Tawuran Penulis Di Makassar

laman MakassarWritesFestival
laman MakassarWritesFestival

Tawuran dan kerusuhan sangat akrab dengan kota ini. Tawuran sedikit atau rusuh kecil maka awak imedia akan merubung seperti semut di sekitar gula. Tak lama kemudian liputan berlabel “live” akan muncul di televisi.

Makassar sudah jadi satu kota yang paling eksotis dan menarik perhatian jika menyebut kata “rusuh”. Entah awalnya dari mana dan pertimbangannya apa, tapi agresifitas anak muda di sini paling tepat untuk menarik perhatian awak media, utamanya para redaktur di seberang pulau sana atau tepatnya di ibukota sana.

Bukan sekali dua kali kami warga kota ini menumpahkan kekesalan karena media nampaknya sangat puas ketika berhasil menampilkan wajah kota yang seakan karut marut karena aksi sebagian anak muda yang saling bergesekan dalam balut amarah. Seakan-akan kota ini seluruhnya mencekam, mungkin serupa Baghdad ketika tentara sekutu menyerang kediaman mendiang Saddam Husein itu.

Padahal tidak selamanya seperti itu. Memang ada bentrokan, memang ada tawuran dan gesekan tapi tidak separah yang dilansir media. Kejadian-kejadian itu hanya ada di satu titik kecil kota ini, titik yang tidak mempengaruhi titik-titik lain dari kota yang terus bergulir.

Sayangnya lagi karena sebenarnya ada banyak kegiatan, kumpulan dan aksi positif anak-anak dari yang paling muda sampai yang paling tua di kota ini yang tidak mendapat halaman liputan yang memadai. Aksi-aksi positif itu sangat beruntung kalau bisa muncul di halaman media lokal dan sangat sangat beruntung kalau muncul di halaman media nasional. Muncul di televisi? Duh, sepertinya hanya mimpi saja.

Capek rasanya mendebat bahwa sepertinya ada kepentingan besar yang bermain di sini. Kepentingan untuk tetap mendulang keuntungan dari kota yang namanya saja lekat dengan kata “kasar” sehingga memang sepertinya tepat untuk terus menjual kekasaran dan kerusuhan daripada aksi positif yang sebenarnya juga banyak bergulir.

Tawuran Para Penulis.

Minggu depan, mulai tanggal 25 hingga 29 Juni 2013 kota ini akan jadi ajang tawuran. Kali ini jauhkan pikiran Anda dari tawuran penuh darah dan amarah karena kali ini pelakunya memang berbeda. Tawuran yang maksud adalah tawuran dalam tanda kutip, tempat para penulis dan sastrawan akan bertemu dan mungkin memamerkan karya mereka sambil berharap bisa menginspirasi orang lain.

Acaranya bernama Makassar Writers Festival. 2013 adalah tahun ketiga acara ini digelar setelah 2 tahun sebelumnya selalu sukses. Iya, acara ini memang terilhami oleh Ubud Writers Festival yang terkenal itu. Penggagasnya sendiri mengakui itu. Tapi meniru sesuatu yang baik tentu tidak ada ruginya kan?

Tahun ini Makassar Writers Festival mengambil tema: My City My Literature. Pusat acaranya sama dengan tahun lalu, di Fort Rotterdam yang sudah jadi salah satu ikon kota Makassar. Tahun lalu benteng peninggalam jaman kolonial ini disulap jadi panggung pertunjukan yang menawan dengan sentuhan yang sederhana tapi romantis.

Tahun ini ada beberapa penulis terkenal yang akan hadir di MIWF 2013. Di antaranya ada Benz Bara sang penulis cerita remaja dan yang paling ditunggu banyak orang tentu saja Dewi Lestari, mantan penyanyi yang sekarang lebih terkenal sebagai penulis.

Tapi, saya tidak peduli pada mereka berdua. Juga tidak peduli pada sederet nama lain meski beberapa di antaranya sangat terkenal seperti Joko Pinurbo dan Sapardi Djoko Damono. Saya hanya fokus pada satu nama; Agustinus Wibowo. Iya, Agustinus yang sudah mulai merebut perhatian saya hampir 2 tahun terakhir.

Sejak membaca Garis Batas yang dilanjutkan dengan Selimut Debu dan terakhir Titik Nol saya sudah meletakkan nama Agustinus Wibowo sebagai salah satu penulis favorit saya. Saya suka caranya menulis dan tentu saja saya suka isi tulisannya. Beberapa kali saya berselisih jalan dengan acara jumpa fans bersama Agustinus dan inilah yang semakin membuat saya penasaran ingin bertemu dengan sosok yang satu ini.

Minggu depan akan ada tawuran para penulis di kota ini. Akan ada karya-karya para penulis yang memikat semua peserta. Pertanyaan saya satu, akankah ajang tawuran ini diliput secara besar-besaran oleh media khususnya media nasional? Tentu tidak. Toh, acara ini sama dengan acara-acara positif lainnya di Makassar. Tidak terlalu menarik karena tidak sesuai dengan citra kota ini yang coba mereka bangun.

Ah, terserahlah. Saya hanya ingin bertemu Agustinus Wibowo! Itu saja. [dG]