The Raid sudah resmi menjadi salah satu film dengan adegan pertarungan terbaik yang pernah saya lihat. Di antara semua pertarungannya, ada 5 yang sangat berkesan.
Mungkin Anda sudah sudah lumayan bosan mendengar atau membaca review maupun obrolan ringan tentang film The Raid 2: Berandal ini. Akuilah, ini salah satu film nasional yang sangat ramai diperbincangkan sebulan belakangan ini dengan segala pro dan kontranya. Ada yang bilang film ini benar-benar briliant tapi ada juga yang mencibir karena katanya film ini bukan film Indonesia dan malah merusak imaji orang tentang Indonesia yang ramah.
Saya ada di golongan pertama, menganggap film ini sebagai masterpiece yang menyenangkan. Oke, lupakan soal plot cerita yang memang masih ada kekurangan di sana-sini. Tapi lihatlah ragam pertarungan di film ini. Semua dibuat nyata dan sangat dekat dengan realita, membuat film-film aksi Hollywood terlihat begitu mengawang-awang dan tidak nyata.
Buat saya kekuatan utama film ini ada pada aksi perkelahiannya, Gareth Evans yang dibantu Iko Uwais dan Yayan Ruhiyan mampu menampilkan koreografi pertarungan yang begitu nyata dan dahsyat. Pertarungan yang disuguhkan di The Raid 2 tidak menggunakan efek khusus yang berlebihan, tidak ada petarung yang lompat begitu tinggi atau bahkan melayang-layang di udara, tidak ada juga petarung yang terlempar bermeter-meter setelah terkena pukulan. Semua biasa saja, seperti pertarungan yang kita tahu.
Dari sekian banyak pertarungan di The Raid 2: Berandal itu ada 5 skena pertarungan yang membekas buat saya. Pertarungan itu adalah:
Pertarungan di Halaman Penjara.
Kabarnya untuk skena ini kru The Raid menghadirkan 100 orang pemain yang sebagiannya adalah anggota pelatnas bela diri. Anggaplah itu benar, 100 orang ini kemudian bertemu dan bertarung di halaman penjara yang penuh dengan lumpur. Di sini terlihat betul bagaimana susahnya berkelahi dengan lumpur di kaki dan sekujur tubuh.
Iko dan pemain-pemain lainnya berhasil membawa aroma dendam dan amarah yang sangat kental ke depan mata kita.
Prakoso vs Preman di Jalanan.
Yayan yang hadir sebagai Prakoso sebenarnya hanya tampil sebentar di film ini, skena pertarungannyapun hanya dua kali. Dari keduanya saya paling suka skena ketika dia mendapatkan perintah untuk membunuh sekelompok kecil preman. Hebatnya karena dia menghabisi mereka semua hanya dengan satu tangan, tangan kiri pula. Di tangan kanannya tergenggam sebilah parang panjang tapi tidak digunakan, seakan-akan disimpan buat sang kepala preman.
Saya lebih suka penampilan Prakoso di skena ini dibanding pertarungan terakhir yang membuat nyawanya hilang. Pertarungan menghadapi puluhan orang buat saya agak berlebihan apalagi karena adanya adegan salju yang seketika membuat saya susah menyambungkan adegan ini dengan realita.
Hammer Girl di Kereta.
Saya tidak menyangka Julie Estelle bakal hadir di film bergenre action seperti ini, apalagi dengan peran yang ikonik dan mematikan. Julie yang cantik dan molek itu biasanya hadir di film-film drama remaja atau iklan produk kecantikan, tapi The Raid 2 mengubahnya. Mungkin sejak menonton The Raid 2 imaji orang tentang Julie akan berubah, setidaknya saya sudah seperti itu.
Tampilan Julie memang sungguh menawan, gaun putih yang ditutup jaket kulit berpadu dengan sepatu bot dan kaca mata hitam. Sepintas tampangnya seperti gadis-gadis metropolis pada umumnya tapi semua berubah ketika dua buah palu yang ada di tangannya mulai beraksi. Julie tiba-tiba berubah jadi wanita yang ganas dan menakutkan. Buat saya Julie Estelle tampil luar biasa di film ini, Gareth Evans juga cerdas dengan menampilkan sosok petarung wanita di antara para petarung pria karena sosoknya otomatis jadi ikonik dan gampang diingat.
Rama vs Hammer Girl dan Baseball Bat Boy.
Pertarungan ini juga sangat menarik buat saya. Iko yang berperan sebagai Rama alias Yuda harus menghadapi dua petarung muda yang kemampuannya tidak main-main, seorang gadis dengan palu di tangan dan seorang pria dengan pemukul baseball. Skena ini dibuat dengan sangat apik dan mempertimbangkan banyak hal. Baseball Bat Boy kesulitan menggunakan pemukul baseball-nya karena ruangan yang sempit di lorong itu, dan ini membuat Rama alias Yuda bisa lebih leluasa dalam pertarungan jarak pendek. Hammer Girlpun? sesekali kesulitan mengayunkan palunya karena ruangan yang sempit.
Saya tidak tahu apakah ini memang disengaja atau tidak, yang jelas pertarungan di lorong yang menyulitkan Baseball Bat Boy dan Hammer Girl ini memang sangat masuk akal dibanding misalnya jika pertarungan dilakukan di ruang yang lebih luas dan Rama alias Yuda bisa tetap keluar sebagai pemenang.
Rama vs The Assassin.
Inilah pertarungan final yang sesungguhnya. Rama akhirnya harus berhadapan (lagi) dengan The Assasin yang diperankan oleh Cecep A. Rahman. Di dapur mereka bertarung dan mengeluarkan semua kemampuan dengan menggunakan bela diri silat. Adegan pertarungan ini dimulai dengan gendang khas Sumatera dan diakhiri dengan pertarungan menggunakan kerambit yang juga asli Sumatera. Benar-benar khas Indonesia!
Kalau dulu tahun 1990an Steven Seagal yang berperan sebagai Casey Rayback di film Under Siege bilang: nobody can beat me in the kitchen maka sekarang nampaknya dia harus bertemu dengan Rama atau The Assasin. Setelahnya, dia mungkin akan mengubah kalimatnya itu.
Itulah 5 skena pertarungan yang sangat berkesan buat saya di film The Raid 2: Berandal ini. Oh ya, setelah film Speed nyaris 20 tahun lalu baru kali ini saya menonton film yang sama lebih dari sekali di bioskop. Semua hanya karena saya ingin lebih lama menikmati adegan-adegan pertarungan di film ini. [dG]