Menikmati Semarang Dengan Cara Berbeda (Bag.1)

Ternyata metode penyajian itu bernama Nasi Branjangan, terinspirasi dari kebiasaan makan di pesantren-pesantren. Bedanya, kalau di pesantren makanan yang disajikan itu langsung disantap tanpa dipindahkan ke piring, maka Nasi Branjangan di Hotel Pandaran tetap menggunakan piring dari anyaman bambu dan daun pisang.
“Ini adalah salah satu andalan kami, satu-satunya di Semarang. Nasi Branjangan ini bisa dipesan untuk acara-acara tertentu,” kata Bambang Pramusinto, General Manager Hotel Pandanaran yang menjamu peserta Fam Trip Blogger 2017 malam itu.
Segera setelah kalimat “Silakan makan” turun, kami dengan semangat menyerbu beragam hidangan yang ada di depan kami. Benar-benar seperti pasukan Sparta yang tak menunggu waktu segera setelah diperintahkan menyerbu lawan. Tanpa menunggu lama juga, makanan-makanan itu langsung tandas, berpindah dari atas daun pisang ke perut kami masing-masing.
Memang rasanya nikmat menyantap makanan tradisional dengan penyajian tradisional juga. Sayang suasananya masih agak moderen, coba bayangkan kalau suasananya diganti dengan tepi sawah. Aduhai!
Untung juga suasananya bukan di tepi sawah, karena kalau iya maka bisa dipastikan kami akan kesulitan untuk beranjak. Padahal, acara berikutnya sudah menanti.
Menurut jadwal rombongan kami akan beranjak ke Balaikota Semarang, tempat pelaksanaan puncak acara ulang tahun Semarang yang ke-470 digelar. Menurut jadwal juga, rombonga Fam Trip Blogger 2017 akan bertemu dengan walikota Semarang: Hendar Prihadi. Sayang, kami datang terlambat sehingga pak walikota sudah meninggalkan balaikota dan sudah berada di tenda VIP di depan panggung.


Di depan balaikota memang didirikan sebuah panggung besar yang malam itu menampilkan hiburan musik. Surya Orkestra jadi penampil utama malam itu. Paulus Surya, sang konduktor sepanjang acara tidak henti-hentinya menceritakan pengalaman bermusik Surya Orkestra yang ternyata sudah melanglang buana ke berbagai negara. Dari Afrika, Asia hingga Eropa dan Amerika. Warbyasak! Kata anak-anak jaman sekarang.
Sayang karena ada beberapa kendala teknis yang membuat penampilan beberapa musisi dan penyanyi jadi tidak maksimal. Microphone sempat mati karena ternyata listrik tidak mendukung, sampai pertunjukan harus ditundai 10 menit untuk mengganti daya dari listrik PLN ke genset yang sudah disediakan.
Peserta Fam Trip Blogger 2017 tidak menunggu hingga cara selesai, rasa capek yang mendera sehabis acara sepanjang hari membuat kami terpaksa meninggalkan acara menuju hotel. Kami harus beristirahat, perjalanan besok hari masih panjang. Jadwal acara masih padat, begitu kata manager kami. Jadi, pilihan paling logis ya balik ke hotel dan tidur.
Sampai bertemu besok! [dG]
Bacanya kaya dejavu, Daeng. Kek mengulang lagi pengalaman yang kemarin, khususnya bagian trabas dan makan-makan.
Kan emang sengaja, biar terkenang lagi hahaha
Wah ternyata ikut meramaikan acara di Semarang toh. Sayang pas acara Semarang Night Carnival saya nggak bisa liat, ada acara di Jogja 🙂
Wah padahal kalau ada di Semarang kita mungkin bisa ketemuan ya hehe
seruuu… tangguh sekali yah buibu pembuat kolang kalingnyaaa. takjub.
deh lumayan, kek olahraga toh? hahaha
Aaahhh ya ampun asik banget yak having fun di SMG
yaaa alhamdulillah yaaa hihihi