Soekarno dan Pidatonya
Kalau dengar nama Soekarno, apa yang terlintas di kepala Anda?
Saya tumbuh remaja di dalam era orde baru, era di mana kebesaran seorang Soekarno hanya digambarkan sebagai proklamator saja. Nyaris tdak lebih dari itu. Makanya, selama saya remaja atau selama saya hidup dalam era orde baru nama Soekarno hanya tergurat sekilas di kepala, sebatas seorang proklamator dan presiden pertama Republik Indonesia.
Kebesaran Bung Karno baru terasa ketika orde baru berlalu dan keterbukaan informasi datang. Perlahan-lahan saya mulai mendapati banyak cerita dan kisah tentang betapa besarnya seorang Soekarno. Dia tidak hanya seorang proklamator dan presiden saja, dia juga seninam, pecinta tanaman, pecinta wanita dan banyak lagi kelebihan lainnya yang kala itu sulit dicari tandingannya.
Belakangan saya juga makin sadar kalau Soekarno punya kelebihan di atas podium. Rasanya belum pernah saya melihat seorang lelaki berpidato dengan kharisma seperti seorang Soekarno. Nada suaranya tegas, keras dan menghentak. Pilihan katanya membakar semangat dan berapi-api. Konon ada yang bilang, orang impotenpun kalau mendengar Soekarno berpidato penisnya bisa langsung tegak.
Soekarno belajar berorasi dan berpidato pada gurunya HOS Tjokroaminoto saat masih berusia belasan tahun. Diapun sangat terinspirasi pada sosok DR. Soetomo, pendiri Boedi Oetomo. Ketika akhirnya kuliah di Bandung, Soekarno terus mengasah kemampuannya berpidato. Teman kostnya sering mendapati Soekarno muda melatih kemampuan pidato dan orasinya meski malam sudah larut.
DR. Sarlito Wiryawan dalam sebuah film dokumenter menyebut Soekarno memang tahu betul cara memikat massa dengan kemampuan berorasi. Dengan latihan terus menerus dia bisa memilih intonasi, alunan nada, sampai pilihan kata yang sanggup memikat para pendengarnya. Untuk urusan pidato dan orasi, Soekarno tidak main-main. Dia benar-benar seorang seniman di atas podium.
Cocok Untuk Jamannya.
Dalam bayangan saya, sosok dengan kemampuan berpidato seperti Soekarno memang sangat dibutuhkan di jaman ketika ancaman imperialisme dan kolonialisme masih terus mengincar. Saya tidak bisa membayangkan sosok seorang pemimpin seperti Susilo Bambang Yudhoyono yang meski lancar berpidato tapi tetap jauh dari kesan garang di atas podium memimpin perjuangan rakyat untuk merdeka kala itu.
Atau saya juga sulit membayangkan bagaimana para pejuang revolusi di tahun 1940an bisa terbakar semangatnya kalau pemimpin kalau itu karakternya seperti Alm. Gus Dur yang kadang kalem, kadang cuek, kadang berapi-api dengan kalimat yang bersayap dan multi tafsir. Bisa-bisa para pejuang kala itu bukannya bersemangat malah bingung harus berbuat apa.
Soekarno dengan karakter pidatonya yang lugas, tegas dan langsung ke sasaran terbukti efektif menumbuhkan rasa nasionalisme dan semangat perjuangan. Pun, Soekarno dengan suaranya yang menggelegar itu bisa membuat bangsa asing jadi terkaget-kaget dan mau tak mau harus memperhatikan negara yang kala itu baru seumur jagung.
Lalu bagaimana kalau saja pemimpin sekarang gaya orasinya seperti Soekarno? Entah dengan Anda, tapi buat saya rasanya kurang cocok saja. Bangsa ini memang masih terus berjuang dengan model perjuangan yang berbeda. Kalau dulu terang-terangan kita melawan kekuatan asing, maka sekarang kita lebih banyak melawan kebobrokan bangsa sendiri serta rongrongan bangsa asing yang tidak terlalu terlihat di permukaan.
Saya membayangkan gaya Soekarno berpidato yang berapi-api itu pasti tidak cocok dengan karakter bangsa kita saat ini. Mau bukti? Coba lihat berapa banyak motivator yang sukses saat ini. Mereka sebagian besar berorasi dengan gaya yang santai dan terkesan dekat dengan audiens, bukan dengan gaya yang berapi-api. Masyarakat sudah berubah, kita tidak butuh lagi orasi berapi-api yang membakar semangat karena toh sudah banyak orang yang melakukan orasi yang sama, sebagian bahkan membawa simbol agama. Tapi apa yang terjadi? Semangat bukannya terbakar malah rasa takut yang muncul.
Sekarang orang Indonesia lebih butuh orasi dan pidato yang tenang, santai dengan jualan mimpi yang membuai. Sulit membayangkan pemimpin sekarang berpidato dengan nada berapi-api sambil berteriak: AMERIKA KITA SETRIKA, INGGRIS KITA LINGGIS!
Itu menurut saya, bagaimana menurut Anda? [dG]