Madura 6: Ada Diponegoro Di Asta Tinggi
Makam Asta Tinggi hanya satu dari sekian banyak situs atau tempat suci yang ramai dikunjungi orang, apapun alasannya.
Udara terasa sangat lembab ketika kami tiba di Asta Tinggi. Matahari benderang menyengat, sementara angin seperti malas bertiup. Deretan pedagang pernak-pernik berjejer di depan jalan masuk makam raja Sumenep di Asta Tinggi. Beberapa bus wisatawan juga terparkir di sana, berdampingan dengan beberapa mobil station wagon.
Asta Tinggi adalah kawasan pemakaman khusus para Pembesar/Raja/Kerabat Raja yang teletak di kawasan dataran tinggi bukit Kebon Agung. Kompleks makam ini sudah ada sejak tahun 1750M, terdiri dari 7 kawasan dengan ratusan makam yang semuanya adalah para raja dan keluarga kerajaan Sumenep.
Arsitektur makam banyak dipengaruhi gaya Hindu, bisa terlihat dari gapura makam dan beberapa makam yang usianya memang sudah ratusan tahun. Ketika masuk ke bagian kiri kompleks makam, dengan segera kami mendapati puluhan ibu-ibu dan anak kecil yang duduk berkumpul di bawah pendopo. Mereka adalah peziarah yang memang menyempatkan diri untuk datang ke makam dengan tujuan tertentu.
Salah satu makam yang ramai dikunjungi adalah makam Bindara Saod. Bindara Saod adalah suami kedua dari Raden Ayu Tirtonegoro, satu-satunya wanita yang memimpin Sumenep sebagai adipati ke 30. Bindara Saod dipercaya memiliki kekuatan magis, konon sewaktu masih dalam kandungan dia sudah mendengar bisikan suatu hari nanti akan menjadi orang besar yang berkuasa.
Mungkin karena cerita magis yang menyertainya itulah hingga makam Bindara Saod ramai dikunjungi orang-orang. Ada yang sengaja datang untuk memohon berkah, kesehatan dan keselamatan tapi ada juga yang sekadar datang untuk melihat sendiri makam yang ramai dibicarakan itu.
“Menjelang pemilu atau pilkada ada saja caleg yang datang ke sini memohon berkah dan kelancaran.” Kata seorang bapak yang menemani kami hari itu. “Bahkan sebenarnya ada juga orang yang datang memohon petunjuk nomor togel. Tapi tentu saja mereka tidak mengakuinya.” Lanjutnya.
Memohon berkah, kesehatan, petunjuk atau apapun namanya sudah menjadi kebiasaan banyak orang di dunia ini. Salah satu tempat yang sering dikunjungi adalah makam atau tempat-tempat yang diyakini pernah ditempati oleh orang-orang suci dan sakti.
Kebiasaan ini rupanya bukan cuma milik orang Indonesia atau negara-negara dunia ketiga lainnya. Di Eropa yang sudah makmur dan dianggap sangat majupun masih ada tempat yang selalu ramai didatangi para peziarah. Di Portugal kita mengenal nama Fatima, di Perancis ada Lourdes. Dua-duanya punya kesamaan, selalu menarik perhatian ribuan orang untuk datang berkunjung. Sebagian memang hanya datang sebagai wisatawan tapi banyak juga yang datang untuk memanjatkan doa, memohon kesehatan dan mungkin permintaan-permintaan lainnya.
Ada Makam Pangeran Diponegoro Di Asta Tinggi.
Makam suci biasanya tidak lepas dari cerita legenda yang kadang sulit dibedakan antara mitos dan kebenarannya. Makam Asta Tinggipun sama, dari beragam cerita yang bertebaran tentang makam Asta Tinggi ada satu cerita yang menarik buat saya. Konon di kompleks makam itu ada jasad Pangeran Diponegoro bersemayam.
Cerita ini tentu bertolak belakang dengan cerita yang selama ini kita dengar. Sejarah mencatat, Pangeran Diponegoro menghembuskan nafas terakhirnya 8 Januari 1855 di tanah Makassar dalam pembuangan selepas tertangkapnya beliau dengan cara licik oleh VOC. Di Jl. Diponegoro Makassar berdiri kompleks makam Pangeran Diponegoro yang kadang juga ramai dikunjungi peziarah.
Tapi kenapa bisa muncul cerita kalau Pangeran Diponegoro dimakamkan di Asta Tinggi Sumenep? Konon Pangeran Diponegoro yang ditangkap oleh VOC bukanlah Diponegoro yang asli. Beliau sudah tahu niat licik VOC dan karenanya memerintahkan seorang pengikutnya yang sangat mirip dengannya untuk dijadikan umpan. Setelah penangkapan itu, Pangeran Diponegoro yang asli kemudian melarikan diri dan hidup berpindah-pindah.
Menjelang tutup usia, Pangeran Diponegoro menetap di Sumenep dan ditampung oleh para pemeluk Islam di sana. Ketika meninggal, para pengikutnya sepakat untuk memakamkan Pangeran Diponegoro dalam kompleks makam Asta Tinggi. Cerita inilah yang terus tumbuh subur di tanah Madura dan dipercaya banyak orang kebenarannya.
Tentu sulit mendebat kepercayaan ini, sama sulitnya dengan mendebat orang Makassar bahwa jasad Syech Yusuf yang asli ada di Afrika Selatan, alih-alih ada di Ko’bang, Sungguminasa. Semua fakta sejarah menjadi tidak penting ketika warga (khususnya para peziarah) sudah begitu percaya pada cerita yang beredar turun temurun.
Makam Asta Tinggi hanya satu dari sekian banyak situs atau tempat suci yang ramai dikunjungi orang, apapun alasannya. Meski tempat seperti ini selalu mengundang kontroversi tapi tak ada salahnya menyempatkan waktu untuk berkunjung dan mempelajari sejarah dan budaya di belakang tiap tempat suci tersebut. Soal Anda percaya atau tidak pada kesuciannya, itu soal lain. [dG]