Ramadhan Masa Kecilku

Sumber: Sorowako Post

Ramadhan datang lagi. Bulan penuh ampunan dan penuh Rahmat itu kembali menyapa kita, dan setiap kali Ramadhan datang, setiap kali itu pula kenangan tentang Ramadhan di masa kecilku akan datang menyapa.

Sekitar 15-17 tahun yang lalu, saat masih tinggal di daerah Antang, Ramadhan selalu menjadi momen yang paling patut dikenang. Saat itu, bersama 4 orang teman terbaik, kami melewatkan Ramadhan dengan berbagai kegiatan khas anak kecil.

Kenangan akan mulai dirajut saat makan sahur telah usai. Biasanya beramai-ramai kami menyambangi masjid yang jaraknya sekitar 300 m dari rumah, sholat berjamaah dan berkumpul dengan teman-teman yang lain yang rumahnya lebih dekat ke masjid. Seusai sholat subuh, acara akan dilanjutkan dengan jalan-jalan subuh. Acaranya tidak cuma jalan-jalan tentu saja. Kami selalu membuat mainan dari sebuah busi tua, yang kepalanya dicabut terus di bagian belakangnya diberi tali rafia menyerupai rumbai-rumbai. Di bagian dalam busi yang kosong kami beri “amunisi” khusus yang diambil dari pentolan korek api. Amunisi itu kemudian ditutup kembali dengan kepala busi.

Nah, senjata yang sudah siap itu kemudian dilemparkan ke udara. Saat kepala busi yang menjadi proyektil itu menyentuh aspal atau lapisan keras lainnya, ledakan keras akan terdengar. Akibat dari ledakan itu, busi akan kembali mental ke udara. Bagian ledakan dan mental ke kembali ke udara itu yang selalu menjadi bagian yang paling mengasyikkan. Semakin keras suara ledakan yang dihasilkan dan semakin tinggi busi itu terpelanting ke udara makan semakin tinggi gengsi sang pemilik. Sayangnya sampai sekarang saya belum pernah tahu pasti apa nama mainan itu, dan sekarang nampaknya sudah semakin sedikit anak-anak yang memainkannya. Anak-anak sekarang sepertinya lebih akrab dengan petasan yang bisa dengan gampang dibeli di warung-warung.

Selepas acara jalan-jalan subuh, bila sekolah memang sedang libur, maka acara akan dilanjutkan dengan nongkrong di dangau tepi sawah punya seorang teman. Sambil membantu teman mengusir burung-burung di sawahnya, terkadang kami juga bermain kartu. Seringnya sih bermain kwartet yang kemudian di belakang hari mulai meningkat dengan bermain remi (kalau di sini namanya main joker).

Aktivitas itu akan berlangsung sampai waktu sholat dhuhur tiba sebelum akhirnya kami pulang ke rumah masing-masing untuk tidur siang dan berkumpul lagi di sore hari.

Kenangan lain yang tak bisa hilang dari ingatan adalah kenangan saat kami bersama-sama meramaikan masjid di malam hari. Begitu sholat Isya kelar, kami anak-anak akan langsung berhamburan ke luar masjid. Jajan berbagai jajanan yang bertebaran di sekitar masjid sambil ngecengin cewek. Kalau lagi mood biasanya kami balik lagi ke masjid kala sholat tarawih mulai berjalan. Kalau tidak, ya kami tetap di luar masjid dan pulang barengan sama orang-orang yang pulang tarawih sambil berpura-pura habis tarawih juga. Di masa-masa itu juga saya mulai belajar merokok, tepatnya di kala sudah berbaju putih biru.

Puncak kegembiraan seperti halnya semua muslimin di seluruh dunia tentu saja adalah pada saat hari raya Idul Fitri. Dengan baju baru yang masih mengkilap, kami akan mulai keliling ke rumah kenalan atau tetangga, berharap dapat mencicipi kkue-kue dan minuman terbaik. Bila kebetulan dapat tuan rumah yang menyajikan soft drink sebangsa Coca-Cola, Sprite atau Fanta wuihh..rasanya selangit deh, sudah mewah banget.

Di hari kedua atau ketiga lebaran, bersama teman-teman yang lebih tua kami akan menuju bioskop beramai-ramai. Yang paling sering jadi tujuan biasanya bioskop Paramount atau Dewi, 2 bioskop kelas menengah di Makassar saat itu. Film-film favorit tentu saja adalah film-film punyanya Warkop DKI yang biasanya memang dirilis tepat di saat hari Idul Fitri. Ah, rasanya jadi senyum sendiri kalau mengingat kenangan itu.

Rangkaian kenangan-kenangan itu selalu datang setiap kali saya berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan. Momen-momen saat masih kanak-kanak, saat masih “jernih “ selalu menjadi momen yang menyenangkan untuk dikenang kembali. Saat ini saya memang sudah tidak bersama teman-teman itu lagi. Dua orang dari kami telah berkeluarga, seorang lagi belum berkeluarga, seorang entah ada di mana dan seorang lagi telah meninggal dunia. Ah, masa-masa yang menyenangkan untuk dikenang. I really miss that time.