai dengan banjir yang kian parah dari tahun ke tahun? Secara langsung mungkin tidak, tapi bayangkan sendiri apa yang terjadi kalau keseimbangan alam sudah terganggu.

Kota ini makin hari makin berbenah dengan satu slogan yang bagi saya justru menghantui: KOTA DUNIA. Proyek mercusuar dibangun satu per satu dengan kawasan pantai Losari sebagai pusatnya. Mengagumkan memang kalau kita melihat dari segi tampilan semata. Sayangnya, hal-hal kecil yang berdekatan dengan kehidupan warga sehari-hari justru belum terpoles. Banjir, ruang terbuka hijau, daerah resapan dan drainase misalnya.

Mimpi jadi kota dunia memang mengasyikkan, memberi semangat untuk jadi kota yang benar-benar moderen tanpa harus kehilangan identitas lokal. Tapi, kalau mimpinya terlalu tinggi tanpa sadar kalau pijakannya rapuh, apa masih mengasyikkan? Jangan sampai orang jadi bertanya: kota dunia koq banjir terus? [dG]