Huru-Hara Tanda Pagar

sumber gambar: damarjuniarto.com
sumber gambar: damarjuniarto.com

Tanda pagar atau tagar atau hashtag ternyata bisa menimbulkan huru-hara, sesuatu yang dulu bahkan mungkin tidak terpikirkan oleh kita.

Dulu, sebuah gerakan melawan pemerintah dilakukan nyaris dengan cara tersembunyi. Isi gerakan banyak disebarkan melalui pamflet, poster atau selebaran yang selalu menghindari terang cahaya. Itu dulu, sebelum media sosial jadi hal yang jamak dan sangat akrab dengan keseharian kita.

Sekarang, ketika media sosial sudah jadi hal yang sangat jamak maka banyak gerakan yang kemudian tumbuh di bawah terang cahaya, bergerak terang-terangan bahkan ketika gerakan itu menyerang pemerintah atau sosok yang memerintah. Salah satunya adalah melalui jejaring sosial Twitter. Penandanya adalah tanda pagar atau lazim disebut tagar atau hashtag.

Di Indonesia, pengguna internet dan media sosial khususnya Twitter pasti sudah paham bagaimana tagar menjadi salah satu tolak ukur berhasil tidaknya sebuah gerakan. Semakin banyak orang yang berkicau dengan tagar tertentu maka semakin besar keberhasilan suatu gerakan. Soal apakah gerakan itu benar-benar berjalan di dunia nyata, itu hal yang berbeda. Toh sekarang memang jaman ketika tumbuh banyak clicktivism, orang-orang yang merasa telah melakukan sesuatu meski hanya dengan cara meng-klik.

Tapi itu hal yang berbeda, kita kembali mengobrol tentang tagar.

Sejak pemilihan presiden yang ramai beberapa bulan kemarin, tagar nampaknya makin populer menjadi satu bagian pertarungan para pemangku kepentingan di jagad Twitter. Mereka berlomba-lomba mempopulerkan jagoan mereka atau menyerang lawan mereka dengan tagar di Twitter. Tujuan utamanya adalah Trending Topic, kalau bisa World Wide Trending Topic. Tentu jadi sebuah kepuasan sendiri ketika tagar mereka masuk dalam daftar trending topic dunia, artinya makin banyak orang yang membaca tagar pilihan mereka dan syukur-syukur kalau orang paham pesan yang mereka bawa.

Saking pentingnya perang tagar sampai-sampai dunia per-tagar-an jadi lahan bisnis baru. Coba tengok, sekarang kita dengan mudahnya menemukan tagar yang berisi tawaran untuk mengangkat satu topik jadi trending topic, lengkap dengan pin BB sang penyedia layanan.

Cara mempopulerkan satu tagar memang berbeda-beda. Ada tagar yang memang populer dan jadi trending topic karena dibicarakan banyak orang dengan isi dan maksud yang sama tapi ada juga tagar yang jadi populer karena asal dipasang pada kicauan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan tujuan dari tagar itu. Hal yang kedua ini jelas adalah hasil kerja penyedia jasa layanan trending topic yang memelihara banyak akun robot.

Cara orang mempopulerkan satu tagar memang beragam, ada kesan kalau tagar itu yang penting hanya kuantitasnya saja. Soal kualitas itu nomor dua, yang penting tagar terpampang di daftar trending topic. Buat sebagian orang, tagar mungkin mengganggu, apalagi ketika tagar itu bernada negatif dan menyerang kewibawaan seseorang. Singkatnya, tagar jadi benar-benar tidak sesederhana dulu lagi.

#ShameOnYouSBY yang tiba-tiba menghilang

26 September kemarin muncul satu tagar yang dengan cepat jadi sangat populer dan masuk daftar trending topic dunia. Apalagi kalau bukan #ShameOnYouSBY. Tagar ini adalah bentuk kekesalan sebagian warga pada presiden SBY dan partai Demokratnya yang dianggap plintat-plintut dan tidak jelas sehingga menyebabkan kubu pendukung pilkada langsung jadi gigit jari. Dalam sekejap tagar #ShameOnYouSBY menjadi populer dan bertahan sampai berjam-jam.

Sehari kemudian tagar #ShameOnYouSBY mendadak hilang dari daftar trending topic Twitter. Menghilang begitu saja, padahal di jagad Twitter masih banyak orang yang berkicau dengan tagar itu. Asumsipun merebak, mungkinkah ada campur tangan pemerintah dalam menghilangkan tagar itu?

Sebagai informasi, sejak 2012 Twitter sudah memberlakukan data base Chilling Effect Clearinghouse yang memungkinkan siapa saja untuk mendaftarkan suatu konten tertentu dan meminta Twitter untuk menyensornya. Daftar ini dikelola oleh 8 sekolah hukum di Amerika Serikat dan Electronic Frontier Foundation (EFF). Cara ini sudah dilakukan oleh beberapa negara seperti Turki, Pakistan dan Rusia untuk menyensor konten atau akun tertentu. Jadi tidak benar kalau Twitter betul-betul bebas dari penapisan atau cencorship.

Nah berdasarkan kenyataan ini maka banyak orang yang kemudian berasumsi kalau pemerintah Indonesia juga melakukan hal yang sama, meminta Twitter untuk menghapus tagar #ShameOnYouSBY yang jelas mengotori wajah bapak presiden. Belakangan asumsi dan tuduhan ini dibantah oleh menteri Kominfo, bapak Tifatul Sembiring. Dalam twitnya beliau membantah kalau pemerintah Indonesia campur tangan dalam huru-hara tagar ini, beliau bahkan menambahkan kata anak baru gede atau ABG untuk mereka yang ribut-ribut soal tagar ini.

Lalu, kenapa tagar #ShameOnYouSBY bisa tiba-tiba hilang dari trending topic? Benarkah tagar itu menghilang karena alasan natural?

Tanggal 29 September kemarin pihak Twitter melalui juru bicaranya untuk kawasan Asia Pasifik, Dickson Seow akhirnya angkat bicara. Menurut pak Dickson, tagar #ShameOnYouSBY itu menghilang karena alasan alamiah, sama sekali bukan permintaan atau campur tangan pihak tertentu.

Penjelasan singkatnya begini: Twitter menghitung kecepatan pertumbuhan sebuah topik dalam rentang waktu tertentu untuk bisa menempatkannya dalam daftar trending topic. Ingat, yang dihitung adalah pertumbuhan suatu topik, bukan popularitasnya. Jadi sebuah topik yang dibicarakan ratusan orang akan lebih potensial masuk trending topic daripada sebuah topik yang dibicarakan puluhan orang meski mereka terus menerus membincangkannya.

Nah ketika topik itu kemudian mulai tidak menarik dan hanya dibincangkan oleh orang yang itu-itu saja maka dengan sendirinya topik itu akan keluar dari daftar trending topic. Berbeda jika misalnya topik itu terus dibincangkan oleh orang-orang baru meski mungkin jumlah percakapannya tidak terlalu banyak.

Penjelasan dari Twitter ini sekaligus mengakhiri spekulasi kemungkinan campur tangan pemerintah menghapus tagar #ShameOnYouSBY itu.

Satu catatan menarik buat saya dari semua huru-hara tagar ini, perjuangan jaman sekarang memang jadi semakin banyak ragamnya. Kalau dulu pejuang-pejuang dan aktivis menggunakan selebaran, poster dan pamflet untuk menyebarkan informasi gerakan mereka maka sekarang Twitter dan tagarnya jadi salah satu cara. Tidak heran banyak yang ribut ketika tagar mereka menghilang dari trending topic. Dunia memang benar-benar sudah berubah. [dG]

Sumber Bacaan:

Pemerintah, Kontrol Pada Twitter dan Perjuangan Yang Belum Selesai
Penjelasan Twitter Tentang #ShameOnYouSBY dan #ShameByYou