Tapi Kenapa Harus JK?

Jokowi dan JK [Sumber; Tempo.co]
Jokowi dan JK [Sumber; Tempo.co]
Sebenarnya saya malas menulis tentang politik, tapi saya juga tidak tahan untuk tidak curhat. Anggaplah ini curhatan politik yang tidak penting.

Akhirnya yang ditunggu banyak orang itu diumumkan juga, Jokowi menunjuk Jusuf Kalla (JK) sebagai calon wakil presidennya, sebagai orang yang akan menemaninya bertarung menuju tahta RI 01. Beberapa saat setelah deklarasi pasangan itu muncul saya langsung ngetwit yang kira-kira berbunyi:

2014-05-20_160829

Ternyata twit saya itu di-RT beberapa orang, di Facebookpun saya menemukan teman-teman dari Makassar yang punya kegelisahan yang sama, punya pendapat yang sama. Saya dan teman-teman itu ternyata sama-sama tidak rela JK kembali ke dunia politik yang kotornya minta ampun ini, kami mungkin terlalu sayang pada sosok bapak satu itu yang menurut kami sudah nyaman dengan posisi sebagai “bapak negara” yang track record-nya masih bersih. Terjun kembali ke dunia politik berarti membuka celah bagi banyak orang untuk mencelanya dan mungkin mengotori catatan panjangnya selama ini.

Saya tidak pernah meragukan kapasitas seorang Muhammad Jusuf Kalla, selama 15 tahun saya hidup di lingkungan perusahaan milik beliau dan sering bergaul dengan keluarga beliau bahkan almarhum bapak adalah orang yang sangat akrab dengan beliau. Kalau melihat ke belakang maka hampir seluruh hidup saya berada dalam lingkaran Kalla Grup, keluarga besar Hadji Kalla dan tentu saja JK. Sepanjang masa itu saya tahu betul bagaimana beliau adalah orang yang tegas, visioner, selalu bergerak cepat namun juga sekaligus rendah hati dan tidak pernah menyombongkan diri.

Sifatnya itu membuat begitu banyak orang yang mencintainya. Saya merasakan sendiri bagaimana teman-teman begitu militan bergerak mendukung beliau ketika dua kali beliau maju sebagai bagian pucuk pemerintahan negeri ini. 2004 sebagai cawapres berpasangan dengan SBY dan 2009 sebagai capres berpasangan dengan Wiranto.

Saya bahkan melihat sendiri bagaimana teman-teman begitu kehilangan semangat ketika melihat kenyataan hasil pemilihan presiden 2009 sangat jauh dari target. Istri seorang teman bahkan meratap sedih seperti seorang anak yang ditinggal mati orang tuanya. Semua karena mereka begitu mencintainya tanpa pamrih.

Dua kali pemilihan presiden saya selalu berada dalam lingkaran orang-orang yang dengan militan bergerak membantu pencalonan JK. Sebagian bahkan rela mengeluarkan dana pribadinya, sisanya rela mengeluarkan tenaga dan waktunya untuk melakukan sosialisasi dan kampanye. Saya tahu sebagian besar dari mereka tidak punya pamrih atau berharap mendapat balasan materi dari JK seandainya beliau benar jadi pemimpin. Mereka hanya orang-orang yang tahu kalau JK memang punya kapasitas dan mereka mencintainya sepenuh hati.

Tahun ini JK kembali ke panggung politik setelah 5 tahun tenang di ranah sosial dan keagamaan. Selama 5 tahun pula banyak orang yang membandingkan seorang Boediono yang jadi wakil presiden selepas JK, selama 5 tahun pula banyak orang yang mengungkit bagaimana kerja seorang JK selama jadi wakil presiden meski ada juga suara sumbang yang tetap mampir ke sosoknya.

Ketika kemudian dia resmi meniti kembali jalan politik itu saya kecewa. Kecewa karena selama ini saya menganggap dia sudah tenang duduk di jalur sosial dan keagamaan. Saya tidak rela JK yang begitu baik harus kembali ke jalur politik yang kotornya bukan main. Saya sudah tidak percaya pada politik di negeri ini, bahkan seorang yang katanya ustadpun akan jadi seorang iblis bila sudah berkubang dengan partai politik. JK terlalu baik untuk jadi tumbal, belum apa-apa kader partai yang mengaku sebagai partai Islampun sudah mulai menjelek-jelekkannya. Mungkin itu hal yang biasa di politik, tapi saya tidak tahan melihat seorang JK diperlakukan seperti itu.

Saya tidak tahu kapasitas seorang Jokowi, mungkin saja dia memang bagus seperti yang biasa saya baca, tapi mungkin juga dia tidak sebagus itu. Saya hanya tahu kapasitas seorang JK yang bisa saya jamin secara personal berdasarkan apa yang saya lihat hampir sepanjang hidup saya. Saya kecewa karena JK mau menerima pinangan Jokowi, tapi saya tetap yakin kalau memang Tuhan berkehendak memberi dia jalan menjadi wakil presiden republik ini maka dia pasti akan kembali seperti dulu, wakil presiden yang memang bekerja melengkapi sang presiden.

Tapi, kenapa harus JK? Atau mungkin saya saja yang terlalu berlebihan? [dG]