Topik Politik Yang Makin Menarik
Topik politik makin ramai dibincangkan orang, buat saya ini menarik karena pertanda kalau keingintahuan warga terhadap politik makin meningkat. Tentu ada baik dan ada buruknya juga.
Apa topik yang sedang ramai dibicangkan orang di media sosial? Mungkin banyak, tapi salah satunya adalah pro dan kontra soal RUU Pilkada. RUU kontroversial yang mekanismenya baru saja dimenangkan kubu pilkada lewat DPRD ini memang sedang jadi bahan yang asyik untuk dikunyah, termasuk bagi pengguna media sosial. Menariknya lagi karena RUU ini tidak sekadar mengundang perdebatan antara pro-kontra tapi jadi melebar kepada hal-hal lain yang dianggap terkait, termasuk sikap Partai Demokrat dan presiden SBY dalam menentukan pilihan.
Tapi bukan soal itu yang ingin saya ceritakan.
Saya mencoba mengingat masa sekira 10 tahun lalu ketika untuk pertama kalinya pemilihan langsung presiden digelar. Kala itu dunia perpolitikan di Indonesia mengalami masa yang tidak biasa. Maklum, itu kali pertama Indonesia memilih langsung presidennya setelah sebelumnya presiden hanya dipilih oleh DPR/MPR atau bahkan hanya diputuskan lewat kalimat; Rakyat menginginkan bapak kembali menjadi presiden.
Ketika itulah topik politik bertransformasi jadi topik yang lazim dan jamak dibincangkan. Warga, tanpa peduli status sosialnya mulai heboh untuk membicangkan tentang siapa yang layak jadi presiden dan langkah-langkah apa yang akan diambil para kandidat. Dari warung kopi sampai kafe mahal, topik politik mulai ramai dibincangkan.
Sepuluh tahun kemudian, ketertarikan orang pada politik makin menjadi-jadi. Pilpres 2014 mungkin jadi pilpres yang paling ramai dibincangkan orang Indonesia, apalagi kali ini media sosial makin menjadi bagian keseharian kita. Hampir tidak ada waktu dan ruang yang bebas dari perbincangan soal politik, utamanya tentang pilpres.
Saking seringnya orang membicangkan soal pilpres, sampai-sampai rasanya sudah agak-agak eneg. Maklum, perbincangan dan diskusi tidak melulu substansial dan sesuai topik. Pemilu presiden ini dianggap sebagai pemilu paling ramai dengan fitnah dan black campaign. Bukan hanya satu calon, tapi dua-duanya walaupun memang ada yang mendapatkan fitnah dan black campaign yang lebih banyak. Ramainya fitnah dan black campaign ini juga mungkin jadi salah satu alasan kenapa makin banyak orang yang tertarik untuk membincangkan politik pemilihan presiden ini. Bukankah berita buruk lebih gampang menarik perhatian?
Ketertarikan orang terhadap politik terus berlanjut pasca pemilihan presiden. RUU pilkada jadi pemicunya. Pro-kontra seputar RUU ini sekaligus juga membuat banyak orang angkat bicara, dari yang memang paham sampai yang sebenarnya tidak paham dan asal bicara. Diskusipun beragam, dari yang mencerahkan karena adanya informasi baru sampai yang sebenarnya hanya membuang-buang energi karena berputar kesana-kemari tanpa ada gunanya. Persis seperti begadang yang dibilang bang Haji Rhoma.
Buat saya ini menarik. Secara kasat mata ada perubahan sikap warga Indonesia melihat peta perpolitikan di negerinya sendiri. Banyak orang yang mulai tertarik untuk tahu banyak tentang politik, mulai membaca referensi tentang politik dan menerjunkan diri dalam diskusi-diskusi tentang politik. Sekali lagi, memang tidak semuanya terarah dengan baik, tapi bukankah itu adalah sebuah proses?
Kalau memang bisa dikelola dengan baik, proses menuju pemahaman politik yang lebih baik tentu akan menemukan hasil yang lebih baik pula. Tak apa semua dimulai dengan sok tahu dan sok pintar, tapi kalau memang punya bekal untuk jadi lebih tahu dan lebih pintar maka ujung-ujungnya semua tentu akan memandang politik dengan pemahaman yang lebih baik.
Di media sosial ada banyak orang yang mulai eneg dengan topik politik. Wajar karena kadang porsi berita dan cerita tentang politik sudah sangat banyak melewati batas toleransi kita. Belum lagi aksi mereka yang sok tahu dan sok pintar. Sayapun sering mengalami hal serupa, dan ketika rasa eneg itu tiba saya mencoba menghindar sejenak atau setidaknya mencari sudut pandang berbeda yang memungkinkan saya melihat perspektif yang berbeda juga dari topik yang sama.
Dulu saya juga apolitis, tak peduli pada politik dan bahkan tak mau tahu soal politik. Belakangan saya merasa tak ada gunanya juga apolitis, semua kehidupan kita dalam satu negara nyatanya diatur oleh keputusan politik. Semakin kita antipati pada politik maka semakin besar kesempatan mereka yang memang berniat jahat itu untuk mengatur kehidupan kita seenak perut mereka.
Kalau sekarang makin banyak orang yang menempatkan politik sebagai topik yang menarik maka anggaplah itu pertanda yang baik. Tinggal butuh waktu, kesabaran dan proses panjang untuk membuat orang-orang ini makin paham tentang politik yang baik. Kalau kita semua makin paham maka mungkin saja 5 tahun ke depan kita bisa memilih wakil rakyat yang benar-benar mau berjuang untuk membawa suara rakyat, bukan cuma wakil rakyat yang membawa suara partai dan kepentingan partainya saja.
Mari menikmati riuh rendahnya perbincangan politik ini sebagai suatu proses. Mudah-mudahan saja proses ini bisa mengarah ke sebuah titik yang lebih baik. Kalau tidak, yah setidaknya kita sudah berproses. Bagaimana menurut Anda? [dG]
akhir2 ini saya malah malas nonton berita politik di media TV lokal,
soalnya kadang timpang pemberitaannya
lebih baik buka wawasan di Nat Geo TV atau Bloomberg TV misalnya