Saya Blogger dan Saya Menulis Tentang Langit

ilustrasi
ilustrasi

Postingan ini menanggapi tulisan dari Langit Amaravati di sini.

Ketika pertama kali membaca tulisan dari Langit Amaravati itu saya sudah yakin kalau tulisan itu pasti akan menuai kontroversi. Pasti akan dibicarakan orang, pro maupun kontra. Waktu pertama membaca sepertinya masih adem ayem, sepi dan masih sedikit yang berkomentar. Lalu selang beberapa hari kemudian tiba-tiba saja saya lihat mulai banyak yang membahasnya. Bahkan di dua grup blogger lokal yang saya ikuti tautan ke tulisanmu ikut disebar. Padahal mereka yang menyebarnya saya yakin tidak mengenal si penulis secara pribadi. Artinya apa? Mereka dapat tautan tulisanmu dari pihak lain, entah teman segrup atau mungkin karena dibagikan teman mereka.

Lalu pagi ini saya temukan sendiri dua orang kawan blogger di Facebook ikut mengomentari tulisan itu. Simbok Venus yang sudah dikenal luas sebagai salah satu blogger senior membagikan tulisan itu yang lalu dikomentari beberapa teman Facebooknya. Lalu ada teman Blogger Borneo yang awalnya memasang status tersindir di Facebook, kemudian dilanjutkannya dengan sebuah postingan tersendiri membahas tulisan itu.

Bukankah itu tanda yang bagus? Bahwa isu yang diangkat si penulis ternyata menarik perhatian banyak orang? Bahkan sampai ada yang membahasnya dengan postingan tersendiri. Bukankah itu tanda positif?

Sejak membaca tulisan itu saya yakin kalau beberapa orang pasti akan tersinggung. Nadanya lugas dan menusuk, tanpa kata-kata yang bersayap. Begitupun tetap saja ada yang salah menangkap. Seolah-olah si penulis melarang para blogger untuk hadir di event karena menodai jiwa blogger yang sesungguhnya.

Padahal menurut saya maksudnya bukan itu. Mudah-mudahan saya tidak salah, tapi saya menangkap bahwa inti dari tulisan itu adalah bagaimana seorang blogger bisa menakar secara berimbang keikutsertaannya dalam sebuah event. Jangan sampai sang blogger jadi terlalu sibuk ikut event sehingga kemudian jadi terkesan gampangan. Asal diundang datang, meski event itu sebenarnya tidak sesuai dengan karakternya atau malah membuatnya harus mengeluarkan dana yang tak berimbang dengan hasil yang didapatkan.

Saya tidak tahu pasti sudah seberapa lama si penulis tercemplung ke dunia blogging. Saya cuma mau bilang, topik seperti ini sudah berkali-kali memanas di dunia blogsphere. Dulu seorang Donny Verdian juga pernah membuat postingan yang hampir sama, menyoroti blogger yang senang datang ke event lalu menjadi buzzer sebuah produk. Saya lupa kapan tepatnya, tapi suasana blogsphere juga sempat memanas waktu itu.

Dalam hati sebenarnya saya juga pernah punya kegelisahan yang sama, tapi mungkin ruangannya beda. Saya gelisah ketika melihat beberapa blogger dengan gampangnya menerima placement article yang jumlahnya menurut saya terlalu kecil. Rp. 75.000,- per artikel yang disiapkan oleh si pemberi tugas. Saya gelisah karena menganggap mereka harusnya bisa menerima lebih dari itu.

Mereka mungkin merasa kalau blog mereka belum ada apa-apanya, jadi angka sebesar itu pantas buat mereka. Tapi kalau mereka tidak memulai menghargai diri sendiri, lalu kapan mereka bisa dihargai oleh orang lain?

Tapi akhirnya saya berhenti gemas. Saya sadar itu wilayah yang tak bisa saya ubah, sekeras apapun saya berusaha. Toh mereka punya kebijakan sendiri untuk menentukan sikap, menentukan “harga” untuk blog mereka.

Kegelisahan itu sampai membuat saya menerbitkan satu tulisan, tentang berapa sih sebenarnya harga sebuah postingan?

*****

Kalau bicara soal event, saya tidak bisa komentar banyak. Kami blogger daerah tidak terlalu pusing dengan event-event. Tidak seperti blogger pusat yang buat mereka event sudah jadi salah satu ladang penghasilan. Event di pusat sana (kami biasa menyebut Jakarta sebagai “pusat”) mungkin ada setiap bulan, atau sepertinya lebih dari sekali dalam setiap bulan. Sementara kami di daerah? Sekali sebulan saja sudah syukur, kadang setahun hanya ada beberapa event.

Itu membuat kami jadi tidak begitu pusing dengan event. Kalaupun ada, ya kami datang kalau memang diundang dan sempat datang. Soal apakah eventnya ada goodie bag atau malah amplop ya syukur, tidak juga tidak apa-apa.

Saya jadi ingat cerita seorang teman. Suatu ketika lembaganya mengadakan diskusi, temanya tentang kebebasan berekspresi di internet, perlindungan privasi dan penapisan konten. Tema yang kurang asyik buat blogger pencari hiburan sebenarnya, tapi sesungguhnya tema itu penting. Lalu dia undanglah perwakilan sebuah komunitas yang mengirim dua wakilnya ke acara tersebut. Karena temanya diskusi maka goodie bag yang dibagikan tentu saja buku, booklet dan selebaran yang isinya tidak jauh dari tema acara.

Seorang perwakilan komunitas blogger itu mendatangi teman saya dan bertanya, “isi goodie bagnya ini aja nih?”. Ketika dijawab iya, si penanya terlihat kecewa dan katanya bahkan meninggalkan acara sebelum acara benar-benar selesai.

Ketika mendengar ceritanya saya kaget. Ternyata blogger goodie bag itu benar-benar ada ya? Saya sudah sering mendengar desas-desusnya, tentang blogger goodie bag, blogger bayaran bahkan blogger amplopan. Dan sekarang saya yakin kalau itu memang benar-benar ada.

Tulisan Langit Amaravati buat saya adalah alarm. Tentang bergesernya jiwa blogging. Sepuluh tahun lalu ketika memulai ngeblog saya tidak terpikir sama sekali tentang pergeseran seperti ini. Blog bagi saya waktu itu hanya sebagai tempat mencurahkan isi kepala, lalu bertemu teman-teman baru dengan minat yang sama.

Belakangan saya sadar kalau ternyata blog tidak sesederhana itu. Dunia blog Indonesia pernah panas juga oleh perseteruan tidak terlihat antara beberapa kubu. Saya menyebutnya ada blok di dalam blog.

Tapi itu cerita lama, cerita yang kalau sekarang diingat hanya bikin geli saja.

Lalu saya bertanya, apakah perseteruan seperti itu hadir lagi dengan tema berbeda dan pemeran berbeda? Apakah saat ini ada perseteruan antara blogger idealis vs blogger (kata apa ya yang pas?) tidak idealis? Mungkin teman-teman blogger yang lebih gaul bisa menjawabnya. Maafkan, saya sudah tidak terlalu gaul lagi sekarang.

Setidaknya tulisan Langit Amaravati membuat saya jadi awas. Suatu hari nanti ketika makin banyak event yang mengundang blogger lokal di Makassar, hal yang seperti dia sebut bisa terjadi di sini. Sekarang kami masih santai ketika datang ke sebuah event, bahkan menulis tentang event itu pun tidak jadi keharusan. Ada yang langsung menuliskannya, tapi lebih banyak yang tidak. Karena toh kami masih belum merasa terbebani sebuah keharusan untuk menulis dan mempromosikan event tersebut.

Mungkin itu salah juga, karena pemilik acara mengundang kami para blogger dengan harapan kami menulis tentang acaranya. Tapi bagaimana dong? Kami masih dalam tahap santai sih ya. Diundang ya syukur, tidak juga tidak apa-apa. Mungkin karena kami kebanyakan masih murni, belum terkontaminasi dengan goodie bag apalagi amplop.

Begitulah, pertarungan rekan-rekan blogger di pusat (dan yang tak jauh dari pusat) sana berbeda dengan pertarungan kami di daerah. Untuk saat ini kami masih menikmati blogging apa adanya, monetizing lewat event belum jadi tujuan utama. Ada, tapi masih sebatas itu-itu saja dengan jumlah yang tak seberapa.

Saya tidak mau berkomentar lebih jauh lagi tentang tulisan itu, toh saya tidak merasa tersinggung. Sebagian saya bisa mengerti karena kegelisahan yang sama juga saya rasakan. Tapi sebagian lagi belum bisa saya sepakati. Misalnya tentang etika seorang blogger yang menurutmu salah ketika dia hari ini ikut event provider A lalu besoknya ikut juga di event provider B. Sependek yang saya pahami, itu belum sampai melanggar etika.

Toh si blogger tidak sampai dikontrak secara eksklusif, hanya datang ke satu event saja. Anggaplah dia sedang melakukan uji coba terhadap beberapa provider sebelum menentukan mana yang pas buat dia.

Soal ini mari kita sepakat untuk tidak sepakat.

Tapi sudahlah, surat ini sudah terlalu panjang dan sudah mulai melebar kemana-mana. Intinya saya cuma mau bilang, topik yang diangkat Langit Amaravati bukan hal baru. Sudah pernah ada yang bahas, tapi memang perlu untuk terus diangkat. Bagaimanapun sayang kalau blogger kemudian hanya jadi alat marketing tanpa memperkuat posisinya. Buat blogger juga, sayang kalau hanya jadi penggembira sebuah event tanpa meningkatkan “harga jual”-nya. Entah dari kemampuan menulis atau dari kemampuan membangun jaringan.

Sayang juga kalau blogger ingin cepat menuai hasil dari blognya dan melupakan proses dengan menerabas logika dan etika. Datang ke event sebanyak mungkin lalu lupa memperbaiki kualitas tulisan. Seolah-olah ngeblog hanya seputar uang, makan-makan, goodie bag dan mungkin amplop. Padahal itu hanya satu dari sekian banyak untungnya ngeblog. Iya kan?

Maaf kalau saya jadi ikut-ikutan menulis tentang ini. Karena saya blogger, jadi saya cukup gampang tersentil dengan isu tentang blogger. Salam dari Makassar yang sedang dirundung hujan.[dG]