Angel Lelga dan Kawan Saya

caleg
caleg
Ilustrasi

Pemilu sudah dekat, Anda sudah tahu siapa yang akan mewakili Anda di parlemen nanti?

Suatu hari di tahun 2009, kala itu pemilihan umum sudah menjelang. Saya tersentak ketika melintas di sebuah jalan dan menemukan poster calon anggota legislatif. Adalah wajah di poster itu yang membuat saya kaget. Wajahnya sangat saya kenali, seorang kawan yang dulu pernah sekantor tapi kemudian lama tak bersua karena dia memutuskan untuk keluar. Terus terang saya memang kaget, tidak menyangka si “anak kemarin sore” itu punya keberanian untuk maju sebagai calon wakil rakyat. Apalagi selama ini saya tahu sepak terjang kesehariannya seperti apa. Tapi, mungkin saja dia sudah berubah karena kami memang sudah lama tak bersua, begitu kata saya dalam hati.

Kami akhirnya bertemu beberapa bulan selepas pemilu dan dia gagal merealisasikan mimpinya menjadi wakil rakyat di tingkat kota Makassar. Dari obrolan tidak jelas kami akhirnya berakhir di obrolan tentang caleg.

“Sebenarnya bukan saya yang mau, Om yang memaksa saya maju jadi caleg.” Begitu katanya. Jadi si kawan ini sebenarnya tidak berminat jadi politisi – selama kami bertemanpun kami jarang membahas soal politik dan saya tahu dia tidak terlalu berminat dengan dunia itu- tapi salah satu saudara bapaknyalah yang memaksanya.

Entah apa yang ada di kepala om kawan saya itu, tapi dia nampaknya sangat bersemangat mendorong keponakannya untuk maju sebagai wakil rakyat. Dari cerita teman saya, omnyalah yang sibuk mengurus semua keperluan administrasi pencalonannya. Bahkan sang om juga yang menyiapkan dana kampanye termasuk persiapan logistik seperti kaos dan poster.

“Saya dikasih 5 juta buat bikin kaos kampanye, tapi 2 jutanya saya pakai di Nusantara hahaha.” Kata kawan saya itu sambil tertawa. Iya, saya tahu dia memang gemar mengunjungi kawasan lampu merah di Makassar itu. Itu juga salah satu alasan kenapa saya agak ragu ketika tahu dia mau maju sebagai anggota dewan. Dari sejak pertama mengenalnya saya tahu dia anak muda yang rajin mengunjungi panti pijat, klab malam, sesekali menenggak minuman keras dan sesekali berjudi bola. Saya tidak bisa membayangkan ada rakyat yang diwakili orang seperti dia di DPRD. Meski ternyata belakangan saya tahu kalau ada juga wakil rakyat yang hobinya mirip seperti kawan saya itu, sial!

“Sayang saya tidak lolos kak, kalau saya jadi anggota dewan saya kasih turun itu harga di Nusantara. Hahahaha..” Ujarnya lagi sambil tertawa lepas. Saya ikut tertawa sambil mengumpat.

Lima tahun kemudian pesta rakyat bernama pemilu itu kembali digelar. Kawan saya sudah tidak ikut mencalonkan diri lagi, mungkin sudah tidak berminat atau mungkin karena partainya sudah tidak boleh ikut pemilu lagi. Atau mungkin ada alasan lain, entahlah. Kawan yang satu itu tidak ikut mencalonkan diri lagi, tapi masih ada kawan-kawan lain yang maju sebagai calon anggota dewan. Saya mengenali dari poster mereka di pinggir jalan.

Beberapa di antaranya menurut saya punya cukup modal untuk jadi wakil rakyat, setidaknya mereka pintar, melek politik dan rajin sholat. Iya, saya tahu itu bukan jaminan tapi setidaknya ada harapanlah. Tapi beberapa kawan lain masih saya ragukan meski saya tidak mengenalnya lebih dekat. Mungkin saja saya salah, mungkin saja mereka punya kapabilitas lebih dari yang saya kira.

Beberapa waktu yang lalu media sosial dibuat terkekeh-kekeh oleh rekaman wawancara Najwa Shihab di acara Mata Najwa. Penyebabnya siapa lagi kalau bukan bintang tamu Mata Najwa malam itu. Namanya Angel Lelga, wajahnya rupawan dengan balutan hijab dan jaket warna hijau yang melambangkan partainya. Bertahun-tahun yang lalu saya mengenalnya sebagai seorang perempuan muda yang pernah jadi salah satu istri raja dangdut Rhoma Irama. Rupanya dia pemain film juga meski saya tidak pernah melihat aksinya sama sekali.

Lalu kenapa Angel Lelga jadi bahan tertawaan penonton dan pengguna media sosial? Anda tentu tahulah, mungkin Anda juga sudah sempat menyaksikan tayangan atau rekamannya di YouTube. Singkatnya, Angel Lelga yang berwajah rupawan itu jadi sasaran empuk tajamnya pertanyaan Najwa Shihab. Iya, Najwa yang itu. Najwa yang hampir selalu berhasil menusuk para bintang tamunya dengan pertanyaan yang tajam tanpa peduli seberapa pintar sang bintang tamu. Saya tidak bilang Angel Lelga tidak pintar sampai jadi bulan-bulanan Najwa Shihab. Mungkin Angel hanya sedang tidak awas saja dan kurang siap menerima pertanyaan tajam nan menusuk dari Najwa. Hasilnya, Angel menjawab terbata-bata dan berputar-putar tanpa jawaban yang jelas. Seperti sebuah pembantaian tanpa ada perlawanan berarti. Ini yang sukses membuat banyak orang tergeli-geli di depan layar kaca dan layar telepon pintar.

Kata seorang kawan yang rajin menulis tentang politik (mungkin dia akademisi yang berhubungan dengan politik) fenomena Angel Lelga ini serupa fenomena gunung es, dia hanya sial karena dihadirkan di Mata Najwa dan seakan diadili di depan jutaan rakyat Indonesia. Padahal Angel Lelga hanya satu dari ribuan calon wakil rakyat di Indonesia, calon wakil rakyat yang berebut kursi parlemen di April nanti. Mungkin saja (dan sepertinya pasti) banyak calon wakil rakyat lain yang kualitasnya setara Angel Lelga atau mungkin malah di bawah Angel Lelga. Bahkan kualitas para wakil rakyat yang sudah duduk di gedung parlemenpun bisa saja setara dengan Angel Lelga, atau sialnya malah di bawah Angel Lelga.

Sejak pemilu 2004, anggota legislatif sepertinya jadi salah satu profesi yang menarik bagi orang Indonesia. Rasanya melamar menjadi anggota legislatif sama seperti melamar jadi pegawai negeri sipil, diminati banyak orang. Maka setiap 5 tahun sekali ramailah jalan-jalan di kota dan desa dengan poster penuh senyuman orang-orang yang mengaku siap berjuang untuk rakyat, siap menderita bersama rakyat dan tentunya siap menjadi wakil rakyat. Mereka seolah membuat curriculum vitae, resume atau lamaran kerja yang disebar untuk memuluskan rencana mereka meraih profesi sebagai wakil rakyat. Pertanyaanya: benarkah mereka pantas mewakili kita, rakyat Indonesia?

Menjawab pertanyaan ini tentu tidak mudah, kecuali kalau kita tahu rekam jejak sang calon wakil kita itu atau setidaknya kalau mereka terekspos media seperti Angel Lelga. Tapi, berapa orang yang dari mereka yang benar-benar kita kenal? Berapa orang dari mereka yang beruntung – atau sial- karena terekspos media? Pasti persentasinya sangat sedikit kalau kita bandingkan dengan total calon wakil rakyat yang ada. Maka jangan heran kalau dalam kurun 5 tahun ini ada saja suara sumbang yang menyoroti tingkah polah wakil rakyat di parlemen. Orang-orang seperti kawan saya atau seperti Angel Lelga itu pasti banyak yang duduk manis di parlemen. Orang-orang yang menurut kita tidak pantas tapi berhasil merebut suara entah karena usahanya, entah karena popularitasnya, entah karena uangnya atau entah karena sedang beruntung saja.

Pemilu masih sekisar 3 bulan lagi, masih ada waktu untuk mencoba mencari tahu siapa saja yang berani mengaku siap mewakili kita di parlemen. Tapi bukan hal gampang ya? Saya sendiri masih bingung untuk mencari tahu siapa mereka dan bahkan masih belum tahu siapa yang mau maju sebagai wakil saya di parlemen meski katanya itu bisa dilakukan secara daring lewat laman KPU. Rasanya repot kalau kita harus meluangkan waktu lagi untuk mencari tahu siapa calon wakil kita di parlemen, kemudian mencari tahu visi-misi dan rekam jejaknya. Tapi, apa kita rela kalau sekali lagi parlemen kita dikuasi orang-orang seperti kawan saya itu atau orang-orang seperti Angel Lelga?

Sialnya jadi rakyat Indonesia. Sudah beban hidup berat masih pula harus direpotkan dengan urusan mencari tahu siapa calon wakil rakyat di parlemen. Tak heran masih banyak orang Indonesia yang tak mau pusing, asal coblos dan mungkin saja memilih untuk tidak memilih. MERDEKA! [dG]