Beratnya Jadi Anak Muda

Salah satu sisi kota Manokwari
Salah satu sisi kota Manokwari

Sebulan yang lalu saya berkunjung kembali ke Manokwari dan Sorong. Kunjungan kali ini sangat berkesan karena berhubungan secara tidak langsung dengan dinamika perkotaan, sesuatu yang sangat saya senangi.

“Kita tidak punya tempat yang layak buat berkumpul. Jadinya banyak anak-anak muda nongkrong di pinggir jalan, di tempat sepi dan kadang-kadang berakhir dengan minum-minum sampai mabuk.” Kata Diego Tulung, seorang pemuda berdarah Manado yang lahir dan besar di Manokwari. “Kalau sudah begitu biasanya akan berakhir dengan keributan.” Sambungnya lagi.

Manokwari tumbuh jadi salah satu kota paling maju di Papua Barat, tentunya setelah ditetapkan sebagai ibu kota Papua Barat. Perkembangan kota yang massif dalam sekira 10 tahun belakangan ini tentunya juga memunculkan masalah-masalah khas kota-kota besar. Salah satunya adalah masalah kepemudaan.

Dari obrolan bersama beberapa pemuda Manokwari dan Sorong, ada beberapa masalah yang bisa saya tangkap. Masalah-masalah yang sebenarnya berhubungan dengan dinamika perkembangan sebuah kota tapi terlambat disadari oleh mereka yang punya kuasa atau wewenang dalam mengatur perkembangan sebuah kota.

Anak muda sering kali terlupakan dalam sebuah proses perkembangan di masa yang relatif tenang. Berbeda dengan masa ketika pergolakan sedang terjadi, di saat itu anak-anak muda selalu muncul di garis depan. Coba lihat masa pergerakan kita, masa kemerdekaan, masa revolusi sampai paling terakhir ketika anak-anak muda jadi salah satu senjata yang menggulingkan orde baru. Anak-anak muda selalu ada di depan.

Tapi ketika masa sudah relatif tenang, mereka kemudian terlupakan sampai orang-orang tidak menyadari banyak masalah yang tumbuh dan membelenggu potensi anak-anak muda itu.

******

Pikiran saya sempat menerawang ke masa-masa ketika saya masih bisa dibilang muda. Namanya anak muda, mencoba sesuatu yang baru selalu menyenangkan dan kadang malah menantang. Dari hal-hal sederhana seperti mencoba merokok sampai hal-hal yang kadang membahayakan seperti mencoba minuman keras, seks bebas dan bahkan obat-obatan.

Beruntung saya selalu punya lingkungan yang relatif sehat dan jauh dari hal-hal yang membahayakan itu, atau mungkin saya beruntung melewati masa muda dalam kondisi kota yang masih peralihan dari kota kecil dengan adat yang ketat menjadi kota besar dengan adat yang lebih longgar sehingga derasnya sesuatu yang bernama modernisasi belum sekencang sekarang.

Dalam ingatan saya, lingkungan pergaulan menjadi kunci sangat penting dalam perkembangan masa muda. Lingkungan yang sehat dan positif sangat potensial membangun karakter yang positif dan sehat pula. Hal yang sama pasti berbeda pada lingkungan yang juga berbeda.

Anak muda yang penuh energi dan rasa ingin tahu itu tentu jadi sangat mudah terhipnotis lalu terbentuk oleh karakter-karakter yang ada di sekitarnya. Dan lingkungan jadi salah satu penentunya.

Setahu saya masih sangat sedikit kota di Indonesia yang punya keseriusan memperhatikan nasib orang mudanya. Hal paling sederhana yaitu membuatkan tempat-tempat yang nyaman bagi anak-anak muda berkumpul dan menyalurkan bakat, hobi serta mengembangkan karakter mereka.

Makassar mungkin sedikit beruntung, meski kotanya tidak bisa dibilang punya tempat yang nyaman buat anak-anak muda berkumpul tapi setidaknya anak-anak muda di kota ini masih punya kreativitas untuk menciptakan tempat mereka sendiri. Makassar pada akhirnya jadi lahan yang subur untuk tumbuhnya komunitas-komunitas kreatif dan gerakan-gerakan positif dari anak-anak muda kota ini.

Tapi tetap saja, masalah anak muda di kota Makassar tidak lenyap begitu saja. Cerita geng motor atau penjahat jalanan yang isinya anak-anak muda belasan tahun masih kerap jadi warna suram kota ini. Penyebab kehadiran mereka tentu beragam, tapi kalau disederhanakan bisa saja ini adalah tanda kalau anak-anak muda di kota ini masih banyak yang belum menemukan saluran positif untuk energi mereka yang besar.

Jadi anak muda memang tidak gampang, saya pernah menjalaninya. Makin terasa berat ketika ragam masalah di sekitar mereka justru menempatkan mereka pada posisi yang tidak nyaman. Anak muda sering digeneralisasi sebagai kaum pembuat rusuh atau bahkan ketika mereka hendak melakukan hal-hal positif orang-orang yang lebih tua menyuruh mereka diam dan fokus saja pada urusan belajar.

Jadi kalau kita berhasil melewati masa muda dengan sukses dan tidak terjerumus ke sisi gelap kehidupan maka seharusnya kita bersyukur, karena masih banyak anak-anak muda yang kehilangan arah dan dituding sebagai pembuat onar. Padahal mereka sesungguhnya hanya korban dari orang-orang yang lebih dewasa. Korban dari sebuah dinamika yang tak memihak kepada mereka. [dG]