Mart Menyerbu Kota Kami

Perang Indomaret dan Alfamart

Di jalan Rappocini Raya yang panjangnya sekitar 2Km sekarang ini ada 6 mini market, dua Indomaret, dua Alfamart dan dua Alfa Midi.

” Di Makassar ada Indomaret juga gak?”, Itu pertanyaan seorang teman ketika saya berkunjung ke rumahnya di Surabaya sekitar April 2009. Saya menggeleng, waktu itu Makassar memang belum mengenal Indomaret atau Alfamart. Semua kebutuhan sehari-hari masih disupply oleh warung-warung kecil punya penduduk setempat.

Siapa yang sangka, sekitar dua tahun kemudian keadaan itu berubah. Diawali dengan kedatangan Alfa Mart, gerai-gerai serupa mulai muncul. Alfa Mart dan Indomaret seperti jerawat yang tumbuh di wajah anak remaja yang malas membersihkan muka.

Alfa Mart merajai. Gerai milik Djoko Susanto ini hadir dengan beragam variant. Alfa Mart, Alfa Midi dan Alfa Express. Djoko memang pintar, merasa susah bersaing dengan gerai besar macam Carrefour, dia menjual jaringan Alfa supermarket dan kemudian fokus ke retail kecil. Ini tentu lebih potensial mendulang keuntungan karena gerai kecil bisa hadir di mana saja, meski lahannya sempit. Tidak seperti supermarket yang butuh lahan besar.

Demam tumbuhnya Alfamart dan saudara-saudaranya ini sudah lama ada di Jawa. Sejak sebelum tahun 2009 saya sudah menemukan Alfamart dan saudara-saudaranya bersaing dengan retail yang lain seperti Indomaret, Circle K dan lain-lain. Makassar memang baru kebagian sekitar tahun 2010.

Dari informasi seorang teman, sebenarnya pihak Alfamart sudah lama mengajukan ijin untuk masuk ke kota Makassar dan kota-kota lain di Sulawesi Selatan, tapi ijin mereka masih menuggu persetujuan. Mengendap lama di meja petinggi kota ini. Ijin ini ternyata hanya menunggu waktu saja, ketika kemudian ada banyak hal yang harus dibiayai menjelang pilkada SulSel, maka ijin ini akhirnya turun juga. Wallahu alam, benar atau tidaknya memang masih bisa diperdebatkan, yang jelas sejak hampir 2 tahun lalu jaringan Alfamart dan Indomaret mulai menyerbu kota ini.

Persaingan paling kental adalah antar Alfamart dan Indomaret. Ketika di satu ruas jalan Alfamart membuka gerai, maka dalam radius beberapa puluh atau ratus meter Indomaret akan buka gerai juga. Jadilah persaingan mereka betul-betul head to head atau saling berhadapan.

Persaingan ini memberi dua macam efek pada pemilik properti. Di satu sisi, pemilik properti mendapat keuntungan tinggi karena Alfamart atau Indomaret berani membeli mahal properti mereka entah yang berupa ruko atau tanah kosong. Apalagi kalau salah satu dari dua retail yang bersaingan itu sudah duluan mengambil lahan di salah satu daerah, saingannya akan berani membeli harga tinggi demi karena tidak mau kalah langkah.

Itu efek positif bagi yang punya properti, bagi mereka yang butuh properti di daerah yang kebetulan ada Alfamart atau Indomaret efeknya bisa negatif. Harga properti jadi melonjak tinggi, mereka yang ingin menyewa atau membeli ruko jadi kesulitan karena pemilik ruko serta merta menaikkan harga sesuai dengan harga yang berani dibayarkan oleh Alfamart dan Indomaret.

Itu efek bagi para pemilik dan pencari properti. Efek untuk pengusaha kecil atau pemilik warung di sekitar Alfamart dan Indomaret juga sangat terasa. Kehadiran Alfamart dan Indomaret yang berani menyodorkan harga yang lebih murah dengan tempat yang lebih nyaman dan pilihan yang lebih beragam tentu lebih menggiurkan bagi para pembeli.

Bayangkan bila sebotol Pulpy dijual dengan harga Rp. 8.000 di warung tapi dijual dengan paling mahal Rp. 6.000,- di Alfamart. Tentu beda harga Rp. 2.000,- itu sangat berpengaruh, apalagi buat ibu-ibu yang memang punya daya hitung lebih tinggi. Itu baru satu item barang, belum termasuk item barang-barang yang lain.

Ibu Ninik, salah seorang pemilik warung di sebuah kompleks perumahan mengakui kalau omzetnya memang menurun semenjak sebuah Alfa Midi buka beberapa puluh meter dari warungnya. Pelanggannya sekarang banyak yang lebih nyaman berbelanja di mini market berpendingin ruangan daripada di warungnya, walaupun warungnya tidak bisa dibilang sederhana. Saya membayangkan nasib warung-warung lain yang lebih sederhana yang kebetulan berada di dekat Alfamart atau Indomaret.

Di jalan Rappocini Raya yang panjangnya sekitar 2Km sekarang ini ada 6 mini market, dua Indomaret, dua Alfamart dan dua Alfa Midi. Bisa dibayangkan bagaimana nasib warung kecil yang berada dalam kepungan mini market itu. Pertarungan dua retail itu makin sengit, kalau dulu mereka bersaing dalam radius tertentu sekarang sudah benar-benar bersaing head to head. Di beberapa tempat ada Alfa Mart yang berdampingan langsung dengan Indomaret, bukan lagi terpisah jarak beberapa meter.

Kondisi ini memang dilema. Di satu sisi kehadiran mini market itu membuat konsumen jadi lebih dimanjakan, punya banyak pilihan tempat berbelanja yang lebih nyaman dengan harga yang lebih murah, tapi di sisi lain warung sederhana milik rakyat jadi tergencet dan siap-siap kehilangan pendapatan.
Pemerintah kota harusnya sudah siap dengan kondisi seperti ini.

Bagaimanapun ada nasib rakyat kecil yang dipertaruhkan di sini, bukan hanya kenikmatan untuk para pemain besar. Bagaimanapun kota ini sekarang sudah diserang oleh mini market, entah efek seperti apa yang akan ditinggalkannya bertahun-tahun ke depan.

Semoga bukan rakyat kecil yang jadi korbannya.

[dG]