Selamat Datang Generasi Instan!

Foto by Google
Foto by Google

Jaman sekarang, hal yang instan sudah jadi biasa. Bahkan sudah sangat akrab dengan kehidupan kita.

Suatu hari di bandara Adi Sutjipto Jogjakarta. Saya sedang berada di dalam ruangan merokok, duduk sendirian di sebuah meja menghadap ke segelas kopi hitam. Di seberang saya tiga orang duduk asyik bercakap sambil menikmati rokok mereka. Dua di antaranya adalah lelaki, seorang lagi perempuan.

Saya tidak sengaja mendengarkan perbincangan mereka. Seorang dari mereka – usianya sepertinya 40an tahun- bercerita tentang anaknya. Si bapak sepertinya seorang engineer atau minimal mengerti masalah teknis. Dia bercerita bagaimana dia dengan susah payah menyiapkan alat-alat untuk mengajarkan cara kerja aki kepada anaknya. Setelah semua siap, dia harus menelan ludah mendengar komentar sang anak.

“Ngapain sih susah-susah? Kan bisa beli yang udah jadi di Ace Hadrware”

Si bapak mengakhiri ceritanya dengan gelak tawa. Tawa getir saya rasa.

Beli yang sudah jadi. Kalimat itu seperti sudah jadi kalimat yang sangat biasa di jaman sekarang, khuususnya bagi anak-anak. Jaman memang sudah berubah, sudah jauh berbeda dengan jaman ketika orang tuanya masih kecil dulu.

Dulu, untuk bisa menikmati kegembiraan masa kecil orang tuanya mungkin harus meluangkan waktu untuk merakit mainan. Mengumpulkan barang bekas, memotong-motongnya atau membentuknya dengan pisau hingga menyerupai mobil. Baru setelah itu mereka bisa menikmati sesuatu yang bernama permainan.

Jaman memang sudah berbeda. Anak-anak jaman sekarang sudah akrab dengan permainan modern yang tidak perlu menuntut mereka harus meluangkan waktu untuk mempersiapkannya. Cukup duduk depan televisi atau komputer dan permainan itu sudah bisa mereka nikmati.

Standar kreatifitas juga sudah berbeda. Beberapa dari mereka bisa keluar dari batas sekadar menikmati menjadi anak-anak yang mencari tahu di balik hadirnya permainan itu. Teknologi membantu merangsang rasa ingin tahu mereka. Tapi berapa banyak anak-anak yang seperti itu?

Kemudahan itu memanjakan. Inilah kenapa kemudian banyak anak-anak kita yang jadi malas untuk mencari tahu di balik permainan mereka. Semua sudah ada, kenapa harus mencari tahu lagi? Perlahan mereka melupakan proses dan meloncat ke hasil. Atau mereka menikmati proses yang berbeda?

Memang susah menerapkan standar yang sama antara standar puluhan tahun lalu dengan standar jaman sekarang. Semua sudah berubah tentu saja. Jaman sekarang penyanyi, penghibur dan bahkan pemimpin pun instan. Prosesnya tidak perlu lama, mungkin karena waktu yang memang bergerak sangat cepat.

Selamat datang generasi instan! Kita bisa apa? Ikut-ikutan instan juga atau bertahan dengan sistim lama yang mulai usang? Atau ?mencoba berdamai?

 

[dG]