Susah Sinyal (Diangkat Dari Kisah Nyata)
Ini tentang kondisi sesungguhnya, bukan review film. Saat ini sebagian besar Papua sedang berada dalam kondisi susah sinya karena satu-satunya operator yang ada sedang mengalami gangguan.
WAKTU ITU SAYA LAGI DI NABIRE. Saya baru saja masuk kamar hotel selepas jalan-jalan ke Pantai Nabire, sore menjelang malam. Saat sedang asyik memantau media sosial, tiba-tiba sinyal Telkomsel hilang sama sekali. Jangankan sinyal internet, sinyal selular pun tidak ada. Tulisan TELKOMSEL terganti dengan “No Service”.
Awalnya saya kira ada yang salah dengan HP saya. Tapi ketika saya cek ke HP yang lain, eh ternyata sama juga. Tiba-tiba saya ingat kata Ochan, kawan yang memang tinggal di Nabire. Katanya, dulu sinyal Telkomsel juga pernah hilang sampai sebulan. Padahal, Telkomsel adalah satu-satunya operator selular di Nabire. Jadi bisa dibayangkan bagaimana riuhnya suasana ketika sinyal internet Telkomsel menghilang.
“Deh, itu Nabire Cyber Center sampai penuh orang online. Bagian dalam nda cukup, orang sampai kumpul di luar,” kata Ochan.
Nabire Cyber Center adalah kafe yang menyediakan layanan internet. Dari yang saya lihat, kafe ini memang selalu penuh dengan pengunjung yang selain ingin menikmati makanan dan minuman, jelas juga ingin menikmati jaringan internet. Konon jaringan di kafe ini adalah yang tercepat di Nabire.
Kejadian sinyal Telkomsel yang hilang malam itu berlanjut sampai pagi. Ketika saya bangun, sudah ada perubahan. Sinyal seluler sudah membaik, tapi sinyal internet masih tetap hilang. Saya bisa mengirim SMS dan menelepon. Lumayanlah, ada kemajuan.
Ketika sedang siap-siap ke bandara, tiba-tiba Dhila menelepon. Kebetulan dia sedang di Timika setelah balik dari Asmat. Kondisinya juga sama, dia kehilangan sinyal Telkomsel dan baru bisa menelepon pagi itu. Berarti Nabire dan Timika (yang jaraknya berdekatan) punya masalah yang sama.
Untungnya pagi itu saya kembali ke Jayapura, dan ternyata kondisi di Jayapura aman-aman saja. Telkomsel tetap berjaya dengan sinyal 4G-nya.
*****
JUMAT 6 APRIL 2018. Malam itu tiba-tiba saja tanpa ada angin dan hujan, sinyal Telkomsel menghilang. Tulisan Telkomsel berganti dengan “No Service” seperti yang dulu terjadi di Nabire. Buru-buru saya cek handphone yang satu, dan hasilnya juga sama.
“Kejadian lagi nih,” kata saya dalam hati.
Hilangnya sinyal Telkomsel terjadi sampai saya tinggal tidur, sekitar pukul 12 malam. Ketika bangun pagi, sinyal internet masih tetap hilang. Untungnya karena sinyal seluler sudah membaik, jadi saya bisa mengirim SMS dan menerima telepon. Kembali, Dhila yang sedang ada di Asmat menelepon. Dia hanya memastikan kalau kondisi hilang sinyal di Asmat juga terjadi di Jayapura. Ini kejadian langka, karena seperti kasus sebelumnya ketika sinyal di Nabire dan Timika hilang, sinyal di Jayapura tetap normal.
Kejadian ini berlangsung sampai sore hari. Sekitar pukul 4 sore ketika hendak keluar mencari makan, tiba-tiba handphone saya menerima banyak notifikasi. Beragam pesan WhatsApp masuk, begitu juga dengan notifikasi dari Facebook. Wah, rupanya sinyal seluler sudah membaik.
Saya masih sempat mengirim pesan, membuka Facebook dan Twitter walaupun sangat lambat dan bahkan membuka foto di WhatsApp saja susahnya bukan main. Tapi minimal sudah bisa tersambunglah, kata saya dalam hati. Gembira? Tentu saja. Sebagai intenet junkie, kehilangan sinyal internet di kota besar adalah musibah. Jadi tentu saja saya gembira ketika sinyal internet itu kembali saya temukan.
Tapi, kegembiraan itu hanya berlangsung kurang dari satu jam. Sekitar pukul 5 sore, sinyal internet Telkomsel kembali hilang dan hanya tersisa sinyal seluler. Kondisi ini bertahan sampai keesokan paginya di hari Minggu. Saya tidur dengan mematikan handphone, karena saya rasa tidak ada gunanya juga. Saya baru menyalakannya di Minggu pagi dan ternyata sinyal internet Telkomsel sudah membaik. Beragam pesan masuk, begitu juga dengan notifikasi di media sosial.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, saya tidak terlalu gembira. Bisa saja kondisi ini hanya bertahan sebentar sebelum kembali lenyap sama sekali. Syukurlah, kondisi ini ternyata bertahan sampai sekarang, walaupun kecepatannya sangat jauh dari harapan. Membuka gambar di WhatsApp saja susahnya setengah mati.
*****
DARI BERBAGAI SUMBER SAYA DAPAT KETERANGAN kalau kejadian ini terjadi setelah gempa di daerah Sarmi. Ada kabel optik bawah laut yang terputus dan karenanya semua layanan grup Telkom (termasuk Telkomsel) untuk wilayah Jayapura dan sekitarnya mengalami gangguan.
Problem masalahnya adalah, perbaikan itu tidak bisa dilakukan secepatnya. Butuh kapal khusus karena kerusakannya ada di tengah laut. Nah, kapal yang biasanya memperbaiki itu kabarnya sedang ada di wilayah selatan Papua, memperbaiki masalah yang sama yang terjadi beberapa minggu lalu. Jadi bayangkan, mereka masih harus memperbaiki kerusakan di wilayah selatan sebelum beranjak ke utara memperbaiki kerusakan yang di utara. Ini butuh waktu yang lama, mungkin sebulan atau bahkan lebih.
Untuk sementara, Telkom (dan Telkomsel) mengalihkan jaringan ke satelit supaya komunikasi tetap lancar. Detailnya seperti apa, saya kurang tahu. Tapi katanya pengalihan ini memang berhasil menghubungkan kembali komunikasi yang terputus, tapi dengan konsekuensi kecepatan yang turun jauh sekali dibanding kecepatan ideal.
Jadi untuk pelanggan Telkomsel di Papua, bersabar adalah satu-satunya jalan yang bisa dipilih. Tidak ada gunanya marah-marah, karena toh hanya menambah stress dan tidak menyelesaikan masalah.
“Dulu itu pernah sampai empat bulan karena kapalnya ditunggu dari Jepang,” kata teman sekantor.
What? Empat bulan? Ha-ha-ha-ha. Berarti memang perlu menyimpan stok sabar banyak-banyak, apalagi buat yang sudah terbiasa dengan jaringan internet cepat seperti saya. Tidak ada opsi lain.
Mau pindah operator? Memangnya bisa?
Satu Papua hanya dikuasai oleh Telkomsel. Tidak ada opsi lain. Operator lain seperti Indosat memang ada, tapi itu hanya di Jayapura dan itupun sepertinya tidak serius. Sinyalnya kembang kempis dan hanya ada di beberapa titik. Jadi opsi pindah operator sepertinya bukan opsi yang masuk akal. Tidak seperti di Jawa atau Sulawesi misalnya. Telkomsel lelet, bisa pindah ke Indosat, XL atau Smartfren.
Begitulah. Sampai hari ini saya masih hidup dalam keadaan susah sinyal (mobile). Keadaan yang sudah di luar kuasa kita sebagai pengguna. Padahal baru saja saya membeli paket internet yang lumayan mahal. Paket yang rasanya akan terbuang percuma karena lambatnya jaringan. Habis mau bagaimana lagi? Meminta ganti rugi pada Telkomsel? Rasanya tidak mungkin dikabulkan.
Bagi orang yang tinggal di Indonesia timur (apalagi Papua), kondisi seperti ini adalah ajang menguji kesabaran. Tidak bisa bikin apa-apa kecuali menunggu sampai jaringan bagus kembali. Untuk saat ini, kami hidup di dunia yang susah sinyal. [dG]
Ahahahahah; saya sudah mengalami itu sejak lama daeng. Tiap pulang ke Karimunjawa sebelum tahun 2005, percuma bawa hp kalau cuma buat ngegame. Setelah itu ada telkomsel, dan tempatku harus pakai antena. gerak sedikit, sinyal menghilang 🙁
Sekarang sudah beruntung ada tower telkomsel dekat rumah, jadi bisa lancar kalau mau telepon.