Ancaman Perpecahan Di Dunia Maya

Five Minarets In New York
Five Minarets In New York
Adegan Penangkapan Hadji Gumub di film Five Minarets In New York

Tanpa kita sadari, ancaman-ancaman perpecahan untuk negeri ini semakin besar. Dunia maya jadi salah satu alatnya.

APA YANG ADA DI KEPALA ANDA ketika melihat pria bersorban putih dengan jenggot panjang? Atau wanita yang menutupi hampir seluruh tubuhnya dengan kain hitam dan hanya menyisakan matanya saja?

Sewaktu kecil, orang-orang seperti itu membuat saya merasa mereka adalah orang-orang shaleh yang tingkat ketakwaannya sudah memasuki level tertinggi. Bukan hanya saya, sepertinya sebagian besar orang juga berpikiran sama dengan saya.

Sekarang, semua berubah. Melihat orang-orang dengan pakaian seperti itu, pikiran orang-orang tidak lagi memandang mereka sebagai orang shaleh dan bertakwa, tapi melihat mereka sebagai orang yang menakutkan yang lekat dengan bom, senjata dan tindak kekerasan. Memang tidak semua, tapi saya sering sekali mendapati orang yang berkomentar begitu entah serius maupun bercanda.

Selepas bencana 9/11 tahun 2001, pandangan orang tentang Islam memang banyak berubah. Amerika dengan medianya berhasil menciptakan citra Islam garis keras yang tidak segan menjadi pencabut nyawa orang untuk mencapai tujuan mereka. Islam garis keras itu kemudian diberi label teroris, perusuh dan pembunuh.

Lalu Indonesia diguncang bom Bali yang menewaskan ratusan orang. Pelakunyapun disinyalir berasal dari golongan Islam garis keras yang bereaksi setelah Amerika dan sekutunya merangsek ke Timur Tengah. Makin kloplah asumsi kalau Islam memang keras, teroris dan tak segan membunuh. Pelan-pelan asumsi itu makin menguat, apalagi melihat kalau sebagian pelakunya memang mengaku sebagai muslim yang taat. Di akar rumput, orang-orang mulai jengah dan kuatir melihat muslim berpakaian sorban dan jubah atau cadar berkeliaran. Kuatir mereka membawa bom di balik pakaiannya.

Muslim adalah teroris. Sadar atau tidak sadar pandangan itu menguat dalam kepala banyak orang.

*****

SAYA TIDAK PERCAYA KALAU CARA KEKERASAN itu adalah cara yang diajarkan sebuah agama, apalagi agama yang diturunkan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Bahwa pelakunya adalah penganut sebuah agama, tentu itu kembali ke diri mereka masing-masing. Entah mereka yang salah menafsirkan ajaran agamanya, atau ada hal lain yang mendorong mereka melakukannya. Atau, ada kepentingan lain yang lebih besar yang sengaja dipelihara untuk menjatuhkan citra satu kaum tertentu. Wallahualam.

Ilmu saya belum sampai ke tahap mengalisis latar belakang dari semua aksi radikalisme dan terorisme itu.

Yang saya tahu, aksi-aksi itu sudah makin melebar bahkan sampai ke dunia maya. Dari BNPT ada data bahwa situs-situs yang mengandung ajaran radikalisme sampai terorisme sudah mencapai angka 9.800 situs lebih di tahun 2014. Berkembang sangat pesat dari tahun 1998 yang hanya berjumlah 200 situs saja.

Saya kurang paham kriteria situs radikalisme dan terorisme yang dimaksud BNPT itu apa, tapi setahu saya mereka memasukkan situs yang mengajarkan perpecahan atau situs yang bahkan memberikan tutorial cara merakit bom dan membuat kerusuhan ke dalam golongan situs yang mengandung ajaran radikalisme dan terorisme.

Kriteria tentang situs-situs yang dianggap berbahaya memang masih belum jelas. Beberapa bulan lalu dunia maya Indonesia sempat dihebohkan dengan berita ditapisnya beberapa situs yang dianggap membawa muatan radikalisme dan perpecahan. Ini wajar karena tata kelola penapisan situs dan konten di Indonesia memang belum transparan dan belum melibatkan banyak pihak. Jadi wajar kalau ada yang berteriak memprotes.

Tapi sebenarnya seberapa besar bahaya dari situs-situ yang dianggap memberikan ajaran perpecahan itu? Entah buat Anda, tapi buat saya itu sangat berbahaya. Indonesia punya banyak latar yang berbeda. Dari agama sampai suku. Di satu sisi itu potensi, tapi di sisi lain itu adalah bahaya besar disintegrasi. Masih ingat kan berapa banyak nyawa melayang hanya karena beda agama dan beda suku? Itu bisa terjadi kapan saja dan di mana saja di negeri yang sesungguhnya rapuh ini.

Di jaman ketika internet semakin jamak, bahaya itupun dibawa ke dunia maya. Satu masalah kecil yang kebetulan melibatkan dua agama atau dua suku berbeda bisa digoreng jadi sajian perpecahan yang menyesakkan. Tinggal ditambah bumbu yang pas dan waktu yang tepat maka bum! Pecahlah pertempuran di dunia maya yang tinggal menunggu saatnya merembet ke dunia nyata.

Itu baru satu, di sisi lain kita juga bisa melihat makin terpojoknya satu kaum karena perbuatan sesamanya yang entah disengaja maupun tidak disengaja. Contoh paling nyata ya soal cara berpakaian yang saya cerita di atas. Di dunia maya juga sama, banyak orang yang mencoba menjadi muslim yang lebih baik tapi mulai dicurigai akan menjadi radikal dan berpotensi mengkafirkan orang lain atau bahkan menyerang orang lain.

Tanpa kita sadari perpecahan antar kita juga makin meruncing. Sesama muslimpun sudah mencurigai sesamanya, belum antar penganut agama berbeda atau suku berbeda. Internet malah dipakai sebagai alat untuk menumbuhsuburkan niat perpecahan itu. Di internet, bahaya perpecahan itu makin besar. Semua kembali ke kita, mau ikut saja atau berusaha tetap bersatu. [dG]