Langkah Kecil Dari Solo
Satu persatu lembaga negara mulai sadar soal keberadaan netizen
Empat pilar kebangsaan. Kapan terakhir kali mendengar kalimat itu? Sebagian besar dari kita mungkin merasa kalimat itu tiba-tiba membawa nuansa orde baru yang sudah berlalu hampir dua puluh tahun. Terasa jadul dan ketinggalan jaman.
Mereka yang bersekolah di jaman orde baru pasti sangat akrab dengan istilah-istilah seperti itu. Pilar kebangsaan, penghayatan dan pengamalan Pancasila dan semacamnya jadi kalimat yang selalu hadir dalam tahun ajaran baru atau dalam pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Waktu bergulir, pelajaran-pelajaran itu mengalami perubahan dan entah apakah masih diajarkan atau tidak. Istilah-istilah itu perlahan menjadi terasa sangat ketinggalan jaman, tidak ngepop dan tidak gaul.
Istilahnya mungkin sudah tidak gaul dan ketinggalan jaman, tapi masalahnya tetap sama bahkan makin rumit. Indonesia, negeri dengan ribuan pulau dan ratusan suku bangsa ini masih tetap menghadapi bahaya yang sama; perpecahan. Bayangkan betapa riskannya ancaman itu untuk negeri yang multi kultur dan multi dimensi seperti Indonesia.
Plus, ancaman itu makin terasa ketika era internet makin jamak. Selain dipakai untuk menyebarkan macam-macam informasi yang berguna dan canda tawa yang ringan dan renyah, internet juga ternyata jadi alat memecah belah. Informasi hoax dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, ideologi ultra radikal sampai ujaran kebencian untuk saling membunuh sudah mulai masuk menyerbu internet. Pelan-pelan perpecahan antar anak bangsa sudah di depan mata.
*****
Jumat 20 Nopember 2015. Mendung bergelayut di atas kota Solo. Udara gerah menyergap beberapa saat setelah saya menginjakkan kaki di kota yang terakhir saya sambangi tiga tahun lalu itu. Matahari seperti kalah dengan arak-arakan awan kelabu yang menutup sinarnya.
Hari itu rencananya saya akan bertemu dengan puluhan teman-teman netizen yang sebagian besar adalah blogger dari beberapa kota di Indonesia. Ada dari Jakarta, Semarang, Surabaya dan Yogyakarta. Informasi acara ini saya terima tepat di hari terakhir pendaftarannya lewat media sosial Facebook. Tanpa pikir panjang waktu itu saya langsung mendaftar walaupun belum tahu persis tujuan acara ini. Syukurlah, saya jadi salah satu peserta yang diundang ke Solo.
Singkatnya, acara ini adalah ajang silaturahmi antara MPR RI dengan para netizen. Tujuan utamanya tentu mendekatkan lembaga negara itu dengan para netizen termasuk memperkenalkan soal fungsi dan peran MPR-RI dan tentu saja program-program mereka termasuk empat pilar kebangsaan.
Dalam sambutannya di acara pembukaan, bapak Ma’ruf Cahyono, KaBiro Humas MPR-RI menjelaskan secara detail tentang peran dan fungsi MPR-RI. Malam itu saya baru tahu kalau MPR-RI bukan lagi lembaga tertinggi negara seperti yang dulu saya kenal waktu jaman masih SD sampai SMP. Sekarang MPR-RI ternyata sudah menjadi lembaga tinggi negara, sama seperti DPR, Mahkamah Agung dan lembaga tinggi negara lainnya. Hanya tugas dan fungsinya saja yang berubah.
Dalam sambutannya, pak Ma’ruf yang ternyata sangat santai dan tidak terlalu formil itu juga menyinggung banyak soal peluang kerjasama MPR-RI dengan para netizen di Indonesia. Memang sudah waktunya lembaga-lembaga negara itu membuka peluang kerjasama dengan para netizen. Internet dengan sifat yang egaliter dan horisontal memang berpotensi untuk jadi alat kampanye menyebar kebaikan. Selama tidak ada yang merasa lebih di atas dari yang lainnya.
Intinya bagaimana satu pihak bisa menghargai pihak lainnya. MPR-RI sebagai lembaga negara harus bisa menempatkan diri sama rata dengan para netizen, berusaha bergaul dengan bahasa yang sama dan siap menerima kritikan, saran dan masukan. Netizenpun harus mulai membuka diri, mengambil yang baik, memberi kritikan pada yang kurang dan tentu saja menjaga etika dalam berkomunikasi.
*****
Silaturrahim yang terjalin di Solo selama tiga hari yang lalu (20-22 Nop) memang baru awal. Anggaplah sebagai jalan perintis untuk kerjasama yang lebih baik. Kerjasama untuk menyebar kebaikan demi mencegah bangsa ini jatuh pada perpecahan. Sesuatu yang pastinya mengerikan karena akan lekat dengan perseteruan dan mungkin pertumpahan darah.
Sebagai netizen, saya senang melihat lembaga-lembaga negara perlahan-lahan mulai membuka diri dan membangun jembatan dengan para netizen. Tinggal bagaimana menjaganya, jangan sampai jembatan itu tinggal sebagai sebuah formalitas semata atau hanya interaksi satu arah. Internet butuh kesamaan visi dan kesamaan posisi, karena sangat sulit untuk memaksakan kehendak pada netizen yang sangat dinamis dan beragam.
Apa yang dilakukan di Solo memang hanya sebuah langkah kecil. Selanjutnya mudah-mudahan makin banyak langkah lainnya yang membawa kebaikan buat semuanya, tanpa pengecualian. Karena Indonesia tidak bisa dijaga oleh satu orang saja. [dG]
Yak, karena tadi comment via android failed melulu, aku coba comment dari laptop ah.
Yang mana comment-nya adalaah… errr… sampe mana tadi? Gini, gini. SETUJU banget dgn isi postingan Mas, eh… Daeng ini. Intinya, blogger kudu berkontribusi dengan segala hal kebaikan, baik yang dirancang oleh lembaga tinggi negara, swasta, apapun itu. Intinya, spread the good things 🙂 Ga jaman deh saling dengki dll nya. Salam 4 pilar!
*komen ini mengandung (sedikit) curcol
Semoga kedepannya makin banyak instansi2 pemerintahan lain yang mengikuti jejak MPR RI ini, setidaknya bisa memberikan motivasi tambahan bagi para #BloggerIndonesia agar mau mempertahankan eksistensi blognya. 🙂
Senang bisa menjadi bagian dari kegiatan “Netizen gathering bareng MPR-RI” di Kota Solo dan bertemu dengan Daeng Ipul dan blogger – blogger berkelas lainnya.
Kapan ya bisa terbang ke Makassar hehehehe