Naik Kereta Api, Tut..Tut..Tut
Pelayanan (dan harga) PT. Kereta Api Indonesia memang makin meningkat, sangat berbeda dengan 5 atau 10 tahun yang lalu.
Saya pertama kali mencicipi layanan kereta api di Indonesia itu sekisar tahun 1993 atau hampir 21 tahun lalu. Sebagai orang kampung dari seberang lautan yang melihat kereta apipun belum pernah, pengalaman itu tentu sangat mengesankan. 12 jam lebih di atas kereta besi dari Surabaya menuju Jakarta itu benar-benar jadi pengalaman pertama yang tak terlupakan. Beruntung karena kesan pertama itu hadir dalam kondisi yang menyenangkan, saya duduk di kelas bisnis dan lumayan nyaman hingga tiba di stasiun Jatinegara.
7 tahun kemudian saya sempat mencicipi hidup di Jakarta dan pengalaman itu membuat saya jadi lebih sering menikmati layanan kereta api dari Jakarta ke kota-kota lain di Jawa. Dari mulai beramai-ramai dengan kawan menikmati kereta api dari Jakarta ke Yogyakarta hingga harus menikmati derita naik kereta api ekonomi sampai harus duduk di sambungan gerbong tepat di depan WC yang baunya naujubillah dalam perjalanan 14 jam dari Jakarta ke Surabaya.
Pengalaman berkereta api makin bertambah dalam beberapa tahun belakangan ini, dan rupanya pelayanan PT. KAI juga semakin membaik bahkan sangat membaik dibanding tahun-tahun ketika saya baru mengenal dan akrab dengan layanannya.
Pertama dari soal ticketing atau pembelian tiket. Dulu, membeli tiket kereta api hanya bisa dilakukan di stasiun saja, menghabiskan waktu berjam-jam berdiri di antrian sampai tiba waktunya di depan loket atau minimal duduk di dalam ruangan sambil menunggu nomor antrian disebut. Sekarang, pembelian tiket bisa dilakukan secara online lewat laman keretaapi.co.id atau bisa juga mampir di Indomaret terdekat. Kalau punya pulsa lebih atau punya telepon kabel, pembelian bisa dilakukan lewat telepon. Pokoknya sekarang ada banyak cara untuk membeli tiket dan tidak perlu susah payah mengantri di stasiun.
Tiket kereta yang sudah dibeli via online memang masih harus ditukarkan dengan tiket fisik. Dulu kita tetap harus mengantri untuk menukarkan struk pembayaran dengan tiket fisik tapi sekarang sudah ada layanan cetak mandiri di stasiun-stasiun besar.
Oke, itu satu kemajuan. Sekarang kita lihat perubahan lainnya. Semua kereta yang disediakan PT. KAI sudah difasilitasi dengan pendingin ruangan meski beberapa gerbong masih menggunakan AC split dan bukan AC sentral. Dulu, kereta dengan pendingin ruangan hanya ada di kereta kelas eksekutif saja. Kereta bisnis menggunakan kipas angin dan kereta ekonomi, yah..tahu sendirilah bagaimana keadaannya. Saya masih ingat bagaimana horornya suasana di gerbong kereta ekonomi ketika kita bisa menyaksikan kaum Adam bersinglet dengan cueknya sambil mengipaskan kipas sate ke tubuhnya yang berkeringat.
Sekarang, semua kereta sudah dilengkapi pendingin ruangan meski tentu saja harganya juga harus naik. Meski begitu untuk beberapa tujuan masih tersedia kereta ekonomi dengan harga di bawah Rp. 100.000,- dengan gerbong yang tetap ber-AC.
Kelebihan berikutnya, sekarang tiket hanya dijual menurut jumlah kursi. Tidak ada lagi tiket tanpa nomor kursi, jadi kenangan ketika duduk di lorong atau di sambungan kereta tidak bisa terulang lagi. Pertama kali mendapati peraturan ini saya agak kaget juga, awalnya dengan penuh percaya diri saya mengantri di loket karena seingat saya PT. KAI tetap menjual tiket meski kursi sudah penuh. Ternyata oh ternyata, saya harus menelan ludah karena tiket hanya dijual menurut jumlah kursi.
Apa lagi kelebihan yang lain? Masih ada! Pertama stasiun yang sekarang jauh lebih nyaman. Pengantar dan pedagang asongan tidak diperbolehkan masuk ke dalam stasiun. Hanya penumpang yang boleh masuk ke area keberangkatan, itupun dengan menunjukkan tiket dan tanda pengenal asli yang masih berlaku. Ucapkan selamat tinggal pada stasiun yang ramai dan riuh dengan pengantar dan pedagang asongan.
Kedua, para pedagang asongan tidak diperbolehkan lagi naik ke gerbong. Dulu, naik kereta bisnis dan ekonomi berarti harus siap mendengar teriakan penuh semangat dari pedagang asongan setiap kali kereta berhenti sejenak di stasiun-stasiun antara. Ada bagusnya dan ada tidak bagusnya juga. Bagi pengelana dengan kantong pas-pasan, pedagang asongan kadang jadi andalan buat mengisi perut dan membasuh kerongkongan. Sekarang, karena mereka dilarang naik ke gerbong tentu pengelana berkantong pas-pasan itu harus siap-siap dengan strategi lain yang tidak menguras kantong mereka.
Intinya, PT. KAI memang makin semangat meningkatkan pelayanan mereka meski harga yang harus ditebus juga semakin mahal. Tapi buat penumpang yang mengutamakan kualitas ya tentu saja itu tidak masalah, ada harga ada kualitas kan? Setidaknya buat saya ini sebuah kemajuan berarti. Melintasi Jawa dengan kereta api sekarang memang lebih menyenangkan. [dG]