Anda Berani di Ketinggian ?

dari ketinggian lantai 25 Aston Rasuna

Banyak orang yang takut ketinggian, meski mungkin belum bisa dikategorikan sebagai phobia. Saya salah satunya.

Gambar di atas saya ambil dari lantai 25 apartemen Aston Rasuna. Waktu mengambil gambar itu, rasanya saya lumayan merinding, apalagi pas menengok ke bawah. Lutut sedikit lemas dan ?maaf- lubang pantat serasa berdesir. Hiyyyy?!!

Terbayang bagaimana rasanya kalau sampai saya terpeleset dan jatuh berdebam ke tanah. Padahal tempat saya berdiri sudah cukup aman karena berada di teras yang dikelilingi pagar tinggi, tapi bayangan ketakutan itu tetap ada, bahkan kamera yang say a pegangpun saya genggam sekuat tenaga sambil talinya saya lilitkan di leher. Takut kameranya lepas dan jatuh ke tanah.

Saya bukan orang yang phobia pada ketinggian tapi terus terang saya juga bukan orang yang bisa santai di ketinggian. Yang paling menganggu itu adalah bayangan kalau sampai saya terpeleset dan jatuh ke tanah, ada jeda beberapa detik atau bahkan menit sebelum maut betul-betul menjemput. Aihhh, rasanya koq menyeramkan banget ya ?

Seingat saya ada dua pengalaman yang paling membekas sehubungan dengan ketinggian. Waktu main parasailing di Tanjung Benoa-Bali dan satu lagi waktu masih kerja di proyek Masjid Raya Makassar.

Main parasailing seingat saya terjadi sekitar tahun 2008, saya tidak tahu tingginya seberapa. Mungkin ada pada kisaran 50M dari permukaan laut. Dari awal saya sudah cukup tegang ketika semua peralatan dipasang di badan, apalagi ketika pelan-pelan saya mulai terangkat ke udara karena parasut mulai diterbangkan angin. Waktu itu rasanya betul-betul tegang.

Dari ketinggian maksimal saya bisa melihat sebagian pulau Bali dari udara dan tiba-tiba saja muncul pikiran jelek, bagaimana kalau talinya tiba-tiba putus ? Ah saya pasti akan dibawa angin entah ke mana karena saya juga terikat ke sebuah parasut yang mengembang ditiup angin. Kalau jatuhnya ke laut masih mendinglah karena toh kami memang dibekali life jacket, tapi kalau jatuhnya ke darat ? wuihh, tidak bisa saya bayangkan. Dan untunglah karena semuanya berjalan lancar.

Pengalaman kedua atau yang lebih lama dari pengalaman di atas adalah ketika saya masih bekerja di proyek Masjid Raya Makassar. Waktu itu saya dapat tugas untuk naik ke puncak kubah masjid yang masih dalam pengerjaan. Tugas saya adalah mendokumentasikan hasil kerja sang kontraktor karena ternyata para engineer dan supervisi kami tidak ada yang berani naik sampai ke puncak kubah.

Akhirya dengan percaya diri tugas itu saya laksanakan. Saya meniti beam ( kolom baja ) selebar kurang lebih 15cm hingga naik ke konstruksi kubah pada ketinggian kira-kira 50 M . Waktu itu saya menitinya dengan sangat pelan sambil setengah merangkak. Dari atas saya bisa melihat langsung lantai dua masjid yang masih dalam pengerjaan. Terbayang kalau saya jatuh ke sana, sebelum tiba di lantai beton saya akan membentur perancah bangunan terlebih dahulu. Uhhuyy?membayangkannya saja rasanya sudah ngeri.

Tiba di atas, saya bisa bernafas lega. Apalagi karena pijakan di konstruksi kubah lumayan lebar sehingga saya bisa melaksanakan tugas dengan tenang.

Masalah baru muncul kemudian ketika waktunya untuk turun tiba. Dengan perlahan saya meniti kembali beam tadi menuju ke ketinggian aman. Kalau tadi waktu naik saya setengah merangkak nah waktu turun saya coba sambil duduk dan sedikit ngesot. Pelaaannn banget.

Gilanya, ketika saya dengan aksi ngesot yang penuh dengan ketegangan itu meniti beam turun ke ketinggian kira-kira 25 meter, di sebelah saya di atas beam yang lain para pekerja kubah turun dengan santainya. Iya, mereka santai bangeettt..

Para pekerja asal Surabaya itu menenteng tali dan peralatan kerja lainnya sambil berjalan di beam selebar 15cm itu. Sambil merokok dan ngobrol pula !!! Hadduh, kagum saya sama aksi mereka. Di tangan kiri tergulung tali dan kabel sementara di tangan kanan mereka terjepit rokok. Mereka berjalan di atas beam persis seperti orang yang jalan di tanah datar saja. Asyem..!!

Ketika saya ceritakan kehebatan mereka pada sang mandor, dengan santainya sang mandor bilang : ah, itu sih tidak seberapa mas. Dulu waktu kerja Masjid Agung Surabaya tingginya hampir dua kalinya ini. Glek !!! segitu saja katanya belum seberapa..ck..ck..mantappp !!

Yah begitulah, sebagian besar pekerja bangunan yang sudah terbiasa kerja di bangunan tinggi di Indonesia memang seakan punya nyawa cadangan sehingga tidak pernah takut lagi dengan yang namanya ketinggian. Di bawah ini ada beberapa foto yang saya temukan di internet tanpa tahu siapa pemiliknya, foto-foto ini menggambarkan keberanian para pekerja konstruksi itu di ketinggian yang bagi orang normal mungkin sudah lumayan untuk melemaskan dengkul.

Eh, tapi sumpah..foto di bawah ini sesungguhnya adalah bukti nyata kalau kontraktor yang mempekerjakan mereka bukan kontraktor yang baik. Mereka tidak memperhatikan keselamatan para pekerjanya. Ini sebenarnya kondisi yang memprihatinkan.

Lihatlah foto di bawah ini, dan katakan pada saya apakah lumayan membuat anda merinding atau tidak ? Bagaimana, anda berani di ketinggian ?

01
02
03
04
05
07
06
08
Para pemberani itu