Untuk Aan..

Engkau tahu? Kepalaku: kantor paling sibuk di dunia.aan.jpg
Anehnya, hanya seorang bekerja tiada lelah di sana.
Tak mengenal hari Minggu atau hari libur nasional.
Tak pula mengenal siang dan malam. Tak mengenal
apa-apa kecuali bekerja, bekerja, bekerja dan bekerja.

Kadang-kadang ingin sekali suatu pagi melihatnya datang
menyodorkan sehelai map berisi surat permohonan cuti.
Ingin pergi ke satu tempat yang jauh, mengasingkan diri
beberapa hari di awal Desember yang lembab sembari
merayakan hari ulang tahun sendiri. Lalu di depan pintu
kantor terpasang sebuah tanda berwarna merah: Tutup.

Tetapi ia betul-betul seorang pekerja keras.
Setiap saat ia berada di kantor. Mungkin hendak
menyelesaikan seluruh persoalan waktu yang tidak
pernah mampu selesai itu: tentang masa lampau
yang tersisa di masa sekarang, tentang keinginan
berhenti atau tak berhenti, juga tentang perihal lain
yang sepele namun sungguh rumit buat dijelaskan

Ya, percayalah! Kepalaku: kantor paling sibuk di dunia.
Anehnya, hanya seorang bekerja tiada lelah di sana
:engkau saja!

Biblioholic, 30/11/07

————

Sajak di atas adalah sebuah sajak buah karya Aan Mansyur, judulnya Kepalaku :kantor paling sibuk di dunia. Seorang lelaki bertubuh kecil, berwajah tirus dengan sejumput janggut yang menghiasi wajahnya, itulah deskripsi seorang Aan secara fisik. Beberapa hari ini saya seperti makin tersihir oleh barisan kata-kata yang dia rangkai menjadi sebuah sajak dan puisi. Sihir seorang Aan mungkin bukan cuma bekerja pada saya seorang, tapi saya yakin banyak orang lain yang kemudian jadi korban sihir dari sebuah mantra bernama puisi yang keluar dari kepala Aan.

Bicara soal puisi, dulu saya tak pernah terlalu tertarik dengan puisi. Puisi-dulu-adalah sebuah deretan kalimat-kalimat yang sangat sulit dipahami dan karenanya kemudian sulit untuk dicerna.

Dulu, duluuu banget..saya menempatkan puisi sebagai sebuah mantra suci yang paling ampuh untuk melelehkan hati seorang gadis yang paling beku sekalipun. Puisi kemudian menjadi sebuah hal yang sangat absurd dan susah saya jangkau. Terlalu tinggi, dan saya tak cukup jangkung untuk meraihnya. Akhirnya kemudian puisi menjadi sebuah menara yang hanya bisa saya kagumi tanpa berani saya sentuh, pun untuk saya nikmati.

Namun, puisi-puisi yang entah bagaimana caranya lahir dari seorang Aan-seperti seorang bayi mungil yang lahir dari seorang wanita-kemudian bisa menjadi sebuah tangga yang mampu mengantar saya menjangkau menara tempat puisi-puisi selama ini saya tempatkan.

Perlahan-lahan saya mulai membaca satu-dua puisi. Kemudian berlanjut dengan puisi-puisi lainnya hingga akhirnya berhenti pada sebuah decak kekaguman tentang bagaimana orang-orang itu bisa menemukan barisan kata-kata yang sangat indah-indah saja tak cukup sebenarnya-untuk mengambarkan apa yang mereka rasakan.

Saya mulai belajar meresapi barisan huruf-huruf yang membentuk kata yang kemudian membentuk kalimat dan akhirnya membentuk sebuah puisi. Dan puisi-puisi Aan kemudian benar-benar menjadi penyedap rasa bagi saya untuk mulai meresapi dan menikmati deretan-deretan puisi yang diciptakan manusia-manusia hebat itu.

Dalam hidup saya, saya selalu merasa perlu memberi kredit tersendiri kepada orang-orang yang meletakkan batu-batu penting dalam konstruksi bangunan hidup saya. Seperti saya menghormati pak Mustafa dan pak Asri yang mengenalkan saya pada komputer, pada Nine yang mengakrabkan saya pada Pearl Jam, pada Hilman yang mengenalkan saya pada blog dan pada Rusle yang mengakrabkan saya pada Panyingkul, saya rasa saya perlu memberi kredit pada Aan yang melelehkan puisi-puisi hingga kemudian bisa saya cerna. Aan adalah penyair dan penyihir. Itu tak perlu diragukan lagi.

Malam ini, sudah lewat tengah malam. Sudah jam 1 dini hari, tapi saya masih betah memandangi deretan kalimat yang menjadi puisi yang dituliskan Aan. Puisi tiba-tiba menjadi sebuah teka-teki yang kadang menarik untuk dipecahkan. Meski saya yakin saya tak selamanya benar, namun proses memecahkan teka-teki itu adalah sebuah proses yang sangat mengasyikkan. Dan Aan berhasil membuat saya jatuh cinta pada puisi.

Saya jatuh cinta pada semua puisi yang lahir dari hati, lahir dari sebuah proses dan utamanya yang menyimpan teka-teki. Meski begitu, saya belum berani membuat puisi sendiri. Belum sampai ke situ. Prosesnya belum sampai ke situ. Biarlah, utuk sementara saya akan menikmatinya saja. Mungkin nanti, sebuah puisi akan lahir juga dari kepalaku…hahaha..mungkin nanti..

Thanks to Aan…