Lebaran Kedua Tanpa THR
Dulu, selama 15 tahun THR adalah sesuatu yang ditunggu-tunggu menjelang Idul Fitri. Tapi sejak 2 tahun belakangan ini, THR tak lagi jadi menu wajib tahunan.
Selayaknya karyawan, tunjangan hari raya menjelang perayaan Idul Fitri adalah sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu. Besarannya lumayan, sama dengan 1 kali gaji tanpa ada potongan ini-itu. Sangat lumayan untuk memenuhi nafsu belanja dan kebutuhan yang biasanya menggeliat sangat liar menjelang hari raya. THR yang dibayarkan paling lambat seminggu sebelum hari raya itu selalu mampu membuat senyum sumringah hadir di wajah kami para karyawan.
Selama 15 tahun, ritual itu juga selalu menghiasi hari-hari saya menjelang Idul Fitri. Selama 15 tahun saya kebetulan mengabdi sebagai karyawan sebuah perusahaan properti di kota Makassar dan tentu saja penerimaan THR juga jadi bagian dari menyambut hari raya. Sampai kemudian semua berubah di awal tahun 2012.
Ada sebuah kejadian yang membuat saya akhirnya memilih untuk meninggalkan kantor yang sudah selama 15 tahun saya jadikan tempat mencari hidup. Keputusan saya waktu itu mungkin agak emosional dan sangat berani meski alasan utamanya adalah karena tidak nyaman. Kenapa saya bilang emosional dan sangat berani? Karena sesungguhnya waktu itu saya belum tahu harus ke mana saya mencari uang setelah tidak lagi menjadi karyawan. Saya tidak punya usaha dan belum punya tempat lain untuk melamar kerja, padahal saya punya anak-anak yang harus saya hidupi.
Kadang saya baru berpikir kalau keputusan saya waktu itu benar-benar keputusan gila dan nekat.
Selama setahun penuh saya hidup dari uang kompensasi yang diberikan kantor lama untuk pengabdian saya selama 15 tahun sambil sesekali menerima pekerjaan kecil-kecilan memanfaatkan kemampuan saya menulis, mendesain dan memotret. Lumayan, tahun pertama berhasil saya lewati dengan agak mulus.
Tahun lalu untuk pertama kalinya Idul Fitri terlewatkan tanpa THR, sebuah kebiasaan baru setelah 15 tahun lamanya terbiasa menerima THR. Saya jadi ingat, dulu saya dan teman-teman sering bercanda kalau memang mau mengundurkan diri sebaiknya menunggu sampai lebaran lewat karena sayang kalau sampai melewatkan THR yang jumlahnya sebulan gaji itu.
Kalender kemudian berganti, uang kompensasi dari kantor lama tentu saja sudah habis tak bersisa. Sekarang saya betul-betul harus hidup dari usaha sendiri. Alhamdulillah karena meski tak sepasti dulu tapi rejeki selalu ada. Saya memang belum punya usaha seperti yang selalu saya impikan, tapi setidaknya saya tidak kekurangan. Bahkan bersyukur masih bisa membantu teman-teman yang kekurangan.
Saya memang tak lagi menerima THR, tapi saya masih bersyukur ketika sadar kalau saya punya banyak waktu untuk bersantai di rumah. Saya punya banyak waktu untuk mengerjakan apa yang memang saya suka, bukan mengerjakan apa yang orang lain perintahkan.
Sekarang saya baru berpikir kalau keputusan saya waktu itu benar-benar keputusan gila dan nekat, tapi bukan keputusan yang harus disesali.
Saya juga bersyukur setiap kali bertemu teman di kantor lama saya bisa menampung curhatan mereka tentang suasana kantor yang membuat mereka tidak nyaman. Dalam hati saya hanya berucap: I’ve been there and now I am free. Curhatan mereka masih persis sama seperti yang selama bertahun-tahun saya dengar dan saya rasakan. Bedanya, mereka masih bisa menikmati limpahan materi dari kantor meski (mungkin) mereka masih sering bekerja dengan enggan.
Tahun ini untuk kedua kalinya saya melewati Idul Fitri tanpa THR, tapi sama sekali tidak ada rasa sesal. Saya mencintai dan mensyukuri apa yang saya punya sekarang. Saya justru merasa lebih nyaman seperti itu daripada harus bekerja dengan enggan dan merasa tidak nyaman karena lingkungan. Saya masih menyimpan harapan, suatu hari nanti saya yang akan memberikan THR kepada orang lain.
Pagi ini, 12 Agustus 2013 beberapa orang berkicau di linimasa Twitter tentang rasa malas mereka menghadapi hari Senin setelah libur panjang. Saya hanya tersenyum, saya pernah berada di sana. Malas menghadapi hari kerja karena memang saya sudah tidak bisa menikmati pekerjaan saya kala itu. Bersyukurlah Anda yang masih punya pekerjaan, masih punya tempat untuk berharap penghasilan rutin karena sesungguhnya ada banyak orang yang berjuang keras untuk bisa seperti itu. Tapi jika tak lagi nyaman, mungkin ada baiknya memilih jalan lain meski resikonya akan kehilangan kesempatan menerima THR.
Selamat Idul Fitri, maaf lahir bathin. Nikmatilah apa yang masih bisa teman-teman nikmati. [dG]
…
saya masuk hari selasa! 😀
maaf luar dalam ya daeng.. 🙂