Sebenarnya, Berapa Biaya Hidup di Jayapura?

Ilustrasi

Perhitungan biaya kasar tentang biaya hidup di Jayapura. Sebagai gambaran, siapa tahu kamu hendak bekerja atau tinggal di sini.


SUDAH HAMPIR DUA BULAN saya hidup di Papua, tepatnya di Jayapura. Lebih tepatnya lagi di Abepura, sebuah distrik (setingkat kecamatan) yang letak sekira 15 km sebelah selatan pusat kota Jayapura. Dalam rentang waktu hampir dua bulan ini, saya sepertinya sudah mulai bisa mengikuti irama hidup di kota terbesar di Papua ini. Termasuk sudah mulai paham berapa biaya yang harus dikeluarkan agar bisa bertahan hidup di kota ini.

Nah di postingan kali ini saya akan coba membagikan – menurut pengalaman saya – berapa sebenarnya besaran biaya hidup di kota Jayapura, kota yang menurut BPS termasuk sebagai kota dengan biaya hidup tertinggi di Indonesia (bahkan masuk di urutan kedua setelah Jakarta).

Ada tiga variabel yang jadi dasar buat saya memperhitungkan biaya hidup di Jayapura, yaitu: akomodasi, konsumsi dan transportasi. Di luar variabel utama itu saya tambahkan variabel lain yang bisa jadi dianggap penting, tapi bisa juga dianggap tidak penting.

Akomodasi

Tinggal di Jayapura berarti harus punya tempat tinggal bukan? Dan tentu saja untuk pekerja kalangan menengah atau yang tidak mendapat fasilitas kantor, maka kamar kos atau rumah kontrakan akan jadi pilihan pertama.

Saya sendiri tinggal di kamar kos sederhana di Kotaraja, Abepura. Lokasi kamar kos saya dekat dari pusat keramaian, jadi tidak sulit untuk mencari makan. Jalan ke mall Abepura pun hanya butuh waktu sekisar 5-10 menit.

Kamar kos di Abepura – dan sepertinya di Jayapura juga – berkisar antara Rp.1.000.000,- sampai Rp.1.500.000,- per bulan. Ini harga untuk kamar kos tanpa perabotan, hanya kasur dan lemari. Harga Rp.1.000.000,- itu adalah harga untuk kamar tanpa kamar mandi dengan ukuran kira-kira 3x4m. Sedangkan Rp.1.500.000,- itu kamar yang sudah dilengkapi kamar mandi.

Untuk kamar yang lebih lengkap (ada perabotan, ada televisi, kamar mandi, AC dan dapur) di Kotaraja harganya berkisar antara Rp.2.500.000,- sampai Rp.3.000.000,- per bulan. Beberapa kamar juga sudah dilengkapi dengan wifi. Tentu dengan harga yang lebih mahal daripada kamar tanpa wifi.

Oh iya, waktu mencari kamar kos saya pernah menemukan juga satu kamar kos yang biaya sewanya Rp.600.000,- per bulan. Kamarnya sangat sederhana, berukuran kira-kira 2,5x4m dan hanya diisi satu tempat tidur plus kasur dan satu lemari kayu kecil.

Kalau memang akhirnya mengambil kamar kos tanpa perabot, berarti kamu harus siap dengan benda pendukung lainnya seperti piring, gelas, sendok, pemanas air dan lain-lain. Iya kan? Masak kos cuma tidur saja?

Kesimpulan, biaya akomodasi di Jayapura hampir sama dengan Jakarta. Relatif lebih mahal dari Makassar.

Konsumsi

Sebelum ke Papua, saya membayangkan harga makanan di sini mahal-mahal. Setelah tiba dan akhirnya tinggal sementara waktu di sini, saya sadar kalau tidak semuanya mahal.

Beberapa memang tergolong mahal bila dibandingkan dengan makanan sejenis di kota Makassar. Misalnya saja semangkuk coto. Di Makassar, semangkuk coto dan dua potong ketupat harganya bisa ditebus dengan Rp.20.000,- saja, tapi di Jayapura menu yang sama dengan mangkuk yang lebih besar ditebus dengan biaya Rp.35.000,-. Tidak terlalu mahal sebenarnya.

Harga makanan lain juga tidak terlalu beda jauh. Kadang saya masih bisa dapat satu porsi makanan di warteg seharga Rp.15.000,- . Isinya; nasi, tempe, ikan cakalang dan sayur. Masih murah kan?

Jadi kesimpulannya, soal makanan masih tidak terlalu menjadi masalah di Jayapura. Ragamnya bermacam dan harganya masih masuk akal. Tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya.

Transportasi

Sejak tinggal di Abepura, saya mulai biasa kembali naik angkot. Sesuatu yang tidak pernah lagi saya lakukan dalam rentang waktu yang sangat lama. Di sini saya naik angkot kalau mau menjangkau tempat yang agak jauh seperti Waena atau Sentani. Sedangkan kalau ke kantor, cukup berjalan kaki saja. Toh, kantor hanya berjarak kira-kira 1.7 km dari kosan. Paling kalau lagi malas jalan, saya naik ojek dengan biaya Rp.7.000,-. Aneh ya, masih ada ongkos ojek yang bukan kelipatan Rp.5.000,- ha-ha-ha.

Ongkos angkot di Abepura menggunakan perhitungan jauh-dekat dengan biaya Rp.4.000,- untuk taksi kecil dan Rp.5.000,- untuk taksi besar. Tidak usah kaget, di Jayapura semua angkot namanya taksi. Jadi kalau orang Jayapura bilang β€œnaik taksi”, itu berarti mereka naik angkot, bukan taksi betulan. Di Jayapura belum ada taksi soalnya.

Selain angkot, moda transportasi lain yang bisa digunakan adalah transportasi online Grab. Tapi sayangnya jumlah unitnya masih sedikit, apalagi yang Grabbike. Ongkosnya pun masih tergolong tinggi. Dari Abepura ke kantor gubernur di Jayapura kami membayar Rp.127.000,- dengan jarak kira-kira 13km. Termasuk mahal ya?

Bagaimana dengan ojek? Karena tidak ada ojek online jadi kita bergantung pada ojek pangkalan yang harganya bergantung pada kemampuan bernegosiasi. Kalau pandai bernegosiasi, maka harganya juga jadi lebih murah.

Kesimpulan, untuk biaya transportasi karena pilihan moda yang masih kurang jadi biayanya juga tentu saja tergolong lebih mahal.

Biaya Lain-lain.

Namanya orang hidup kan ya, tidak sepenuhnya hanya makan, tidur, kerja. Pasti butuh yang namanya hiburan. Kalau kamu akhirnya tinggal di Jayapura atau Abepura maka kamu tidak perlu kuatir. Hiburan di sini cukup lengkap, dari kafe buat tempat nongkrong, tempat karaoke, tempat belanja sampai bioskop (walaupun bioskopnya hanya ada di pusat kota Jayapura).

Biaya untuk menikmati hiburan itu mungkin sedikit lebih mahal dari biaya menikmati hiburan yang sama di Makassar. Tapi bedanya tidak terlalu banyak, mungkin kira-kira 5% saja.

Bagaimana dengan biaya internet? Di Papua hanya ada satu operator selular yang berjaya. Apalagi kalau bukan Telkomsel. Operator lain sayangnya tidak bisa berbuat banyak di sini, jadi ya tidak ada pilihan lain untuk operator selular.

Untung saja sekarang harganya sudah rata se-Indonesia, jadi kami di Papua bisa membeli paket internet sama dengan harga yang dihabiskan orang di Jawa. Tahun 2015 saya ingat masih pernah menjadi korban zona. Waktu itu di Manokwari saya harus menebus paket 2GB seharga Rp.120.000,-. Muahal!

Kesimpulannya, biaya hidup di Jayapura memang lumayan mahal. Setidaknya lebih mahal dari Makassar kayaknya. Tapi semahal-mahalnya biaya hidup di Jayapura, rasanya belum seberapa dibanding biaya hidup di Enarotali ibukota Paniai atau di Lanny Jaya. Setidaknya di Jayapura masih ada makanan seharga Rp.15.000,- sepaket dan tidak perlu membeli seekor ayam kampung seharga Rp.1.000.000,-

Jadi? Siap menerima tawaran kerja di Jayapura? [dG]