Menikmati Semarang Dengan Cara Berbeda [Bag.2 – Tamat]

lunpia
Lunpia cap go meh yang isinya lontong dan opor ayam

Kami meninggalkan Pasar Semawis ketika malam mulai turun dan lampu-lampu dari tenda-tenda mulai menyala. Kesibukan mulai terasa, satu per satu pemilik tenda mulai menggoreng atau memasak hidangan yang akan diperdagangkan sepanjang malam. Sayang juga kami tidak bisa melihat keramaian Pasar Semawis. Tapi apa daya, Semarang Night Carnival sudah menanti. Kami harus bergegas ke titik nol kota Semarang, tepat di depan kantor pos besar.

Semawis, yo wis! Kami pamit ya.

Semarang Night Carnival

Puluhan pria berbadan tegap berbaris rapi di antara panggung dan undangan. Mereka semua membawa alat musik khas marching band. Dari snare drum, bass drum, terompet, baritone horn, sampai bellyra. Mereka adalah marching band dari AKMIL (Akademi Militer). Tidak heran penampilan mereka terlihat sangat gagah dan trengginas.

Perlahan rombongan marching band itu memasuki lokasi acara, diawali dengan membawakan Taruna Jaya yang didominasi permainan drum. Selepasnya, satu per satu lagu lainnya dibawakan masih dengan irama yang rancak dan penuh semangat. Marching band AKMIL itu terdiri dari beberapa grup. Ada grup yang mengenakan pakaian loreng khas tentara dengan hiasan macan di kepala mereka, ada juga yang berpakaian seragam biru-putih seperti perwira angkatan laut. Grup yang berpakaian loreng denga hiasan macan itu tampil penuh atraksi. Kepala mereka bergoyang berirama dan tangan mereka sesekali memutar-mutar stick drum. Semua dilakukan dengan teratur, rapi dan bertenaga.

Empat orang taruna (dua pria dan dua wanita) berperan sebagai mayoret dengan seragam putih biru. Mereka benar-benar mengerahkan semua kemampuan, beraksi memutar-mutar tongkat mayoret, berputar-putar di depan hadirin, kembali memutar tongkat mayoret, lalu melemparnya ke angkasa dan menangkapnya dengan wajah dingin. Sungguh sebuah sajian yang benar-benar menggugah.

semarang night carnival
Taruna AKMIL yang tampil trengginas

Orang-orang berkumpul, berkerumun dan mencoba berdesakan ke bagian depan, berusaha mendapatkan sudut terbaik untuk mengabadikan momen itu. Tentara yang bertugas tak henti-hentinya berusaha mendorong penonton agar tidak merangsek lebih jauh ke dekat pemain marching band. Selain bisa mengganggu konsentrasi pemain marching band,  mereka juga bisa celaka kalau terkena tongkat mayoret yang diputar seperti kesetanan.

Lagu Manuk Dadali mengakhiri penampilan marching band AKMIL, berikutnya para peserta Semarang Night Carnival bersiap unjuk diri di hadapan undangan.

Teman Semarang Night Carnival tahun ini adalah “Paras Semarang” yang seolah menggambarkan rupa kota Semarang lewat beragam defile. Ada defile burung blekok (ardeidade) yang jadi salah satu burung khas Semarang, ada defile kembang sepatu yang juga adalah bunga khas Semarang, lalu dilanjutkan dengan defile beragam kuliner khas Semarang seperti bandeng presto, lumpia, wingko babat, ganjel rel dan lain sebagainya.

Di belakangnya ada defile lampion, lampu khas Tionghoa yang juga banyak terdapat di Semarang. Ini sekaligus menjadi bukti kalau jejak-jejak Tionghoa di Semarang memang sudah lama ada dan sejarahnya sangat panjang.

Selain peserta dari kota Semarang sendiri, Semarang Night Carnival 2017 juga dihadiri tamu dari kota lain seperti Sawah Lunto di Sumatera Barat dan bahkan tamu dari luar negeri. Tercatat ada peserta dari Taiwan, Thailand, Srilanka dan Korea Selatan. Mereka juga tidak mau kalah dengan menampilkan tarian dan musik khas negara mereka.

Selama hampir dua jam, kemeriahan di titik nol kota Semarang itu begitu terasa. Peluh bercucuran karena malam yang gerah dan begitu banyaknya orang yang bergerombol. Sejenak saya membayangkan bagaimana gerah dan capeknya para peserta karnaval dengan pakaian mereka yang berat dan ribet itu. Apalagi mereka sudah bersiap sejak siang hari. Duh, membayangkan membawa pakaian seberat 20 kg saja rasanya saya sudah pusing duluan.

Dan akhirnya, keceriaan malam itu harus berakhir juga. Walikota Semarang Hendar Priadi perlahan meninggalkan lokasi acara, tentu saja tak lupa menghampiri kami peserta #FamTripBlogger2017, bersalaman dan berswa foto. Tak lupa juga beliau mengucapkan terima kasih untuk kehadiran kami, ucapan yang kami balas juga dengan ucapan yang sama. Terima kasih karena telah mengundang kami, terima kasih untuk sambutan hangat dan penuh cerita selama dua hari ini.

Semoga tahun depan kita bisa bertemu lagi. Jangan lupa undang saya lagi ya #eh [dG]