Cinta, persahabatan dan penghianatan di kota Kabul
Judul :Kite Runner
Penulis :Khaled Hosseini
Penerjemah :Berliani M.Nugrahani
Tebal :490 Halaman
Penerbit :Qanita
Amir lahir dari sebuah keluarga berada dan bersuku Pashtun-suku terpandang di Afghanistan. Kejayaan sang Ayah membuat Amir hidup serba kecukupan. Dalam perjalanan kehidupan masa kanak-kanaknya hadir seorang Hassan. Anak pelayan keluarga Amir yang berasal dari suku Hazara-yang selalu diidentikkan sebagai warga kelas 2 di Afghanistan. Usia yang tak berbeda jauh dan kenyataan bahwa mereka sama-sama kehilangan ibu membuat Amir dan Hassan menjadi saudara sesusuan.
Antara Amir dan Hassan kemudian terjalin sebuah persahabatan dan kasih sayang yang tak lazim. Terasa tak lazim tentu saja karena kedudukan sosial mereka yang tak sederajat. Dengan sepenuh hati Hassan mengabdi kepada Amir, mengabdi kepada keluarga Amir sekaligus menganggap Amir sebagai sahabatnya. Di sisi yang berbeda, Amir tetap menganggap Hassan sebagai pelayannya, meski disadarinya kalau dia tetap membutuhkan Hassan sebagai seorang sahabat.
Amir tumbuh sebagai seorang anak yang lebih suka bergelut dengan buku dan cenderung menjauhi kegiatan yang bersifat fisik. Karena pilihannya itu pula, Amir musti berjuang keras memenangkan perhatian ayahnya yang lebih menghargai seorang anak lelaki yang punya kemampuan fisik yang menonjol. Terkadang rasa cemburu dan ego untuk memiliki sang ayah hanya untuknya membuat Amir musti “bertarung” dengan Hassan.
Sebagai seorang pelayan yang setia, Hassan pernah tampil dengan gagah berani membela Amir. Suatu tindakan yang sayangnya kemudian dibalas dengan penghianatan dari Amir. Amir dihadapkan pada dua pilihan, menjadi seorang pahlawan yang membalas pembelaan Hassan, atau menjadi seorang pengecut yang meninggalkan Hassan sendirian, akhirnya Amir memilih untuk menjadi seorang pengecut. Pilihan yang kemudian terus menghantui pikirannya bahkan hingga bertahun-tahun kemudian.
Saat konflik batinnya makin tak tertahankan, Amir memilih menyingkirkan Hassan dari kehidupannya, berharap bayang-bayang kesalahan atas penghianatannya bisa menghilang. Sayangnya itu tak berujung pada kenyataan. Kepergian Hassan malah membuat sebagian dari dirinya terbang besama anging. Persis layang-layang putus.
Saat situasi di Afghanistan semakin tak menentu, Amir dan ayahnya memilih untuk memulai kehidupan baru di Amerika, meninggalkan kehidupan nyaman mereka di Kabul. Fase baru kehidupan ini membuat hubungan Amir dan ayahnya makin membaik, meski Amir masih saja terus dihantui kesalahan masa lalunya.
Suatu hari-bertahun-tahun setelah penghianatan itu terjadi- Amir memiliki satu kesempatan untuk kembali ke jalan kebaikan. Ada pertentangan dalam batinnya sebelum mengambil jalan itu, namun tekad untuk menghapus kesalahan masa lalu memaksanya kembali ke Kabul dan menebus penghiatan, dosa dan kesalahannya yang sudah lalu. Amir menemukan Kabul yang tak lagi sama, Kabul yang indah kini menjadi Kabul yang dipenuhi puing-puing. Namun, justru di tempat itulah dia menemukan arti sesungguhnya dari sebuah kasih sayang dan penderitaan.
*******
Khaled Hosseini menulis dengan sangat apik sebuah cerita tentang persahabatan, kasih sayang, penghianatan dan penderitaan. Sebuah cerita yang indah dengan latar belakang kota Kabul pada khususnya dan Afghanistan pada umumnya. Negeri yang dulu indah namun kini lebih akrab dengan kehancuran dan puing-puing.
Karakter yang diciptakannya hampir tak ada yang sia-sia. Mulai dari karakter utama hingga karakter pembantu semua mempunyai peran yang sangat kuat dalam jalinan cerita. Konflik yang dibangunpun tak terasa dipaksakan meski tetap ada jalinan cerita yang agak susah untuk diterima logika.
Khaled juga mampu menampilkan deskripsi tentang Afghanistan dengan lumayan detail, membuat para pembaca mampu membuat gambaran sendiri tentang kota Kabul sebelum dan setelah peperangan. Melaui tangannya kita bisa menciptakan bayangan kita sendiri tentang kota yang selalu penuh dengan gejolak politik dan peperangan sejak tahun 70-an itu.
Terus terang saya menyukai gaya Khaled bercerita. Terkadang gaya berceritanya jenaka meski membuat miris. Alur besar cerita yang diciptakannya mampu membuat para pembaca untuk terpaku dan tidak sabar membuka halaman berikutnya. Meskipun sebenarnya klise, dan mungkin sering kita temui di buku lain atau di sinetron namun karena kemampuannya bermain kata-kata, Khaled mampu menghadirkan suasana yang berbeda pada “Kite Runner”.
Buku ini pernah menjadi #1 New York Times Bestseller dan mendapatkan anugerah Humanitarian Award 2006 dari UNHCR. Prestasi yang cukup pantas bila melihat jalan cerita dan cara bertutur sang penulis.
Untuk anda yang gemar akan cerita tentang persahabatan, kasih sayang, penghianatan dan penderitaan, maka buku ini mungkin cocok bagi anda. [DG]
Halo mbak maaf ya,, salah sangka kirain dirimu cowok.
Trus reni ngasih komen ya nyasar ya di blog ya mas helman..
Tak kirain yang ngasih komen itu adalah mas helman,, Bingung sih
Sorry ya mbak.. pantesan aja ada nama renimaldini di blog ini..
Ntar deh reni link kan di blog ya reni…
Oia, namanya Mbak Ipul ya??? kok seperti nama cowok sihhh?
Sering-sering mampir di blog reni ya…
sebelumnya, mo ka’ ngikik2 dolo, Daeng..dpanggil Mbak Ipul ;))..whehehe..
Soal review..ini satu dari novel tercepet yg pernah deen baca, kurang dari seminggu dah khattam euy, sangat menarik memang..saking penasarannya ma kelanjutan cerita, sy nd ragu2 buat ngintip2 halaman berikutnya, meski sebenarny hal tersebut tabu buat pembaca,,^_^
Akhirnya buku ini kau baca juga. Nice to know kalo ko suka ji. Can’t say anything but salute to Kholed!