Krisis yang bikin meringis
Sulsel sedang dilanda krisis untuk kesekian kalinya, seperti tahun-tahun sebelumnya listrik kembali menjadi biang masalah dan mengundang kritikan, protes bahkan cemoohan orang banyak.
Selepas Ramadhan, atau tepatnya kira-kira seminggu ini, listrik padam menjadi makanan sehari-hari warga Makassar dan sekitarnya. Benar-benar seperti makanan karena frekuensinya yang bisa sampai 3 kali sehari. Durasinyapun tidak main-main, sekali padam bisa sampai 2 jam atau kadang-kadang kalau sedang sial malah bisa sampai 3 jam.
Dari rilis resmi yang dikeluarkan pihak PLN wilayah SULMAPA (Sulawesi Maluku dan Papua) penyebab utama krisis penerangan kali ini adalah karena PLTG Sengkang sedang bermasalah sementara PLTA Bakaru yang jadi urat nadi utama penyedia listrik kawasan Sulawesi Selatan tidak bisa optimal menjalankan tugas karena debit airnya yang jauh di bawah persyaratan minimum.
Masalah ini sebenarnya adalah makanan khas warga SulSel, setiap tahun ketika musim kemarau mulai berkepanjangan maka masalah yang sama akan datang. Dalam kasus yang berbeda, PLN tetap tidak mampu melayani kebutuhan masyarakat akan listrik. Daftar panjang para pemohon baru penyambungan listrik semakin panjang dari tahun ke tahun, bahkan banyak warga yang sudah antri selama 3 tahun lebih tapi belum juga bisa mendapatkan sambungan listrik. Alasannya klasik, tidak ada meteran. Padahal masalah utama jelas adalah tidak cukupnya daya yang bisa didistribusikan ke masyarakat.
Masalah yang berulang dari tahun ke tahun ini membuar saya bertanya-tanya, mungkinkah pihak PLN atau lebih besar lagi pihak pemerintah tidak mampu mencari jalan keluar dari masalah yang sebenarnya adalah masalah klasik ini ? Apa mereka memang sudah betul-betul kehabisan akal untuk mengantisipasi segala kemungkinan datangnya masalah yang sama di tahun yang berbeda ? Masak sih sebagai warga kita harus pasrah setiap tahunnya dengan kondisi seperti ini ? Atau kita memang tidak punya hak untuk meminta pelayanan prima dari perusahaan negara yang kita tahu karyawannya bergaji tinggi itu ?
Saya juga koq melihat adanya ketidak adilan dalam menyikapi kelengahan PLN menyediakan pasokan listrik. Sebagai warga yang menggunakan listrik, kita selalu dibebani dengan denda setiap kali kita terlambat melakukan pembayaran listrik, bahkan kalau sudah terlambat membayar lebih dari tiga bulan otomatis listrik akan dicabut dari rumah kita. Oke, itu adalah punishment atas kesalahan kita, tidak ada masalah. Tapi, setiap kali pihak PLN melakukan kesalahan – atau lebh halusnya kita sebut kelengahan saja – dengan tidak mampunya menjamin ketersediaan listrik yang stabil kita tidak pernah mendapatkan kompensasi apa-apa.
Itu baru satu sisi, bagaimana kalau kita bicara tentang kerugian materi dan immateri yang terjadi akibat kelengahan mereka ?.
Sebagian besar dari kita pasti hidup dengan listrik. Pekerjaan kita sebagian besar tak bisa lepas dari listrik, pun kehidupan rumah tangga kita sehari-hari. Mana ada sih kantor sekarang ini yang sama sekali tidak bergantung pada listrik ? Mana ada sih rumah tangga sekarang ini yang tak punya alat elektronik yang menggunakan listrik ?
Saat listrik padam di siang hari otomatis kerjaan kita akan terbengkalai. Waktu terbuang percuma dan efektifitas serta efisiensi kerja jadi tidak menentu. Semuanya jadi kacau. Beberapa kantor mungkin masih bisa mengantisipasi dengan menggunakan genset, tapi itu juga berarti harus ada pengeluaran ekstra untuk membeli dan menghidupi genset tersebut yang artinya keuangan kantor yang bersangkutan jelas jadi terganggu.
Nah, kalau listrik padam di malam hari suasana kacau juga belum beranjak. Rumah jadi gelap gulita dan aktifitas jadi terganggu. Anak-anak jelas kesulitan untuk belajar karena mereka toh sudah terbiasa dengan keadaan yang terang benderang. Sialnya lagi kalau udara sedang panas, kita tidak bisa menyalakan AC atau sekedar kipas angin. Dalam keadaan yang seperti ini biasanya emosi jadi gampang terpancing. Itu belum termasuk resiko kebakaran yang bisa saja disebabkan oleh lilin yang kita gunakan sebagai sumber penerangan, dan saya kira hal ini bukan terjadi hanya sekali dua kali setiap tahunnya.
Saya tidak tahu mana yang lebih buruk, mati lampu di siang hari atau mati lampu di malam hari, yang jelas mati lampu memang langsung membuat mood jadi rusak. Apalagi kalau kejadian ini berulang setiap hari dengan frekuensi dan durasi yang panjang.
sementara itu di kalangan masyarakat beredar rumor kalau krisis listrik di Makassar ini salah satunya karena sebagian besar listrik kita disedot oleh Trans Studio, ini rumor yang sedang hangat dan otomatis memancing cibiran pada arena bermain super megah itu. Sebagai klarifikasi dan sanggahan atas rumor itu, ibu Eda Jusuf Kalla – salah seorang petinggi dari Kalla Grup – menulis di status facebooknya kalau Trans Studio 100% mengandalkan usaha sendiri untuk menyediakan listrik. Okelah, masalah ini saya kira sudah kelar.
Satu pertanyaan besar muncul lagi di kepala saya ? Mungkinkah tugas PLN sebagai satu-satunya penyedia layanan listrik itu bisa dibagi ke pihak lain ? Mungkinkah pemerintah memikirkan untuk memberi kesempatan kepada pihak swasta untuk ikut ambil bagian dan berbagi tugas dengan PLN untuk menyediakan listrik ?
Saya jadi teringat dengan Telkom. Belasan tahun yang lalu, Telkom adalah satu-satunya penyedia jasa komunikasi. Saat itu warga harus bersabar dan rela mengantri lama hanya untuk mendapatkan sambungan telepon ke rumah mereka. Saat handphone mulai muncul, perlahan kondisi mulai berubah, apalagi ketika makin banyak operator yang ikut bermain dan bersaing. Harga layanan telekomunikasi makin hari makin murah, variannyapun jadi sangat beragam hingga kemudian masyarakat sudah tidak terlalu butuh telepon rumah lagi. Buat apa susah-susah memasang telepon rumah kalau kita bisa punya handphone GSM dan CDMA yang tarifnya beda tipis dengan telepon rumah ? Persaingan sehat dan ramai tentu membuat kita para konsumen jadi dimanjakan, bebas memilih dan bebas menentukan mana yang terbaik untuk kita.
Kalau saja ada pihak swasta yang mau dan punya ksempatan untuk bersaing dengan PLN, kita tentu sekali lagi akan diuntungkan, dan bukan tidak mungkin kalau pihak PLNpun akan jadi lebih profesional dalam memberikan layanannya.
Tapi, apa itu mungkin ? Entahlah..hanya orang yang benar-benar mengerti yang bisa menjelaskannya.
Sementara itu, marilah bersabar dan berlapang dada menjalani krisis yang bikin kita meringis ini. Entah sampai kapan…