Bagasi Yang Menolak Ikut Ke Jakarta
Sebuah insiden kecil, bagasi saya tertinggal di Makassar dan menolak ikut. Untung saja semua ditangani dengan cepat dan profesional.
TIGA ORANG PEREMPUAN berdiri memenuhi bagian depan konter check in. Mereka sudah menyelesaikan proses check in dan sepertinya agak sedikit kerepotan dengan sisa barang bawaan yang akan dibawa ke pesawat. Saya diam sejenak, lalu meminta jalan untuk maju ke konter.
Mbak-mbak manis penjaga konter segera menyambut, menerima smartphone yang saya angsurkan. Detail penerbangan saya ada di sana. Si mbak manis berseragam biru itu menerimanya, lalu duduk kembali dan sibuk mengetik. Satu tas travel besar saya taruh di atas timbangan di samping meja konter.
Tiga perempuan itu masih sibuk di depan meja konter. Sepintas saya bisa mendengar kalau mereka memang agak bingung, bagaimana membawa barang bawaan mereka ke kabin. Saya tidak melirik barang bawaan mereka.
Tidak sampai lima menit proses check in selesai. Si mbak berseragam biru mengangsurkan tiket dan smartphone sambil menjelaskan jadwal keberangkatan dan gate. Kami bertukar senyum dan saya meninggalkan konter, menuju ke terminal keberangkatan.
Masih ada sisa waktu satu jam setengah. Saya menuju lounge Garuda, kebetulan saya memang belum makan siang dan tentu saja sekalian menantikan waktu keberangkatan.
“Daeng, adaka di Bangi Kopitiam,” pesan WhatsApp dari Iqbal masuk. Hari itu rencananya kami akan berangkat bersama ke Jakarta. Keesokan harinya kami akan menuju Bungo, Provinsi Jambi. Dua minggu ke depan kami akan terus menapaki ratusan kilometer dari Jambi dan berakhir di Padang, Sumatra Barat.
Saya baru bertemu Iqbal kira-kira 10 menit sebelum waktu boarding. Kami belum sempat mengobrol panjang ketika panggilan boarding bergema. Dengan barang bawaan kabin, kami beringsut ke pintu keberangkatan.
Iqbal berdiri di depan saya, mengangsurkan boarding pass-nya ke mbak-mbak berseragam biru di gerbang gate 3. Sekilas saya lihat di boarding pass-nya ada satu stiker kecil. Stiker bagasi. Tiba-tiba saya merasa ada yang janggal dengan boarding pass di tangan saya. Tidak ada stiker bagasinya! Tidak seperti boarding pass di tangan Iqbal.
“Lah, terus nanti saya ambil bagasinya bagaimana?” Tanya saya dalam hati.
Sepanjang perjalanan menuju pesawat saya masih terus menebak-nebak, kenapa di boarding pass saya tidak ada stiker bagasinya ya? Sampai akhirnya saya sadar kalau memang saat check in tadi tidak ada ada pertanyaan standar dari mbak-mbak petugas: ada bagasi pak?
Saya juga tidak ingat ada proses pengurusan bagasi seperti biasanya. Tas yang diberi label bagasi, lalu satu stiker kecil ditempelkan di boarding pass dan tas didorong ke atas conveyor belt yang membawa bagasi ke bagian lain.
“Waduh, jangan-jangan bagasi saya tertinggal,” saya mulai panik. Sepanjang perjalanan menuju Jakarta saya terus menebak-nebak kira-kira apa yang akan terjadi dengan bagasi saya nanti.
Bukan apa-apa, di tas travel berwarna hijau itulah semua pakaian untuk dua minggu tersimpan. Kalau sampai dia tertinggal dan tidak ikut ke Jakarta, saya harus pakai apa untuk perjalanan dua minggu ini? Masak iya saya harus belanja pakaian di Jakarta atau di perjalanan?
*****
SEMUA BAGASI SUDAH HABIS. Tidak ada lagi bagasi yang nongkrong dengan tenang di atas conveyor belt sambil berputar pelan. Kami sudah di Terminal 3 Ultimate bandara Soekarno Hatta waktu itu. Bagasi Iqbal sudah duduk tenang di atas trolley. Tinggal bagasi saya yang belum dan sepertinya nasibnya tidak jelas.
“Tunggu di sini nah. Saya ke sana dulu tanyakan bagasiku,” kata saya ke Iqbal.
Saya bergeser ke bagian bagasi yang ada di salah satu pojok bandara. Seorang petugas pria menyambut saya dengan ramah dengan seragam hijau tosca-nya. Dengan runut saya ceritakan masalah saya dan dengan cepat juga dia menanggapi.
“Bentar pak, saya coba telepon ke Makassar dulu ya,” katanya sambil beranjak ke bagian dalam meninggalkan meja konter.
Tidak sampai lima menit dia sudah kembali. Diangsurkannya handphone di tangannya.
“Ini tasnya pak?” Tanyanya sambil memperlihatkan foto tas di handphone-nya.
“Nah iya! Ini tas saya,” jawab saya agak sumringah. Setidaknya tas saya jelas keberadaannya, bukannya menghilang tanpa jejak.
Petugas itu langsung bergerak cepat. Mengetik pesan di handphone-nya sebelum memberikan solusi kepada saya. Katanya tas saya akan dititip ke penerbangan terakhir dari Makassar dan tiba sekira pukul 21:30 WIB.
“Tasnya bisa diambil malam ini pak, atau besok pagi paling cepat jam 6 pagi,” katanya.
Saya menyepakati besok pagi saja, repot juga kalau saya harus ke kota dulu terus balik lagi ke bandara malam ini. Besok pagi kebetulan penerbangan ke Bungo pukul 8, masih ada waktu lowong untuk menjemput tas dulu di terminal 3 sebelum ke terminal 2F. Si mas-mas petugas memberi saya selembar kertas yang bisa saya bawa besok ketika akan mengambil tas. Saya menyambutnya dan memberi ucapan terima kasih.
Total waktu yang saya butuhkan di konter bagasi itu tidak sampai 15 menit. Cepat dan ringkas dengan hasil yang membuat saya tenang.
Terpaksa untuk sementara malam itu saya membeli selembar baju kaos, pakaian dalam dan alat-alat mandi. Hanya untuk memperpanjang napas sampai tas saya kembali.
Pukul enam keesokan harinya saya sudah berada di terminal 3. Walaupun agak ribet dan harus mutar-mutar dulu untuk mencari pintu masuk, saya akhirnya bisa bertemu dengan tas hijau saya yang sampai dengan selamat tidak kurang apapun.
Saya sempat bercanda kalau si tas hijau itu menolak ikut dan lebih betah di Makassar. Untung saja dia akhirnya mau juga ikut ke Jakarta dan berikutnya ikut menemani saya hampir dua minggu melintasi Sumatra.
Dengan langkah ringan saya meninggalkan terminal kedatangan dan bertemu Iqbal di lantai dua. Kami lalu menantikan bis bandara menuju terminal 2F. Syukurlah insiden tidak berdarah tertinggalnya bagasi saya di Makassar bisa berakhir dengan menyenangkan. Si tas bisa dibujuk untuk ikut dan selanjutnya perjalanan dua minggu bersama dia juga lancar-lancar saja.
“Untung pakai Garuda daeng, aman ji bagasi ta. Coba kalau *tittt*, aihh bisa-bisa hilang mi,” kata seorang kawan di grup chat sambil menyebutkan salah satu maskapai yang mungkin bisa kalian tebak namanya. [dG]
Menangis bombayyy mi nakke klo bagasiku tertinggal.
hihihi semua kehidupan di sana ya?
sukur ya..
kebayang kalau pakai maskapai “titttt” itu.
istriku bagasinya tercecer di maskapai itu, sudah berbulan2 akhirnya tidak ketemu juga
Sepertinya Daeng butuh A*ua waktu check in.. Gagal fokus gegara 3 wanita rempong! ??
wahahaha kayaknya
saya malah asyik terdistraksi sama itu ibu-ibu tiga orang