Kerja Sambil Jalan-Jalan Ada Juga Tidak Enaknya
Kerja sambil jalan-jalan selalu menyenangkan? Tidak juga, tetap ada tidak enaknya.
Alhamdulillah bahwa dalam setahun terakhir ini saya kebetulan dapat pekerjaan yang mengharuskan saya banyak berjalan ke tempat-tempat baru. Tempat yang belum pernah saya datangi sebelumnya. Berkah ini membuat beberapa teman berkomentar, “ih, enak banget bisa jalan-jalan terus.” Atau, “enak ya, bisa kerja sambil jalan-jalan.”
Memang benar kalau kerja sambil jalan-jalan ada enaknya, sama seperti kerja lainnya. Tapi di balik semua keenakan itu, tetap saja ada hal-hal tidak enak yang jadi penyeimbang. Toh hidup tidak hanya melulu tentang enak atau tidak enak, semua harus seimbang.
Nah berikut ini beberapa ketidakenakan yang sebenarnya menyertai keenakan dari kerja sambil jalan.
Capek.
Ini sudah pasti. Kadang saya harus keluar rumah di pagi buta untuk mengejar penerbangan pertama ke tempat yang jauh. Di jam yang seharusnya digunakan manusia normal untuk tidur nyenyak dalam dekapan pasangan, saya malah mengukur jalan bersama supir taksi yang juga masih terkantuk-kantuk.
Lalu di saat orang-orang harusnya masih bermimpi saya malah sudah harus antri di bandara, terkantuk-kantuk di ruang tunggu dan memaksakan diri untuk tidur sambil duduk di atas pesawat. Saking capeknya saya beberapa kali sampai drop begitu tiba di tempat tujuan yang harus ditempuh dengan pesawat selama berjam-jam.
Dan karena judulnya “kerja” maka opsi untuk berlama-lama di dalam kamar hotel yang nyaman tidak jadi pilihan. Kadang saya harus turun ke lapangan di tengah kondisi badan yang menuntut untuk diistirahatkan.
Resiko Lebih Tinggi.
Dibanding mereka yang bekerja di kantoran, bekerja sambil jalan tentu saja lebih beresiko. Berada di tempat baru yang kadang belum pernah didatangi sebelumnya dan medannya tidak selamanya bersahabat adalah resiko tersendiri bagi yang sering kerja sambil jalan. Apalagi sebagai penunjang pekerjaan kadang kita harus berganti-ganti alat transportasi yang semua punya resiko sendiri-sendiri.
Saya sudah pernah merasakan kapal yang terbalik di sungai, mobil yang nyaris masuk jurang dan terakhir mobil yang berada tepat di samping truk yang pecah ban dalam kecapatan tinggi. Semua itu adalah resiko pekerjaan yang kadang terasa lebih berat dari sekadar kerja di kantoran.
Ekspektasi Lebih Tinggi.
Ini tentu saja masuk akal. Pihak pemberi tugas sudah mengeluarkan biaya besar untuk mengirim kita ke tempat yang jauh dan tentu saja berhak untuk punya harapan tinggi akan kualitas pekerjaan kita. Ini membuat saya kadang gugup dan bertanya-tanya sendiri; mampukah saya memenuhi ekspektasi itu?
Ibaratnya saya mempertaruhkan kredibilitas dan nama baik saya. Sudah dibiayai, dikirim jauh-jauh, tapi tidak mampu memberikan yang lebih daripada mereka yang hanya tinggal di kantor tentu jadi mimpi buruk untuk seorang freelance seperti saya.
Karenanya kerja sambil jalan buat saya jelas lebih berat daripada kerja di kantoran di kota sendiri.
Tidak Bisa Menikmati Penuh Jalan-Jalannya.
Ini ada hubungannya dengan poin di atas. Karena merasa punya tanggung jawab lebih saya tidak bisa 100% menikmati “jalan-jalan” dalam terma “kerja sambil jalan-jalan”. Alam bawah sadar saya mengatur fokus ke kalimat “kerja” sehingga sulit bagi saya untuk bersantai menikmati “jalan-jalan”.
Kadang memang di akhir perjalanan saya menyempatkan diri untuk berjalan-jalan, menikmati alam atau pemandangan daerah tujuan. Tapi itupun tidak bisa saya nikmati 100% karena kepala masih digelayuti ragam pikiran tentang pekerjaan. Mulai dari nanti laporannya bagaimana? Nota-notanya terkumpul tidak ya? Nanti tulisannya masuk angle dari mana ya?
Ini mungkin tidak berlaku universal, tapi setidaknya itu yang saya rasakan. Kadang jadi berasa sayang juga, sudah datang ke tempat yang eksotis tapi tidak bisa menikmatinya 100%. Tapi mau bagaimana lagi? Toh judul utamanya memang kerja, bukan jalan-jalan.
Jadi Sering Meninggalkan Keluarga.
Ini juga konsekuensi kerja sambil jalan. Kadang tugas datang bertubi-tubi, mengharuskan kita berangkat nyaris tanpa persiapan. Bukan sekali dua kali saya tiba-tiba ditelepon, “Pak, tiketnya sudah ada ya. Berangkat besok subuh.”
Saya memang berjauhan dengan keluarga dan bahkan dengan istripun LDR-an, tapi tetap saja ini membuat rasa rindu makin menebal.
Jadi, siapa bilang kerja sambil jalan itu melulu hanya enak dan enak saja? Tidak selamanya dan tidak semuanya. Tapi saya percaya, kerja apapun selama dilakoni dengan hati riang dan penuh cinta maka tentu akan menyenangkan. Cintailah apa yang kalian kerjakan sekarang, apa saja selama itu halal. [dG]
Saya tambahkan 1 poin yah Om..
Pulang dari lapangan (jalan2), bukannya istirahat tapi harus menyelesaikan laporan.
Sekian.
oh iyya hahaha, itu juga!
begitulah manusia, selalu menilai dari yg terlihat saja, selalu melihat hasil tp tdk melihat proses.
salam kenal daeng 🙂
Salam kenal juga 😀
Hahaha iya Daeng. Betol sekali.
Belum lagi dengan menumpuknya deadline hahaha. Yud baru aja pulang dr dinas luar kota. Jadinya yaa gitu deh.. Seneng tapi nyesek hihihi
Begitulah tetap ada enak dan tidak enaknya juga hehehe
hehe..yoi, bener nih. aku pun sekarang lagi capek, bulan2 kemaren pergi2 terus..enak kayaknya nih 2 bulan ke depan gak ke mana2.. bisa baca buku yg sudah tertunda, ngeblog lebih banyak , dan ketemu keluarga lebih sering. Insya Allah kalo udah pulih tenaganya, jalan2 (untuk kerja maupun bukan) akan terasa lebih nikmat lagi 😀
selamat berlibur dulu, sebelum turun ke jalan lagi hahaha
waa..
asyik tuh..
kerja jalan2..
ato jalan2 kerja..
hehehe..
ember mana ember.. *abis nglirik photo.. 😀
betul daeng, biar capek yang penting halal,
drpada capeknya capek panjat pagar rumahnya orang di pagi buta :)))
Kerja diniati ibadah, capek nggak terasa hehehe #tetapsemangat daeng
kalau capek sih pasti mas, kemarin juga saya jalan jalan sma KAI capek tapi seneng hehe..suruh nulis juga habis itu..
bebannya jadi nambah kan ya? hihihi
Setuju sama semua poin di atas. Buat saya, poin ketiga paling berat, “Tidak Bisa Menikmati Penuh Jalan-Jalannya”. Dan berharap suatu hari bisa ke sana dengan lebih tenang 😀
hahaha benar sekali! selalu berakhir dengan harapan bisa balik lagi tanpa ada embel-embel “kerja”
tapi lebih banyak enaknya daripada tidak enaknya kan Daeng?
Kalau kata orang jawa “wang sinawang” semua hal dilakukan orang lain itu menyenangkan, padahal sebenernya enggak. Ayo semangat daeng!! Ke Jogja mampir yaaaaa
Semua pekerjaan pasti ada resiko masing-masing mas daeng, yang penting kita suka dengan apa yang kita kerjakan. Salam kenal mas, hehehe…
ada plus minusnya yah mas
bagai dua sisi ya kk
Ya antara enak dan tidak enak pastinya ,, tapi yang namanya pekerjaan yang paling enak adalah jika sesuai dengan hoby kita apalagi kalau kita berwirausaha , jadi punya motivasi lebih .
Tapi apapun pekerjaan ya di syukuri aja ,
Setuju. . .
Ada enaknya dan ada gak enaknya. . . yang jelas pasti lebih cape karena harus keluar dari rumah. .
Dan yang paling berat itu ninggalin keluarga. . .