UU ITE : Jerat baru buat para blogger ?

Seorang bapak bertubuh tambun dengan rambut di kepala yang mulai jarang-jarang mendekati saya. Sebuah colekan di lengan saya memulai percakapan kami.

“eh, katanya di internet ada video mesumnya si bapak anu. Sudah dapat belum ?, bagi dong..” katanya kemudian.

 

Saya hanya tersenyum kecut. Saya sudah cukup hapal pada tabiat si bapak ini. Internet bagi beliau adalah semacam pintu tak terbatas yang memungkinkannya mengumpulkan konten-konten berkategori pornografi. Hanya saja karena belum begitu menguasai tekniknya maka seringkali orang-orang seperti sayalah yang selalu dimintainya bantuan.

 

Internet dalam masyarakat Indonesia memang masih berada dalam ranah abu-abu dengan perbandingan sisi positif dan sisi negatif yang masih bisa diperdebatkan. Kebebasan mengakses internet selain dipergunakan untuk kepentingan yang positif masih juga sering disalahgunakan. Salah satunya adalah dengan peredaran material-material yang melanggar kesusilaan. Tak butuh keringat yang banyak bagi para netter untuk bisa segera mengoleksi beragam material seperti itu, entah yang berbentuk gambar maupun yang berbentuk foto.

 

Dampak negatif itulah yang coba ditekan oleh pemerintah dengan menerbitkan satu undang-undang bertajuk undang-undang informatika dan transaksi elektronik (UU ITE). Di pasal 27 ayat 1 jelas tercantum bahwa setiap orang dilarang untuk mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan kesusilaan.

 

Hukuman atas pelanggaran tersebut juga cukup berat berupa hukuman penjara 6 (enam) tahun atau denda 1 miliar  rupiah.

 

Jelas kalau pasal ini ditujukan untuk menjerat sebagian pengguna internet yang memang mengkhususkan langkahnya untuk mendistribusikan berbagai material bertema pornografi. Di dalamnya mungkin termasuk juga para pengumpulnya. Sebagai langkah awal pemerintah telah melakukan pemblokiran berbagai situs internet yang selama ini memang jadi tujuan utama para penikmat material pornografi. Tapi tentunya masih perlu dipertanyakan bagaimana kemampuan pemerintah dalam hal ini, mengingat begitu banyaknya situs sejenis yang musti diblokir.

 

Lebih jauh tentang perkembangan UU ini adalah keresahan para blogger yang menganggap kalau UU ini dapat dijadikan senjata untuk meredam kebebasan berpendapat. Di pasal 27 ayat 3 tercantum tentang larangan menyebarkan atau mentransmisikan berbagai dokumen atau informasi elektronik yang mengandung pencemaran nama baik. Hukuman untuk pelanggaran ini juga cukup jelas, penjara 6 tahun atau denda 1 miliar rupiah.

 

Pasal ini terkesan kurang detail, sehingga masih bisa diperdebatkan perihal kategori pencemaran nama baik. Kategori ini terasa sangat longgar, setiap orang tentu punya standar yang berbeda-beda tentang pencemaran nama baik. Dan dengan adanya pasal ini, maka tentunya membuka kesempatan bagi mereka yang alergi pada kritik. Mereka-entah penguasa atau bukan-bisa dengan gampangnya mengadukan seorang pengguna internet (dalam hal ini blogger) yang mengkritik mereka sebagai pelanggar pasal 27 ayat 3 itu.

 

Hal ini kemudian diperkuat dengan penjelasan menteri KOMINFO yang mengatakan kalau blogger tidak punya hak untuk menyebarkan berita dan informasi. Yang berhak hanya kaum wartawan dan jurnalis pada umumnya.

 

Pernyataan ini terasa bertentangan dengan semangat para blogger yang sebagian besar menggunakan blog sebagai media bertukar informasi dan berita selain sebagai ajang curhat. Blog sebagai  cikal bakal gelombang citizen journalism dianggap sebagai alternatif lain mencari berita sebagai penyeimbang dari berita media-media mainstream yang kadang memihak. Dalam hal ini pernyataan pak menteri juga sangat bias dan gampang dimultitafsirkan. Informasi dan berita apa saja yang tidak boleh disebarkan oleh para blogger ?.  Ini yang bisa mendatangkan banyak perdebatan.

 

Entah apa pemicu sebenarnya sehingga belakangan ini hubungan manis antara para blogger dan pemerintah yang sempat mencapai puncak bulan madunya pada bulan Oktober kemarin tiba-tiba seperti mencapai titik terendahnya. Pemerintah dan berbagai elemennya tiba-tiba memandang blogger sebagai kumpulan orang-orang berotak ngeres, kurang kerjaan serta selalu berniat jahat sehingga perlu dikekang dan dikontrol gerak-geriknya. Ini hanya persepsi saya memang.

 

Persepsi saya yang lain adalah tentang kemungkinan kepercayaan pemerintah yang sedemikian besar terhadap sosok Roy Suryo. Beliau ini-entah kenapa-memang telah lama menabuh genderang permusuhan dengan para blogger. Mungkin terlalu bombastis, tapi setidaknya itu yang saya pikirkan. Pernyataan beliau saat UU ITE ini disyahkan juga sudah mampu menghadirkan pemikiran seperti itu. Roy Suryo menyatakan kalau dengan disyahkannya UU ini, maka para hacker dan blogger pasti akan melakukan langkah-langkah untuk menjegalnya. Sebuah pernyataan yang tidak berdasar, dan tentu saja langsung memancing berbagai reaksi dari para blogger yang menolak disamakan dengan para hacker.

 

Memang, tidak semua blogger itu positif. Pasti ada juga beberapa blogger yang menggunakan kebebasan nge-blog sebagai media untuk menyebarkan berbagai material pornografi atau menyebarkan fitnah dan semacamnya, tapi menggeneralisir para blogger sebagai pelaku tindakan negatif tersebut tentunya bukan tindakan yang baik.

 

Sampai di sini saya merasa pentingnya sebuah komunitas blogger. Komunitas yang menampung para blogger bisa dimanfaatkan sebagai sebuah filter untuk tetap menjaga para blogger berada dalam ranah positif yang cerdas dan mencerminkan intelektual yang tinggi. Komunitas tempat berkumpulnya para blogger seharusnya bisa menjadi perpanjangan tangan pemerintah. Bukan untuk mengekang tentunya, tapi setidaknya bisa mengarahkan para blogger untuk tetap pada niat mulianya mereguk nilai-nilai positif sebuah media bernama blog.

 

Yah, semoga saja UU ITE yang baru disyahkan ini tidak lantas menjadi alat baru untuk mengekang kebebasan berpendapat rakyat indonesia. Semoga saja niat mulia pemerintah untuk menekan segala bentuk ekses negatif sebuah media bernama internet tidak sampai disalahgunakan pihak-pihak tertentu. Bila tujuannya memang seperti itu, maka saya yakin akan banyak blogger yang akan mendukungnya. [DG]