Di Jogja Tidak Ada Kiri atau Kanan
Terus aja ke utara mas, nanti ada perempatan baru ke barat sampe mentok. Kalo ketemu pertigaan belok ke selatan.
Suatu waktu ketika menghabiskan waktu di Jogja kami berniat bertemu seorang kawan. Kami sepakat? bertemu di sebuah cafe di daerah Sagan. Dengan berbekal google map, kami mencari daerah Sagan, sekaligus rute dari tempat kami menginap.
Tidak terlalu sulit, begitu pikir saya. Toh, saya juga sudah cukup hapal kota Jogja.
Selepas maghrib kami berangkat. Dengan motor sewaan berusaha keluar dari padatnya Malioboro di hari menjelang akhir tahun. Menurut peta kawasan Sagan itu tidak terlalu jauh dari jalan Jenderal Sudirman, berarti tidak jauh dari bundaran UGM. Kami harus berputar sedikit karena kawasan stadion Kridosono sedang dipenuhi para Slankers yang menyaksikan band pujaan mereka tampil.
Keyakinan tebal ternyata tidak selamanya berbuah manis. Sagan yang di peta tidak terlihat jauh rupanya cukup membingungkan di alam nyata. Itulah bedanya, kami jalan di atas jalanan dan bukan di atas peta.
Akhirnya kami menyerah. Peta elektronik ternyata tidak cukup membantu. Maka langkah berikutnya kami ambil. Menggunakan GPS alias Gunakan Penduduk Setempat. Itu juga tidak cukup membantu karena orang pertama yang kami tanya juga menunjukkan arah yang salah. Langkah terakhir adalah menelepon teman yang rencananya akan kami temui.
Masalah selesai? Ternyata tidak juga. Si teman menunjukkan arah dengan gaya khas orang Jogja. Orang Jogja entah kenapa sangat akrab dengan arah mata angin. Tak heran kalau cara mereka menunjukkan arah juga dengan menyebut-nyebut arah mata angin, bukan dengan kiri atau kanan. Duh! Ini merepotkan saudara-saudara karena kami orang Makassar tidak terbiasa dengan arah mata angin.
Masalah kedua adalah karena orang Jogja juga tidak akrab dengan nama jalan, mereka lebih akrab dengan nama tempat. Setelah menemukan tempat yang dimaksud saya baru sadar kalau jalan Sagan itu ternyata dekat dengan jalan RA Kartini yang sudah sering saya lewati.
Seandainya saja dari awal patokan yang diberi adalah jalan RA Kartini maka saya yakin tidak akan sebingung itu. Jalan Sagan tidak tertera dengan baik di peta, mungkin karena jalannya yang kecil dan itu pula yang membuat saya bingung mencarinya. Si teman hanya tertawa dan kemudian mengakui kalau mereka orang Jogja memang tidak akrab dengan nama jalan, lebih akrab dengan nama tempat.
Yah, itulah sekelumit cerita bagaimana susahnya mencari arah di Jogja. Orang Jogja memang mengakui kalau mereka lebih akrab dengan kata utara, selatan, barat dan timur daripada kata kiri atau kanan. Ini sangat membingungkan bagi para pendatang yang tak terbiasa dengan arah mata angin seperti saya.
Tapi, ngomong-ngomong bagaimana mereka bisa menentukan dengan tepat arah mata angin? Jawabannnya, mereka punya Merapi untuk jadi patokan utara. Ini yang membuat mereka mudah menentukan arah utara. Tapi, ini juga yang membuat mereka tersesat di kota lain, tentu saja karena Merapi sudah tidak ada yang artinya patokan utara mereka juga sudah tidak ada.
Jadi, kalau jalan-jalan ke Jogja jangan kaget kalau anda sulit menemukan kata kiri atau kanan. Dan jangan kaget juga kalau menemukan fakta orang Jogja lebih akrab dengan nama tempat daripada nama jalan.
Ah, itulah indahnya Indonesia. Banyak ragam yang membuat warna-warninya susah untuk ditolak. Bukan begitu?
[dG]
hahahahaha aku aja sampai sekarang belum mudeng sama yg ini
hahahaha….maka saya akan nyasar kalo ke jogja secara paling bingung menentukan arah mata angin :))
Di Jogja paling gampang memang patokannya melihat Merapi
“Dan jangan kaget juga kalau menemukan fakta orang Jogja lebih akrab dengan nama tempat daripada nama jalan”====> hahaha.. sepakat..
hehe… wadduuh, klw ngk tahu arah utara, selatan, timur dan barat, gimana dong 🙂
salam blogger angingmammiri 🙂
Nama tempat = nama kampungnya ya?
Rumah nenekku di Timuran dan kalau kirim paket pun tanpa nulis nama jalan utamanya. 😀
Kalau arah mata angin aku juga iriii, kok orang Jawa pada ngerti arah mata angin padahal udah jauh di pelosok @.@
di kampungku Soppeng juga begitu daeng, orang tua lebih fasih menyebut letak posisi dengan arah mata angin…
hahaha.. ya begitulah jogja daeng.. jogja dengan keistimewaannya 😀
saya masih terbawa sampai sekarang meski udah gak di jogja, juga menyampaikan sesuatu dgn arah mata angin dan tentunya nama tempat.. kalau jalan, buta 🙂
Ternyata banyak juga yg jd korban arah mata angin di jogja….hahahaaa