Realita Kesetaraan Internet di Indonesia

Beginilah kecepatan internet di Indonesia Timur
Beginilah kecepatan internet di Indonesia Timur

Saya sudah pernah merasakan kecepatan internet di Jakarta dan di Papua. Saya tahu bedanya.

Suatu hari saya mampir ke kantor ICT Watch di lingkungan Tebet. Setiba di sana, seperti biasa saya menyambungkan smartphone dengan jaringan internet ICT Watch. Selepas itu iseng saya coba tes kecepatannya. Hasilnya kecepatan download sekisar 4 Mbps.

“Sayang Speedy-nya lagi rusak, biasanya bisa dapat sampai 6 Mbps tuh.” Kata Frenavit salah satu staff ICT Watch.

Dalam hati saya mengumpat. 6 Mbps? Itu kecepatan yang buat kami di Makassar adalah kecepatan tingkat dewa yang bahkan untuk membayangkannya saja kami sulit. Selama di Makassar saya hanya sesekali mendapati kecepatan internet sampai 1 Mbps di ruang publik, di atas itu memang pernah tapi itupun di kantor salah satu provider yang tentu saja akan memalukan kalau sampai mereka tidak bisa menyediakan internet berkecepatan tinggi.

Hal berbeda saya temui di Jakarta. Di ibu kota itu kecepatan 1 Mbps adalah hal yang sangat lumrah ditemui di tempat-tempat umum. Sudah beberapa kali saya menemukannya di cafe atau coffee shop di Jakarta. Kecepatan internet di telepon genggam atau di mobilepun sama, mudah untuk menemukan kecepatan tinggi atau jaringan 3G.

Singkatnya di hampir semua tempat di Jakarta, kecepatan internet bukan masalah. Makanya orang-orang Jakarta sudah mulai bisa berpikir serius tentang tata kelola, penapisan konten sampai ancaman represif dalam bentuk UU ITE pasal 27 ayat 3.

*****

Suatu malam di Jayapura. Saya sudah selesai membuat postingan untuk saya angkut ke blog. Seperti biasa saya menggunakan Microsoft Word untuk mengetik postingan dan itu hanya butuh waktu sekitar 20an menit untuk tulisan sepanjang 750an kata. Saya memang tidak butuh banyak waktu untuk menulis postingan, tapi saya butuh waktu panjang untuk membuat postingan tersebut bisa tampil di blog.

Dari mulai membuka blog, log in ke dashboard, memilih menu Add New Post, memasukkan tulisan, memasukkan gambar, sampai menekan tombol publish total saya membutuhkan waktu sekisar 45 menit! Dua kali lebih lama dari waktu yang saya gunakan untuk membuat postingan itu sendiri. Padahal malam itu saya sudah menggunakan wifi milik hotel tempat saya menginap.

Sinyal handphone saya juga sama sengsaranya. Saya menggunakan provider XL untuk urusan internet, tapi sayangnya si biru yang baru saja meluncurkan logo baru dan layanan baru 4G Lite itu tak ubahnya siput yang dipaksa lomba lari. Lambat dan hanya ada layanan EDGE. Sebenarnya saya punya kartu Telkomsel juga, tapi sayang karena smartphone saya menggunakan micro SD yang susah untuk diganti-ganti, jadi terpaksa saya bergantung sepenuhnya pada layanan XL yang ngos-ngosan.

Di Jayapura memang hanya Telkomsel satu-satunya layanan mobile yang berjaya, itupun tentu saja kecepatan layanannya tidak bisa dibandingkan dengan kecepatan layanan di Jawa misalnya. Selain Telkomsel tidak ada lagi provider lain yang bisa bahkan untuk sekadar menyamainya. Sedangkan untuk layanan kabel hanya ada Speedy dari Telkom saja tanpa ada saingan sama sekali. Kecepatannya bisa Anda bayangkan dari cerita saya ketika mencoba membuat postingan kala itu.

“Sebenarnya ada program percepatan internet yang namanya Palapa Ring. Kabel fiber optiknya sudah dipasang di seluruh kota.” Kata Jensen, sobat blogger dari Papua yang saya temui suatu malam. “Tapi, sejak Tifatul naik sampai Tifatul turun kita tidak pernah tahu bagaimana progressnya.” Pungkasnya lagi.

Realita yang saya alami itu terjadi di kota Jayapura, ibu kota propinsi Papua. Silakan Anda sendiri membayangkan bagaimana realita di tempat lain di Papua yang tentunya lebih jauh lagi ke pelosok.

*****

Saya jadi ingat sebuah kejadian beberapa waktu lalu ketika saya dan beberapa teman hadir dalam sebuah FGD dengan orang depkominfo. Kala itu Almascatie, kawan dari Ambon menumpahkan curahan hatinya tentang kecepatan internet di Ambon yang payah. Ungkapan itu keluar setelah sebelumnya wakil dari depkominfo sudah sibuk bicara soal tata kelola dan kecepatan internet di Indonesia.

Apa jawab bapak wakil dari depkominfo? Beliau bilang begini; kita memang sedang berusaha untuk meningkatkan kecepatan internet di Indonesia. Dalam waktu dekat kita akan coba jaringan baru di sekitar Bintaro dan Tangerang Selatan. Nanti juga Ambon akan dapat bagian.

Saya tidak tega mendengar penjelasan selanjutnya dari si bapak itu, saya buru-buru menepuk punggung Almas dan membesarkan hatinya. “Sabar ya Al, nanti Ambon juga akan kena bagian, kalau Jakarta sudah bosan sama internet cepat.”

Kalimat di atas dan cerita-cerita di atas mudah-mudahan sudah cukup untuk menggambarkan bagaimana pola pikir pemerintah kita dalam menyikapi kesetaraan dalam akses informasi lewat internet. Jakarta dulu, kalau sempat baru yang lain. Sekali lagi, kalau sempat.

Jadi ketika orang-orang di Jakarta sudah sibuk bicara soal tata kelola, tentang penapisan konten, tentang bahaya represif lewat UU ITE, mereka di Timur masih sibuk mencari jaringan internet yang tidak harus menguji kesabaran mereka.

Ah tra usa ko pikir soal blokir, tong bisa buka internet sa sudah syukur kaka. [dG]