Tantangan Bekerja Dari Rumah
Bekerja dari rumah tidak semudah yang dibayangkan. Selalu saja ada gangguan dan godaan. Setidaknya buat saya.
Sudah sebulan lebih saya bekerja dari rumah. Tepatnya bekerja dari kamar kos. Saya mulai menikmatinya, menjadi normal yang baru. Tapi ya tetap saja, lingkungan rumah apalagi kos kadang memang tidak selamanya mendukung kegiatan bekerja. Ada saja yang jadi halangan atau minimal tantangannya. Tantangan yang membuat pekerjaan jadi terasa lebih berat atau selesainya lebih lama.
Posisi Meja Kerja Yang Tidak Nyaman
Kamar kos saya tidak dirancang untuk bekerja. Tidak ada meja tinggi yang bisa dipakai untuk bekerja. Sebenarnya ada, tapi satu-satunya meja di kamar ini terpakai sebagai tempat menaruh barang – utamanya alat-alat ketampanan – jadi tidak bisa digunakan untuk bekerja.
Maka, satu-satunya pilihan adalah duduk di lantai dengan menggunakan meja kecil sebagai tempat laptop. Nah posisi inilah yang kadang tidak nyaman bila dipakai bekerja selama berjam-jam. Kadang punggung terasa agak sakit. Awalnya mungkin saya masih bisa bekerja dengan posisi punggung tegak, tapi lama kelamaan tanpa disadari punggung mulai melengkung dan ini yang bikin capek.
Terus lama kelamaan juga pantat mulai terasa sakit, namanya juga duduk di lantai kan. Walaupun beralas karpet ya tetap saja tidak senyaman kalau duduk di kursi yang bantalannya lebih empuk.
Ini benar-benar tantangan karena kadang saya harus beristirahat setiap beberapa jam, minimal dua jam. Ini jelas tidak produktif, tidak seperti bila bekerja di kantor yang meja dan kursinya nyaman. Nyaman karena memang sudah dirancang untuk bekerja.
Gangguan Dari Tetangga Kos
Namanya lingkungan kosan, pasti macam-macam saja tipe penghuninya. Apalagi ini kos campur, ada beberapa penghuni yang punya anak kecil. Terus lagi kamar saya ada di paling depan, berbatasan langsung dengan parkiran kos yang biasanya jadi tempat bermain anak-anak. Makin kloplah gangguan itu.
Kadang namanya juga anak-anak ya, mereka itu suka sekali bermain dan tentunya dengan suara yang kencang. Kadang tertawa keras, kadang bertengkar, kadang saling meneriaki, kadang bahkan berkelahi dan diakhiri dengan tangisan kencang. Betul-betul sudah seperti suasana penitipan anak.
Terus terang ini berat karena artinya saya harus terganggu ketika butuh konsentrasi bekerja. Belum lagi kalau harus online meeting. Suara mereka benar-benar mengganggu.
Bahkan ada waktu ketika anak-anak itu mengintip ke dalam jendela kamar saya yang memang rendah. Bukan cuma satu orang, kadang sampai tiga orang. Mengintip lalu bertanya, “Om, bikin apa?”
Ingin rasanya berkata, “None of you f**king business!” Tapi tentu saja itu saya pendam dalam hati saja. Saya berusaha menjawab dengan muka sebal sambil dengan halus meminta mereka pergi. Kadang mereka mengerti, kadang juga tidak. Apalagi di kamar ada beberapa cemilan yang saya siapkan untuk kebutuhan selama di kamar. Kalau mereka lihat, maka mereka akan minta. “Om, minta kue itu kah.”
Satu-satunya yang membuat saya kuat adalah bahwa gangguan itu tidak sepanjang hari. Hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Saya membayangkan ibu-ibu dan bapak-bapak yang kerja dari rumah dan punya anak balita. Mereka bisa mendapatkan gangguan seharian penuh. Gangguan saya tidak seberapa dibanding mereka.
Gangguan selain anak-anak itu kadang dari orang tuanya juga. Ada orang tua anak-anak itu yang entah kenapa sering sekali marah. Memarahi anaknya. Anaknya masih asyik main dia sudah berteriak menyuruh anaknya pulang, kadang bahkan sampai dibarengi dengan bentakan dan (sepertinya) tarikan kasar supaya si anak pulang. Sesekali malah si anak kena pukul dari ibunya. Saya tahu karena terdengar dari kamar dan tentu saja dibarengi dengan suara tangisan keras si anak.
Saya yang awalnya kesal sama si anak karena membuat ribut, berubah jadi kasihan.
Godaan Tidur Siang.
Ini juga terus terang berat sekali. Kasur dan bantal dekat sekali dengan posisi saya bekerja. Hanya sepelemparan tisu, dan itu yang membuat aktivitas bekerja terasa berat. Apalagi setelah makan siang. Niatnya cuma mau duduk-duduk sejenak sambil menunggu nasi turun, ehhh tahu-tahu mata mulai 5 watt. Apalagi karena ada embusan angin sepoi-sepoi. Maka secara sadar dan tanpa tekanan, mulailah saya mencari posisi yang enak, menutup mata sebentar sebelum tahu-tahu terbangun dua jam kemudian.
Duh! Parah ya? Tapi ya mau bagaimana lagi, saya mahluk yang lemah di hadapan kasur dan bantal.
Namun biasanya ketika tergoda seperti ini saya akan membalasnya dengan bekerja sampai malam. Istilahnya hanya mengganti waktu kerja. Waktu kerja di siang hari dipakai untuk tidur, dan waktu tidur di malam hari dipakai untuk bekerja. Win-win solution, yang penting kerjaan selesai.
Masalah baru datang kalau kerjaannya membutuhkan batas waktu. Itu artinya saya harus sekuat tenaga melawan godaan bantal dan kasur yang seperti sepasang gadis muda berbikini di tepi pantai. Menggoda, melambai, dan mengajak mendekat. Luar biasa kerasnya godaan itu.
*****
Beberapa orang beruntung bisa menciptakan suasana rumahnya menjadi lebih nyaman untuk bekerja. Tapi tidak semua seperti itu. Ada juga yang sangat butuh kerja keras untuk tetap menumbuhkan etos kerja dari tempat yang tidak seharusnya dipakai bekerja. Suasana rumah yang santai harus bisa diubah menjadi suasana kantor yang lebih formil, minimal di siang hari. Dan ini berat, saudara-saudara! Tidak semua bisa dengan mudah mengatasinya.
Buat kalian bagaimana? Apa tantangan berat ketika bekerja dari rumah? [dG]
Kasur itu, sih, Daeng, tantangan terbesarnya. Apalagi kalau sudah lewat jam-jam makan siang. Habis makan, perut terisi, rokok sebatang sudah dihisap, mata jadi mengantuk. Hahaha…
dan semua terjadi begitu saja hahaha
Saya merasakan semuanya daeng ahahhahah. Paling mangkel kalau suara anak kos. Sini lagi rapat, tetiba anak kos teriak-teriak bahasa kasar bercanda dengan kawan lainnya. Pernah disentil sama direkturku,
“Itu yang ramai tempat siapa ya?”
Aku langsung mute akkakakakakkaka
Hahahaha itu sih ngeselin ya, apalagi kalau ngomong jorok gitu
saya sempat merasakannya, dan sekarang masih berlanjut. paling tidak enak jam siang , itu bantal na panggil terus ki tidur..hihi
hahaha kayak semangat sekali memanggil di?
Sama mas, senasib. Apa lagi kalau di rumah punya anak kecil lebih masyAllah lagi.
Godaan kasur juga sama sih, mumet dikit rebahan di kasur, tiba2 hilang kesadaran dong alias tidur wkwk.
padahal cuma mau merem sebentar ya niatnya?
hahahaha
tantangan kerja di rumah adalah tiap waktu harus selalu ‘ada’ ketika ‘dicariin’ bos / team.
2 – 3 menit ga jawab di aplikasi messaging, udah pasti langsung ditelepon (biasanya pakai aplikasi messaging tsb). tapi kalo ga jawab juga ditelepon pakai gsm.
padahal kalo di kantor, ga keliatan di meja, paling cukup nitip pesan ke rekan di sebelah. mau 10 menit, 15 menit juga masih tolerable 😀
hahaha iya juga ya. sense of belonging-nya makin tinggi
sebagai orang yang dulu beberapa tahun bekerja dari rumah, ada tips yang mungkin bisa diterapkan.
1. gunakan satu ruang atau area khusus untuk “kantor”, beli meja kerja dan kursi yang nyaman.
2. jangan pernah bekerja dari atas kasur.
3. mandi pagi dan dandan seperti layaknya mau ke kantor, ini membantu membentuk mindset bahwa akan bekerja
4. jangan lupa waktu. ini terjadi pada saya. kalo di kantor kan ada jam-jam untuk berangkat dan pulang, selama bekerja, batasan ini tidak ada.
5. urusan rumah, kadang memang bisa menginterupsi. jika ada urusan rumah, komunikasikan dengan rekan kerja.
6. komunikasi harus lebih intens. lebih baik overcommunicate.
soal menyediakan tempat khusus ini yang sulit untuk anak kos ?
kerja di rumah, boro boro bisa konsentrasi, dikit dikit di panggil suruh bantu ini itu , belum lagi kalau tetangga minta tolong,
Biasanya saya tetap di kamar, tapi berpakaian formal. Secara psikologis, gangguan untuk tidur bisa dieliminasi. Cara tersebut bekerja pada saya.