Anging Mammiri; 11 Tahun dan Masih Terus Berembus

anging mammiri
Blog For Life, acara pertama yang digelar Anging Mammiri

Catatan yang sangat terlambat merayakan ulang tahun kesebelas Anging Mammiri

MASIH SEGAR DI INGATAN SAYA, 10 tahun lalu di bulan November saya duduk di atas panggung bersama tiga orang hebat lainnya. Ada Budi Putra, seorang profesional bloger pertama di Indonesia, ada Hasymi Ibrahim, seorang budayawan yang juga menggawangi situs jurnalisme warga Panyingkul! dan satu lagi ada Amril Taufik Gobel, bloger senior yang sekaligus jadi tetua Anging Mammiri.

Sementara saya? Saya hanyalah seorang bloger baru yang belum genap setahun menjadi seorang bloger. Masih mengontrak di blogspot – yang blog kontrakan itu sudah mati – dan baru beberapa bulan bergabung dengan komunitas Anging Mammiri.

Di acara itu saya hanya jadi moderator, memandu diskusi tentang blog yang dihelat bertepatan dengan perayaan ulang tahun pertama Anging Mammiri.

anging mammiri
Pengalaman pertama menjadi moderator, 25 November 2007

Sebenarnya ini agak lucu juga mengingat saya belum genap enam bulan bergabung dengan Anging Mammiri, sementara sebagian besar anggota yang lain sudah saling kenal sejak berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun sebelumnya. Saya yang baru bergabung kebetulan sesekali juga ikut rapat persiapan acara ulang tahun perdana itu.

“Kita mo jadi moderator nah?” Kalau tidak salah tawaran itu diajukan Rara, ketua Anging Mammiri waktu itu.

Saya awalnya menolak, tapi karena teman-teman panitia yang lain mendesak akhirnya saya mengalah. Saya belum pernah tampil di depan publik sebagai moderator sebelumnya dan sekalinya tampil harus tampil di depan ratusan hadirin dan hadirat. Panas dingin pastinya.

Hasilnya bagaimana? Menurut saya sih lumayanlah ya, walaupun tentu saja ada banyak kekurangan. Jelasnya saya belum mampu mengendalikan narasumber sehingga obrolan kadang terasa ke mana-mana, keluar dari tujuan semestinya.

Baca juga: Ulang Tahun Pertama Anging Mammiri.

Tapi setidaknya itu adalah pengalaman pertama yang menyenangkan. Sekarang saya sudah sangat percaya diri dan bisa diundang kapan saja untuk menjadi moderator. Kalau berminat, silakan hubungi saya #eh

Sepuluh Tahun Kemudian.

DI LANTAI DUA SEBUAH GERAI produk fesyen dan kecantikan, saya hadir bersama belasan teman-teman bloger Makassar lainnya.

Saya datang terlambat, karena ada sesuatu yang harus saya lakukan dulu. Tapi ternyata WITAM masih berlaku. WITAM itu adalah lelucon kami sejak bertahun-tahun lalu, singkatan dari: Waktu Itu Terserah Anging Mammiri. Pasalnya, sering sekali kami harus ngaret sampai berjam-jam menantikan para hadirin dan hadirat yang sudah berjanji untuk datang tapi toh terlambat juga.

Persiapan ulang tahun kesebelas Anging Mammiri

Sore itu memang hanya ada belasan orang yang datang, jauh dari jumlah acara setahun sebelumnya. Tapi tak mengapa, tahun ini Anging Mammiri memang tidak berniat menggelar acara besar-besaran, hanya sekadar syukuran memperingati ulang tahun kesebelas.

Ah, sebelas tahun.

Rasanya waktu berjalan begitu cepat. Saya memang belum bergabung ketika komunitas ini dibentuk. Saya baru masuk ketika mereka sudah cukup mapan dengan puluhan anggota muda yang begitu enerjik.

Uniknya, meski baru bergabung saya langsung ditunjuk jadi moderator di acara puncak ulang tahun. Berarti karir saya lumayan bagus ya? Ha-ha-ha-ha. Tiga tahun kemudian saya bahkan didapuk menjadi ketua Anging Mammiri menggantikan Rara yang saat itu sudah sangat sibuk dengan karirnya, bahkan sudah memutuskan untuk menjadi penghuni ibu kota. Di tahun yang sama (2010) Rara bahkan diminta menjadi ketua panitia Pesta Blogger yang sekaligus jadi Pesta Blogger pamungkas.

Tiga tahun saya makhodai Anging Mammiri dengan segala drama, rintangan dan kenangan manisnya. Masa itu adalah masa yang berat karena di masa itu blog sedang kalah pamor dengan Twitter dan Facebook. Akibatnya jumlah bloger yang aktif merosot jauh, utamanya yang aktif sebagai panitia.

Drama antar komunitas dan kubu-kubu blog di Indonesia juga sedang kencang-kencangnya waktu itu. Akibatnya saya dan teman-teman Anging Mammiri kadang harus mencari pegangan yang kuat agar tak terseret arus.

Baca juga: Ada Blok di Dalam Blog

Sampai akhirnya saya melihat suasana sudah mulai tenang, tentangan arus tidak sekuat dulu lagi, dan blog juga sudah mulai digandrungi menyusul merosotnya popularitas Twitter dan Facebook. Di masa inilah saya memutuskan untuk menyerahkan tongkat estafet ke orang baru yang lebih muda, dan Made alias Ahmad lah yang menjadi “korban”. Ditodong dengan semena-mena menjadi ketua ha-ha-ha-ha.

Tantangan Berganti

DINAMIKA BLOGGING ZAMAN SEKARANG sudah jauh berubah,” kata saya hari itu ketika diminta untuk bercerita di depan teman-teman bloger yang hadir.

Jaman sekarang blog sudah menjadi kuat kembali, bahkan sepertinya jauh lebih kuat dari jaman keemasan terdahulunya di pertengahan 2000an hingga akhir 2000an. Blog sudah makin dibanjiri penggemar, bahkan para bloger secara de facto dianggap menempati kasta tertinggi di antara pengguna media sosial.

Kiri: saya ketika menceritakan perjalanan Anging Mammiri.
Kanan: Nunu yang sekarang menjadi ketua Anging Mammiri

Tantangannya tentu saja jadi berbeda. Kalau dulu kami bloger vintage ini hanya ngeblog karena memang iseng, maka sekarang para bloger muda sudah punya tujuan khusus. Entah menjadi fashion blogger, lifestyle blogger, traveler blogger, techno blogger atau apapun namanya. Jarang yang benar-benar iseng untuk ngeblog.

Dalam praktiknya, tujuan itu menciptakan banyak gesekan-gesekan antar para bloger. Tujuan yang jelas tentu mengharuskan pemilihnya menggunakan strategi yang jelas, dan kadang strategi itu harus bergesekan dengan strategi orang lain. Mau tidak mau gesekan akan terjadi, entah skalanya kecil atau besar.

Baca juga: Blogging Yang [Tidak] Sederhana

Di sisi komunitas juga saya melihat ada pergeseran. Sepuluh tahun lalu komunitas tumbuh berdasarkan geografis. Ramailah komunitas bloger berbasis daerah bermunculan. Dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Maluku. Rata-rata menggunakan idiom khas daerah yang menerangkan identitas daerah mereka. Anging Mammiri salah satunya.

Sekarang, pola itu berubah. Komunitas bloger sudah melewati sekat daerah yang mungkin tak lagi dianggap penting.

Maka bermunculanlah komunitas berdasarkan minat, seperti komunitas bloger travel misalnya. Ada juga komunitas yang tumbuh berdasarkan gender seperti emak-emak bloger. Tapi ada juga komunitas bloger yang memang dibentuk karena tujuan khusus misalnya untuk mengorganisir anggotanya agar bisa menjadi buzzer. Pokoknya sekat kedaerahan tak lagi jadi penting.

Ini tentu jadi tantangan tersendiri bagi Anging Mammiri kalau memang masih mau bertahan dan dipertahankan.

Syukurnya karena di usia yang cukup tua untuk ukuran komunitas bloger, Anging Mammiri masih aktif. Kegiatan daring maupun luring masih kerap diadakan. Dari pelatihan menulis, lomba, kunjungan ke sekolah sampai acara rutin seperti Tudang Sipulung juga masih terus dihelat. Bisa jadi malah di antara komunitas berbasis daerah dengan rentang usia tak berjauhan, Anging Mammiri lah satu-satunya yang masih aktif.

Sekarang pertanyaanya tinggal: bagaimana ke depannya?

Sebagai mantan ketua yang sekarang hanya jadi anggota biasa, saya tentu tidak punya hak untuk menentukan arahnya. Paling tidak saya hanya bisa memberi saran jika diminta. Saya juga berusaha untuk memahami pola dan budaya blogging zaman now yang tentu saja berbeda dengan pola dan budaya blogging zaman old. Menganalisa, membandingkan dengan pengalaman terdahulu dan berharap bisa memberi saran yang pas dengan tuntutan zaman.

Sebagian pengurus Anging Mammiri yang masih muda, yang tua di belakang saja

Tapi saya yakin para pengurus yang masih muda-muda ini pasti bisa melewati tantangan itu. Kalian masih akan melihat perayaan ulang tahun Anging Mammiri yang keduabelas, tiga belas dan seterusnya. Kalian juga pasti masih akan mendengar beragam acara-acara yang diadakan oleh Anging Mammiri besok-besok.

Karena Anging Mammiri masih akan berembus. Sebelas tahun, dan Anging Mammiri masih terus berembus. [dG]