Tentang Seks dan Pornografi
Dulu, punya material porno itu sebuah kebanggaan. Tentu karena usaha untuk mendapatkannya yang tidak mudah. Tidak seperti sekarang.
Persentuhan pertama saya dengan film porno sekitar tahun 1994 atau mungkin sebelumnya. Saya tidak terlalu ingat. Yang saya ingat, saya masih berseragam putih abu-abu dengan hormon yang menggelora dan susah dikontrol. Seorang kawan dari sekolah yang sama tapi jurusan berbeda menyodorkan sebuah ajakan yang susah ditolak oleh remaja yang hormonnya sedang bergolak. Kotak hitam yang isinya pita rekaman film porno!
Siapa yang bisa menolak? Waktu itu material porno belum seperti sekarang. Punya buku stensilan yang ceritanya tidak nyambung dan hanya penuh dengan ah uh oh dan beberapa gambar hitam putih tentang persetubuhan saja rasanya sudah luar biasa. Apalagi film yang berwarna dan bergerak? Jangan sampai dilewatkan kawan!
Jadilah kami mengatur siasat bersama beberapa kawan lain yang hormonnya sama-sama bergejolak dengan rasa ingin tahu yang luar biasa besar. Selepas jam sekolah kami mulai bergerilya. Punya kaset porno bukan berarti bisa langsung menikmatinya saat itu juga. Kami harus mencari orang ketiga yang punya pemutarnya.
Mencari orang ketiga itu berarti kami harus ke satu tempat dulu menemui orang kedua yang kenal dengan orang ketiga yang punya pemutar kaset VHS. Jadi rutenya seperti ini: dari sekolah kami ke rumah orang kedua dengan menumpang angkot. Dari rumah orang kedua kami bergerak ke rumah orang ketiga yang punya pemutar VHS dengan menumpang angkot sebanyak dua kali. Iya, dua kali!
Singkatnya setelah ke arah utara kota kami harus bergerak ke selatan kota. Tidak peduli harus ke mana, intinya sore itu kami harus melepaskan rasa ingin tahu karena hormon yang bergejolak itu. Lebih singkatnya lagi, sore itu kami akhirnya berhasil menuntaskan rasa ingin tahu. Jadilah kami (saya lupa berapa orang total yang nonton, kalau tidak salah 4 orang) melekatkan pandangan pada TV yang tak berhenti menayangkan adegan dua anak manusia (kadang lebih dari dua) yang sibuk menuntaskan nafsu mereka dengan beragam gaya dan suara. Tidak ada suara, yang ada hanya nafas yang terus memburu.
Seingat saya, itu sentuhan pertama dengan film porno dan pornografi secara umum. Mendebarkan dan tentu saja malah meninggalkan banyak pertanyaan di kepala.
Tinggal Klik, Pornografi Sudah Dinikmati.
Dan jaman berubah dengan cepat. Beberapa tahun setelah pengalaman pertama itu, pengalaman-pengalaman berikutnya datang dengan sangat cepat. Ketika VCD sudah makin marak dan komputer dengan VCD ROM sudah jamak maka pornografi juga makin gampang diraih.
Ketika itu saya sudah memasuki dunia kerja dan kenal dengan seorang supplier komputer tempat kantor kami biasa mengadu ketika butuh komputer. Bukan cuma komputer dan asesorisnya yang mereka tawarkan ke kami, tapi juga beberapa keping VCD porno. Dari situ juga saya kenal dengan nama-nama seperti Vivid Production, Rocco Siffredi atau Asia Carrera. Pornografi makin gampang dinikmati. Tidak perlu susah payah mencari kaset VHS atau Betamax dan kemudian mencari pemutarnya. Komputer di ruangan kantor sudah bisa jadi pemutarnya.
Saya masih bujang waktu itu, begitu juga dengan sebagian besar kawan-kawan kantor. Malam hari ketika kantor sepi mulailah kami berkumpul di satu ruangan yang agak tersembunyi. Tujuannya apalagi kalau bukan menikmati film porno bersama-sama.
Usia yang sudah lebih matang membuat suasana nobar jadi berbeda dengan suasana nobar dulu ketika masih berseragam abu-abu. Kali ini kami menikmatinya dengan tambahan suara dan beberapa komentar, tidak seperti dulu ketika semuanya sunyi senyap dan hanya menyisakan deru nafas yang memburu. Pornografi tidak lagi se-eksklusif dulu. Sekarang kami bisa menertawainya meski tetap saja pelumas dari kelamin kami menetes karena terangsang.
Dan kemudian internet datang dan makin akrab dengan orang jaman sekarang. Pornografi juga seperti anak kandung dari teknologi yang makin booming di akhir periode 90an ini. Tinggal klik, material pornografi sudah ada di depan mata. Lupakan stensilan yang dulu jadi primadona. Bahkan kartu remi bergambar adegan persetubuhan juga sudah jadi benda yang sangat jadul.
Internet membuat semua usaha susah payah mendapatkan pornografi jadi cerita lama. Semua sekarang punya akses dan kesempatan yang sama untuk melihat, mendapatkan dan menikmati pornografi. Bahkan anak kecil sekalipun!
Jangan Disembunyikan, Biarkan Mereka Tahu.
Anak kecil atau anak remaja mengakses pornografi dengan bebas? Bukan hal aneh di jaman sekarang. Itu yang membuat orang tua jadi kebat-kebit, kuatir tidak karuan kalau anak-anak mereka jadi penikmat pornografi atau bahkan jadi pelaku pornografi.
Suatu waktu saya ikut sebuah seminar tentang internet yang salah satu pembicaranya seorang profesor dari sebuah universitas (saya lupa nama profesornya dan saya lupa nama universitasnya). Saya terkesan pada cara sang profesor melindungi anak-anaknya dari pornografi. Caranya berbeda, alih-alih menutupinya dari anak-anak, dia malah membiarkan anak-anaknya menemukan pornografi itu di internet.
Anak-anak sekarang berbeda dengan anak-anak jaman kita dulu atau jaman sebelum kita dulu. Anak-anak dulu yang sekarang sudah jadi orang tua, cukup dengan kata TIDAK BOLEH atau JANGAN mereka akan diam dan menurut. Bagi anak-anak sekarang, kata TIDAK BOLEH atau JANGAN berarti: cari jalan lain untuk mencari tahu. Dua kata itu seperti mantra bagi mereka yang dengan cepat menstimulasi rasa ingin tahu yang lebih besar.
Menyembunyikan pornografi buat mereka sama artinya membuat mereka makin penasaran dan mencari tahu lewat jalur yang sama sekali tidak bisa kita kontrol sebagai orang tua. Orang tua harus menggunakan jalur yang berbeda, tidak boleh kalah cerdik dari anak-anak mereka.
Pak prof memberi alternatif. Beliau menempatkan komputer di ruang tengah yang bebas diakses siapa saja dan bebas dilihat dari mana saja. Pak prof atau istri mendampingi anak-anak mereka ketika menjelajah di internet. Ketika anak-anak bertemu dengan material pornografi, tidak ada kata JANGAN atau TIDAK BOLEH. Orang tua membiarkan anak-anak menemukannya sendiri, tapi tentu saja tidak membiarkan anak-anak menikmatinya. Mereka akan membekali dengan pengetahuan kalau itu bukan sesuatu yang pantas mereka konsumsi. Ceritakan dengan cara mereka agar mereka bisa menangkap gagasan tentang bahaya pornografi.
Biarkan anak-anak melepaskan rasa ingin tahunya bersama orang tuanya. Toh ini lebih bagus bukan? Daripada membiarkan mereka menuntaskan rasa penasaran dengan teman yang sama-sama penasaran, tersesat dan tak tahu arah. Bisa-bisa mereka benar-benar akan salah langkah.
Internet benar-benar jadi cara tercepat dan terbaik untuk jadi penyebar pornografi. Jangan kalah cerdik untuk menghadapinya, karena kalau kalah bisa-bisa anak-anak kita yang jadi korban. Betul tidak?
[dG]
wow Dg. ipul wow 😛 (keqnya tema ini spesialisasix dg ipul deh hehe)
btw jika mereka bertanya apa kira2 edukasi yg tepat untuk menyampaikan maksud kita agar mereka benar2 tidak akan lebih penasaran dan juga faham “sepanjang apa yang mereka perlu pahami” 🙂
bilang saja: itu hanya boleh dilakukan oleh orang dewasa, anak-anak tidak boleh. terus nanti kan mereka akan nanya lagi, ya jelaskan lagi sesuai umur mereka. intinya jangan bikin mereka penasaran.
menurutku sih begitu..