5 Tempat Yang Selalu Saya Rindukan
Dari sekian banyak tempat di Indonesia yang saya kunjungi, lima tempat ini yang selalu membuat saya rindu untuk kembali lagi.
Saya sangat bersyukur, dalam dua tahun terakhir ini saya punya banyak kesempatan untuk mendatangi banyak tempat di Indonesia. Dari Sumatera di bagian barat sampai Papua di bagian timur. Dari Kalimantan di bagian utara sampai Sumba di bagian Selatan.
Perjalanan-perjalanan itu membuat saya mengenal banyak kebiasaan baru, melihat begitu banyak keelokan alam dan meresapi banyak cerita. Beberapa di antara semuanya membuat saya kemudian terpikir untuk datang dan datang kembali ke tempat-tempat itu. Entahlah, seperti ada sesuatu yang memanggil kembali.
Dari sekian banyak tempat yang saya kunjungi itu, setidaknya ada lima yang berada di urutan teratas. Kelimanya adalah tempat yang seperti selalu saya rindukan, ingin untuk kembali saya kunjungi, lagi dan lagi.
Tempat-tempat itu adalah;
Papua
Saya harus meletakkan provinsi paling timur di Indonesia pada urutan pertama. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Papua tahun 2012, saya sudah langsung jatuh cinta. Tidak usah bicara soal alam, Papua tidak akan mengecewakan Anda. Papua itu cantik di sekujur tubuhnya, mau pantai, gunung, danau, semua ada.
Tapi yang membuat saya terus rindu dengan Papua bukan cuma alamnya sahaja. Keunikan budayanya, ironisme kehidupan warganya, keramahan yang tersembunyi di balik tampang keras mereka, perjalanan hidup para pendatang, perjuangan warga asli melawan modernitas yang membuat mereka terhuyung-huyung, dan banyak lagi.
Papua meninggakan banyak tanda tanya dan rasa penasaran di kepala saya. Itulah kenapa saya ingin terus kembali ke Papua. Entah kapan.
Maluku
Saya baru sekali ke Maluku, setahun yang lalu. Dari Tulehu ke Seram, Sawai, lalu kembali ke Tulehu dan berakhir di Ambon. Maluku sudah membuat saya jatuh cinta, pada alamnya, pada kesederhanaan orang-orangnya, pada makanan lautnya yang segar, pada ucapan; ‘ah, seng usah bayar’ dari Mama Ina yang berjualan ikan di depan pelabuhan Tulehu.
Saya rindu pada tutur sopan orang-orang Maluku, ketika seorang anak dengan suara rendah berucap; ‘jang marah tante, tadi beta salah bilang’, hanya ketika dia sadar kalau dia sebelumnya salah memberi informasi kepada kami.
Tahun ini sempat terlontar usulan untuk kembali ke Maluku, tapi sayang karena pertimbangan tertentu kami berbelok ke Lombok.
Lombok
Dan inilah dia nama baru yang tiba-tiba melesat ke urutan ketiga!
Saya sudah empat kali ke Lombok, meski tiga di antaranya murni karena pekerjaan. Barulah pada kali keempat saya bisa menyempatkan diri menikmati pulau di sebelah Bali ini. Dulu, sebelum saya ke Lombok yang terbayang adalah pulau yang biasa saja seperti Bali. Indah tapi tidak membuat rindu.
Ternyata saya salah. Lombok berbeda, dia indah dan menerbitkan rasa rindu. Alamnya, orang-orangnya, budayanya yang merupakan perpaduan budaya Bali, Jawa dan sedikit Makassar membuat saya merasa Lombok begitu dekat dan begitu hangat.
Dia seindah Bali, tapi masih belum bersolek semenor Bali. Masih banyak tempat yang memungkinkan kita datang tanpa terlihat sebagai “uang yang berjalan”. Sesuatu yang mulai sulit ditemukan di Bali.
Sumba.
Pertama penasaran pada pulau ini ketika dia menjadi latar film Pendekar Bertongkat Emas. Lalu syukur karena salah satu tujuan dari pekerjaan saya adalah pulau di atas Timor ini.
Dan Sumba memang sangat menawan. Ironi tanah yang hijau dan kering dengan lautan biru menawan lalu sesekali diselingi bukit dan padang savana yang hijau, memberi warna tersendiri bagi pulau Sumba. Belum lagi kain tenunnya yang memikat.
Satu-satunya kelemahan pulau ini adalah tidak adanya makanan khas yang bisa dengan mudah kita temukan di rumah makan. Orang Sumba sepertinya memang tidak punya kebiasaan makan di luar. Makan buat mereka belum menjadi kegiatan rekreasi, jadi jangan heran kalau di pulau Sumba kita akan terjebak di makanan a la Jawa atau Padang.
Setiap kali saya bertanya; makanan khas di sini apa ya? Maka jawabanya adalah diam beberapa detik sebelum berakhir dengan; apa ya?
Tapi di luar itu Sumba tetap membuat saya rindu untuk kembali lagi.
Makassar.
Sebenarnya ini tidak perlu dijelaskan. Sejauh apapun saya berjalan, selalu ada keinginan dan kerinduan untuk kembali ke kota ini. Sesemrawut apapun lalu lintas di kota ini yang kadang sudah benar-benar menguji kesabaran, selalu ada keinginan untuk pulang.
Iya, pulang. Kota ini tentu saja adalah tempat saya pulang. Rumah, tempat saya beristirahat sejenak, sebelum berjalan kembali.
Horee.. perunggu! Lumayan..
Kalau waktu lebih lowong, kita ke Sembalun & Rinjani.