Blogging Yang [Tidak] Sederhana

daeng gassing
daeng gassing
Ilustrasi

Ngeblog itu bisa jadi sederhana, selama urusan uang tidak masuk ke dalamnya.

Sepuluh tahun lalu ketika pertama mengenal blog, saya begitu bahagia. Blog jadi sebagus-bagus sarana untuk menyalurkan apa yang sudah lama ingin saya salurkan. Seperti yang kerap saya bilang, sejak sebelum akil baliq pun saya sudah senang menyalurkan sesuatu di kepala ke medium tulisan. Sayangnya dulu saya hanya berani menulis di buku tulis, tidak ada keberanian memperlihatkannya kepada orang lain.

Lalu saya bertemu blog. Medium ini kemudian jadi sarana saya untuk kembali menggeluti hobi lama yang sempat terpendam; menulis. Pikiran saya waktu itu, ngeblog itu sederhana. Tinggal bikin blog, bikin postingan, blogwalking, ketemu teman-teman baru, saling bertukar komentar dan membangun pertemanan baru. Sederhana tapi menyenangkan.

Lalu hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Sekian bilangan tahun kemudian saya baru sadar kalau ternyata ngeblog tidak sesederhana yang saya kira. Ketika blog semakin populer, terciptalah kasta-kasta dalam dunia blogging. Entah disengaja atau tidak. Saya baru sadar belakangan, ketika teman-teman yang sudah lebih lama ngeblog mulai ramai dengan gosip-gosip seputar perpolitikan dalam dunia blog tanah air.

Ternyata ada kasta selebblog dan orang-orang di sekelilingnya. Kasta yang seperti berada paling tinggi dalam piramida dunia blogging Indonesia. Di bawahnya ada kasta menengah dan kemudian ada kasta blogger jelata. Tentu saja semua itu tidak formal, tidak disahkan oleh sebuah surat keputusan. Semua hanya diyakini keberadaannya secara non formal, entah oleh sebagian, entah oleh semuanya.

Pemetaan kasta itu mungkin saja tidak disengaja. Beberapa orang meroket popularitasnya sebagai blogger, lalu berkumpul dengan teman-temannya, saling membantu dan kemudian sama-sama terkenal dan terbentuklah lingkaran yang oleh sebagian orang disebut selebblog. Di luar lingkaran itu juga terbentuk lingkaran-lingkaran kecil lainnya. Ada yang berafiliasi pada lingkaran selebblog itu tapi ada juga yang benar-benar menolaknya dan bahkan menamakan lingkaran mereka blogger jelata, blogger ndeso dan entah blogger apalagi. Akhirnya ada blok dalam blog.

Baca juga hal-hal yang dikenang dari kebiasaan sebagai blogger baru di sini

Semua terjadi secara natural, tapi terasa benar adanya. Dalam beberapa kasus, ujung terbentuknya lingkaran-lingkaran itu tidak lain adalah uang. Blog dan blogger yang makin populer ternyata mendatangkan minat banyak perusahaan, merek, brand dan bahkan politisi untuk terjun ke dalamnya. Terjun sambil membawa buntalan-buntalan berisi uang. Distribusinya kemudian tidak merata, atau setidaknya dirasa tidak merata. Jadi persinggungan itu ada karena uang. Tidak lain dan tidak bukan.

Tiba-tiba ngeblog jadi tidak sesederhana dulu lagi.

Tapi bahkan ombak tinggi pun ada selanya. Orang Makassar bilang; nia’ tonja antu alla’na bombanga. Badai yang entah disadari atau tidak itu akhirnya mereda. Tidak ada lagi persinggungan yang keras seperti dulu. Blogger-blogger yang dulu merasa bersaing atau saling tidak menyukai pada akhirnya lebur, entah jadi berkawan, entah jadi melupakan persinggungan itu. Dunia blogging kembali sederhana, setidaknya menurut saya.

Masa ini juga ditandai dengan surutnya popularitas dunia blogging Indonesia. Sosial media baru bernama Twitter menyalip popularitas blog, persaingan berpindah ke sana. Maka muncullah yang namanya selebtwit, tuips jelata atau entah apalagi namanya. Dunia blog kembali tenteram meski jumlah aktivisnya mulai surut. Banyak blogger lama yang mulai lupa password, lupa kapan terakhir posting dan lupa kalau dia punya blog. Bahkan Bapak Blog Indonesia pun sempat didapuk sebagai Bapak Old Post Indonesia.

Ngeblog kembali menjadi sederhana.

*****

Tahun-tahun kemudian berlalu, blog ternyata kembali diminati orang menyusul mulai surutnya Twitter. Jumlah blogger yang aktif terus bertambah, bidang-bidang yang menjadikan blog sebagai sarana utama promosi juga bertambah. Maka lahirlah nama travel blogger, fashion blogger, blogger techno, blogger otomotif dan lain sebagainya. Banyak orang tiba-tiba sadar kalau ngeblog itu bisa mendatangkan uang. Daya tariknya bertambah, dari sekadar tempat curhat menjadi tempat mencari uang.

Sebenarnya sudah dari dulu kan blog bisa dijadikan ladang uang? Tapi para aktivisnya kadang tidak pede menyebut diri mereka blogger. Mungkin karena blog yang mereka kelola itu bukan blog pribadi, tapi blog yang memang ditujukan untuk mencari uang. Mereka punya dunia sendiri, berbeda dengan para blogger yang fokus di blog pribadi.

Kembali ke soal blog pribadi. Ketika popularitas blog kembali menanjak secara perlahan maka semakin banyak pula perusahaan, brand atau merek yang melek dan menyadari kehadiran para blogger. Makin maraklah beragam acara yang mengundang para blogger. Dari seminar, talk show, launching produk baru, jalan-jalan ke suatu tempat sampai yang paling sederhana lomba blog berhadiah sampai puluhan juta rupiah.

Dari ajang seminar, workshop atau launching saja blogger yang diundang bisa membawa pulang goodie bag. Isinya dari sekadar buku notes, pulpen, produk sampai gawai terbaru. Beberapa acara bahkan menyelipkan amplop sekadar sebagai pengganti uang transportasi. Sekali lagi faktor uang mulai mendekati dunia blogging Indonesia, wabil khusus di kota besar seperti Jakarta.

Dan karena aroma uang sudah mulai terhirup maka soal persinggungan hanya menunggu waktu. Mulailah muncul suara-suara yang nadanya tidak sama, sumbang. Blogger dianggap murahan, mau-mau saja datang ke suatu acara tanpa memandang etika, mau datang ke acara apa saja asal ada uangnya, malas datang ke acara yang goodie bagnya hanya berisi buku apalagi acara yang tidak ada goodie bagnya. Lalu muncul juga blogger yang memunculkan istilah blogger pelacur karena beberapa blogger dianggapnya menjual diri dengan sangat murah. Pokoknya hanya jual diri tanpa berusaha memperbaiki kualitas pribadi apalagi berpegang pada idealisme.

Dunia blogging kembali tidak sederhana lagi.

Suara-suara gesekan seperti yang ada 7-8 tahun lalu kembali terdengar, hanya jalan cerita dan pemerannya yang berganti. Sebagai orang yang pernah melihat gesekan yang sama di masa lalu saya hanya tersenyum-senyum dan mengurut dada ayam goreng. Ini adalah hal yang wajar dan akan kembali terulang cepat atau lambat. Hanya soal waktu dan soal siapa yang memerankannya. Karena di dalam setiap urusan yang melibatkan uang dan materi maka pasti akan gesekan. Ini soal uang bung! Siapa saja pasti butuh dan siapa saja pasti tidak suka kalau dapurnya diberantakin.

Tapi itulah kehidupan. Apa enaknya hidup kalau semua datar-datar saja tanpa ada gesekan, tanpa ada gosip atau perseteruan? Sepanjang tidak menimbulkan korban jiwa maka nikmati saja. Karena selama uang masih ada di dalam dunia blogging, maka menjadi blogger itu tidak pernah sesederhana yang kita pikirkan. Kalau mau yang sederhana, ngebloglah sesuka hati. Jangan pikir uang, pikir saja bagaimana membuat konten berkualitas. Itulah jalan satu-satunya menjadi blogger yang sederhana. Setidaknya menurut saya.

Meminjam kalimat terkenal dari almarhum Johan Cruyff, saya mau bilang kalau ngeblog itu sederhana, tapi untuk ngeblog dengan sederhana itu tidak mudah.

Salam blogger! Keep on bloggin’ in a free world! [dG]