Sebuah Siniar Tentang Makassar
Sebuah ide untuk membuat podcast atau siniar yang berisi cerita tentang kota Makassar
Sebenarnya sudah lama saya punya ide untuk membuat podcast atau siniar. Gara-garanya saya senang mendengarkan siniar, utamanya sejak pandemi. Saya senang mendengarkan obrolan orang yang kadang memberikan informasi baru, atau paling tidak ada cerita-cerita lucu. Benar-benar sebagai cara untuk rileks. Karena terbiasa mendengarkan, akhirnya muncul ide untuk membuat siniar juga. Kepikiran ide untuk membuat cerita tentang kehidupan sehari-hari, sampai bagaimana kehidupan di Papua.
Tapi, ternyata saya tidak begitu percaya diri. Saya sudah pernah membuat episode percobaan. Merekam sendiri suara sesuai dengan tema. Tapi setelah saya dengarkan kembali, koq rasanya seperti tidak menarik ya? Membosankan dan saya yakin tidak akan ada orang yang tertarik mendengarkannya.
Jadi, ide itu saya tinggalkan saja. Bukan ide yang menarik.
Ide Cerita Tentang Makassar
Lalu ketika kembali ke Makassar, saya menemukan ide baru. Bagaimana kalau membuat siniar tentang Makassar? Sepertinya ini ide yang lebih menarik. Makassar adalah sebuah kota yang terus berkembang, dan termasuk kota yang paling maju di Indonesia bagian timur. Pasti ada banyak cerita tentang kota ini dari masa ke masa. Mulai dari perubahan dan dinamika kota, kenangan zaman dulu, sampai bagaimana kota ini menjadi moderen seperti sekarang. Belum lagi cerita di balik banyak tempat, kejadian, atau fenomena di kota ini. Sepertinya itu ide menarik. Lebih menarik lagi kalau diceritakan dengan gaya sehari-hari, dan bahasa serta logat sehari-hari.
Saya langsung membayangkan ide-ide itu, membayangkan alurnya seperti apa, dan bagaimana detailnya.
Pertanyaannya, dengan siapa saya akan membuat siniarnya? Saya tentu saja tidak percaya diri untuk membuatnya sendirian. Saya mendengarkan banyak siniar dan sepertinya ide untuk membawakan siniar sendirian bukan ide yang bagus. Butuh kemampuan luar biasa kalau mau membawakan siniar sendirian. Minimal penyiar radiolah, jadi tahu teknik broadcasting yang baik dan menyenangkan pendengar. Sementara saya, saya bukan penyiar radio dan saya tidak tahu teknik-teknik itu.
Jadi mulailah saya memikirkan pasangan, teman yang bisa diajak membuat siniar bersama. Pilihan pertama – dan satu-satunya – jatuh ke Anchu, Lelaki Bugis. Alasannya, kami cukup dekat dan cukup punya kemistri. Terus, Anchu juga punya interest pada perkembangan kota. Saya pikir itu perpaduan yang pas.
Ketika ide itu saya ajukan ke Anchu, dia juga langsung setuju. Baiklah, mari kita buat!
Tantangan Teknis
Tapi, realisasinya tidak semudah itu. Utamanya soal teknis. Saya tidak punya alat rekam yang memadai, juga belum punya ruangan kedap suara yang memadai untuk merekam suara. Rencananya kami akan merekam suara di rumah saya, soalnya kami sudah biasa nongkrong di sini. Tapi, berhubung karena Makassar sedang rajin dikunjungi hujan maka nampaknya itu masalah yang cukup menantang.
Menantang kenapa? Karena di rumah ada bagian terbuka di belakang dan bagian itu ditutup seng. Itu yang membuat suara hujan menjadi sangat mengganggu. Jangankan merekam suara, menonton televisi pun harus dengan suara sangat kencang kalau mau suaranya kedengaran. Dan itu jelas membuat kami tidak bisa merekam suara. Akibatnya, kami menunda rencana merekam itu cukup lama.
Sampai akhirnya ketika cuaca mulai bersahabat, kami mulai memaksakan diri untuk merekam suara bagi episode perdana. Kalau tidak dipaksakan, entah kapan akan dimulai. Bayangkan, ide mulai digodok bulan Januari baru bisa dieksekusi awal Maret. Lumayan lama ya?
Episode Perdana Akhirnya Muncul
Akhirnya tanggal 3 Maret 2021, episode perdana tayang juga. Tema episode perdana ini adalah perkembangan kota Makassar dalam ingatan kami. Bagaimana kota ini dulu dalam ingatan kami atau dalam cerita orang-orang tua, sampai kemudian perlahan-lahan kota ini mulai berkembang sangat moderen.
Sayangnya, episode perdana ini secara kualitas audio kurang bagus. Suaranya hancur, timbul-tenggelam. Alasannya karena alat yang kami pakai kurang bagus, belum lagi tempatnya yang ternyata tidak meredam suara dan malah membuat suara jadi bergema. Padahal tema yang diangkat bagus sekali, menurut kami ya.
Maklumlah, ini percobaan pertama dan alat yang kami punya belum begitu bagus.
Setidaknya, kesalahan di episode pertama itu kami perbaiki di episode kedua. Kualitas suara di episode kedua sudah jauh lebih bagus. Alatnya diperbaiki, dan tempatnya juga lebih bagus. Bukan lagi di ruang makan tapi di ruang kerja.
Di episode kedua ini kami bercerita tentang Pantai Losari dalam ingatan kami dan bagaimana Pantai Losari berkembang. Kebetulan ketika akan mulai merekam, ada satu teman yang kebetulan datang. Jadi ya sudah, kami merekamnya bertiga.
*****
Saya belum tahu bagaimana perkembangan siniar ini ke depannya. Akan jadi seperti apa, saya juga belum tahu. Saat ini saya dan Anchu cuma mencoba membuat apa yang kami suka saja. Menceritakan tentang kota ini, mengingat kenangan kami tentang kota ini, dan sebagai catatan kami untuk kota ini. Mudah-mudahan saja bisa berguna untuk orang lain. Syukur-syukur bisa menambah pengetahuan orang, utamanya orang yang tinggal di kota ini.
Mudah-mudahan saja bisa bertahan lama karena halangan terberat untuk sebuah kegiatan adalah konsistensi, bukan begitu? [dG]
Semoga tetap awet dan tidak bosan bercerita ya Eng tentang Sulawesi dan sekitarnya. (^^)
Iya, konsistensi itu yang berat ya? 😀
Saat saya dan suami mendengar cerita-ceritata tentang pantai Losari, kami senyum-senyum.
Bahkan ketika disebut soal bau yang kurang sedap, sontak bikin kami terbahak. Kami punya kisah lucu tentang bau-bauan itu.
Terima kasih Daeng atas ceritanya. Kadang kita memang membutuhkan cerita-cerita ringan tentang kenangan yang indah.
Saya dan suami mendengar cerita tentang pantai Losari…
Maaf salah ketik ?
Sama-sama Bunda, Insya Allah akan terus membuat podcast seperti ini
Selamat daeng, akhirnya bisa dengerin podcast hehehehhehe. Semoga makin asyik.
Semoga nanti alatnya makin nambah lebih bagus dan sukses.
Amiiin 😀
Tak apa-apa Daeng. Saya bikin podcast 1, 2, 3 juga masih berantakan suaranya, karena belum beli mic, dan gak ngedit2.
Eh sekarang malah malas, soalnya gak kekejar juga, mikir mau ngejar blogpost atau podcast.
Menurut saya yang penting kontennya. Itu bagus dan masih bisa dinikmati, it’s okay. Akan tetap dikenang terus bahwa ini konten pertama yang dibuat dengan segala kekurangan tapi berkesan karena topiknya bagus.
Iya mbak, yang penting konsistensi dan isinya ya
tapi tetap harus diperbaiki sih 😀