Di Balik Kedai Kopi dan Obrolan Tentang Samsung Galaxy Note 5

Alhamdulillah, senang melihat nama saya di pengumuman pemenang
Alhamdulillah, senang melihat nama saya di pengumuman pemenang

“Alhamdulillah.” Kalimat itu saya ucapkan dalam hati. Senang sekaligus haru ketika melihat mention di Twitter dari akun @idblognetwork yang menyatakan kalau saya terpilih sebagai pemenang pertama lomba blog #StartWithNote5.

JARUM JAM SUDAH MENUNJUKKAN PUKUL 01.15 WITA ketika pengumuman itu saya temukan. Sebelumnya, akun resmi Idblognetwork itu sudah mengumumkan para pemenang sejak sore hari. Dimulai dari 14 pemenang hadiah hiburan sampai pemenang 3, 2 dan pemenang utama. Waktu pengumuman yang panjang ini membuat para peserta lumayan deg-degan, termasuk saya tentunya.

Saya bahkan sudah sempat tertidur beberapa menit dan memupuskan harapan sendiri meski beberapa kawan masih terus menghembuskan gosip kalau saya termasuk salah satu pemenang. Admin @idblognetwork benar-benar pandai mengerjai para peserta, mempermainkan emosi mereka yang menunggu pengumuman pemenang.

Hingga akhirnya pengumuman pemenang utama datang juga.

Mencari Sudut Berbeda

Ketika pertama melihat pengumuman lomba ini saya memang sudah berniat untuk ikut serta, meski saya awalnya agak bingung mau menulis seperti apa. Saya endapkan dulu niat  itu, sambil mencari ide tentang gaya tulisan atau sudut pandang yang bernas, sambil mengintip satu persatu tulisan peserta yang sudah lebih dulu pungkas.

Saya bukan gadget freak, tidak terbiasa berbicara tentang kecanggihan sebuah gawai. Karenanya saya berpikir, kalau saya menulis dengan gaya para pemerhati gawai maka tulisan saya pasti akan terlihat norak dan mungkin malah aneh. Saya tidak mau seperti itu.

Dalam pengembaraan mencari ide saya sempat tertumbuk pada tulisan milik Qiya yang juga diikutkan untuk lomba yang sama. Melihat postingannya, saya langsung ngeper. Ibu muda ini sungguh menggunakan semua daya upayanya untuk berjuang, penataan info grafisnya sangat menarik dan benar-benar memperlihatkan niat yang besar.

Saya bisa membuat yang sama, tapi kemudian saya hanya akan tampak seperti pengikut, pembebek saja. Saya harus mencari cara tampil berbeda, sesuatu yang tidak umum dan tidak seperti peserta-peserta yang lain. Analogi sederhana saya begini; anggaplah semua peserta itu sebagai orang-orang yang berpakaian putih, mereka berkumpul di satu tempat yang sama. Beberapa dari mereka mungkin ada yang menggunakan asesoris berwarna cerah sebagai pemanis, atau mungkin baju putihnya lebih mengkilap. Tapi secara umum, semua masih menggunakan warna yang sama.

Saya harus tampil dengan warna yang berbeda, yang membuat saya terlihat menonjol dari kerumunan. Tapi apa warna yang berbeda itu?

Lalu tiba-tiba muncul ide untuk menulis dengan gaya story telling. Saya lalu membangun karakter dua orang yang bercakap-cakap di kedai kopi tentang kecanggihan Samsung Galaxy Note 5 sesuai tema lomba. Tulisan saya buat seolah-olah percakapan antara dua tokoh utama; saya dan Samsul. Di penghujung cerita saya membuat twist dengan menyebutkan bahwa Samsul sebenarnya adalah Samsung Galaxy S4 yang sudah menemani saya selama 2 tahun ini. Benar-benar sebuah percakapan imajiner. (postingan saya bisa dibaca di sini)

Saya tahu ini sebenarnya perjudian. Juri bisa saja suka dengan gaya berbeda yang saya tampilkan, tapi bisa jadi malah tidak suka. Sialnya, saya tidak tahu siapa jurinya sehingga tidak bisa menebak bagaimana gaya tulisan yang disukai juri. Tapi bismillah! tulisan saya selesaikan, kelengkapan administrasi saya penuhi dan sisanya biar Tuhan yang menentukan.

Saya mungkin beruntung karena ternyata juri menyukai model tulisan seperti yang saya pilih meski saya yakin ada juga orang yang pasti tidak menyukainya. Saya sudah menunggu dengan berdebar-debar sejak sore. Entah kenapa saya yakin tulisan saya bisa masuk salah satu pemenang, meski sama sekali tidak berani berharap jadi pemenang pertama.

Dalam setiap lomba blog yang saya ikuti, saya selalu memasang target terendah; juara terakhir atau juara hiburan. Ini membuat saya jadi merasa senang luar biasa ketika berhasil melampaui target itu dan merasa biasa saja ketika ternyata tidak memenuhi target. Minimal jatuhnya tidak terlalu sakit.

Saya Tidak Selalu Menang.

Dari beberapa ucapan selamat yang masuk, terselip kalimat; daeng Ipul SELALU menang lomba. Kalimat ini saya bantah keras. Saya TIDAK SELALU menang. Kalau mau membuat statistik maka saya yakin jumlah kemenangan saya itu malah tidak sampai 50% dari semua lomba yang saya ikuti. Jauh dari kata SELALU MENANG.

Tahun ini saya sudah merasakan kekecewaan karena gagal jadi pemenang utama di lomba blog Mahakarya Indonesia. Saya yang jadi pemenang periode pertama gagal menjadi salah satu peserta yang terpilih berangkat ke Wamena. Bayangkan; WAMENA! Salah satu must visit place before die versi saya.

Padahal saya sudah merasa cukup berusaha. Meski menang di periode pertama saya terus mengirim tulisan di empat periode berikutnya, berharap juri memberi poin lebih untuk kegigihan saya. Dua test berikutnyapun saya lalui dengan usaha keras-menurut saya. Tapi ternyata Dewi Fortuna belum berpihak. Saya tidak jadi salah satu pemenang utama dan harus merelakan bayangan menikmati alam Wamena mengabur dalam pandangan.

Lalu apakah saya kecewa? Pasti! Saya tidak akan bohong, itu manusiawi menurut saya. Tapi, saya menolak untuk merawat rasa kecewa itu, apalagi sampai berburuk sangka pada panitia, juri dan pemenang. Sejak beberapa tahun terakhir ini ketika gagal menjadi pemenang, saya selalu berpikir positif dan berusaha menghibur diri sendiri. Saya bahkan berusaha tidak membaca tulisan pemenang karena tidak mau memberi ruang pada pikiran buruk.

Dulu saya sering melakukan itu, membaca tulisan pemenang dan bukan sekali dua kali pikiran buruk muncul di kepala. “Ah, tulisan biasa saja koq bisa menang?, Ini pasti ada apa-apa sama jurinya nih.” Dan lain-lain pikiran buruk lainnya. Belakangan saya sadar, hal seperti itu tidak ada gunanya. Hanya bikin sakit hati dan membuang-buang waktu. Karena itu, sekarang setiap kali saya gagal maka saya akan langsung mencari sisi positif dari kegagalan itu dan berusaha menutup ruang untuk pikiran jelek bersemayam di kepala dan hati. Karena kesehatan hati adalah yang terpenting.

Akhirul kalam, saya sangat berbahagia hari ini. Alhamdulillah karena usaha saya ternyata membuahkan hasil. Tapi saya tidak jumawa, saya mungkin hanya sedang beruntung. Beruntung bertemu juri yang justru suka model menulis yang berbeda seperti itu. Keberuntungan yang tidak datang setiap hari, saya kira. [dG]