Ada Blok Di Dalam Blog

Stalin-Roosevelt-Churcill (foto: Google)
Stalin-Roosevelt-Churcill (foto: Google)

Di mana ada uang, di situ ada kepentingan dan akhirnya akan ada persaingan dan akhirnya akan ada blok yang bersaing.

Orang Inggris adalah orang dengan visi yang jauh ke depan. Sir Winston Churchill sudah mengira kalau Stalin akan mengembangkan pengaruh komunisme dan sosialisme di negara-negara Eropa Utara dan Timur. Karena itu Churchill berusaha menentang rencana Franklin D Roosevelt untuk menyerang Jerman via Normandia. Churchill lebih memilih memasuki Jerman via Italia agar ancaman pengaruh Rusia bisa dibendung.

Tapi orang Amerika terkenal dengan sifatnya yang ingin cepat beres. Roosevelt bergeming, dengan bantuan Stalin yang licik dia tetap memilih menyerang Jerman lewat Normandia. Kita tahu akhir ceritanya, Jerman akhirnya bertekuk lutut. Tentara merah Rusia berhasil tiba di Berlin lebih dulu dari tentara sekutu setelah sebelumnya melewati Hungaria, Rumania dan Polandia. Kekhawatiran Churchill terbukti. Rusia memang melebarkan pengaruh komunisme dan sosialisme ke negara-negara Eropa utara dan timur.

Perang dunia kedua memang akhirnya selesai ditandai dengan bunuh dirinya Hitler dan hancurnya kota Hiroshima dan Nagasaki beberapa saat berselang. Tapi perang dingin hanya menunggu waktu. Amerika di sisi barat dengan paham kapitalis melawan Russia (yang kemudian jadi Uni Sovyet) di sisi timur dengan paham komunisme dan sosialisme.

Perang antara blok barat dan timur berlangsung lama, nyaris 4 dekade. Mereka memang tidak berhadap-hadapan langsung di medan perang, tapi mereka selalu ada di belakang hampir semua perpecahan di dunia. Dari Perang Korea, Perang Vietnam, Perang Iran-Iraq, Perang Afghanistan sampai gerakan-gerakan separatisme di benua Afrika. Amerika selalu berusaha menghadang usaha Uni Sovyet melebarkan pengaruh, pun sebaliknya dengan Uni Sovyet. Di depan layar kaca pemimpin-pemimpin kedua negara selalu menebar senyum jika terpaksa bertemu dan bersalaman. Di belakang mereka selalu memutar otak untuk saling menyerang menggunakan tangan orang lain.

Blok barat dan blok timur selalu berebut kekuasaan, pengaruh dan tentu saja gelimangan uang. Idealisme hanya topeng, hanya tameng agar gerakan mereka mendapat simpati. Korbannya selalu negara kecil, negara yang katanya dari dunia ketiga yang sebagian memang dipimpin oleh megalomaniak haus kekuasaan.

Blok Di Dunia Berbeda.

Di mana ada gelimangan uang, kekuasaan atau popularitas maka di situ pasti ada kepentingan. Satu pihak punya kepentingan, pihak lainnya juga. Jadilah mereka bertemu dengan kepentingan yang berbeda-beda membentuk kutub yang saling tolak-menolak. Di dunia blogsphere juga begitu.

Saya tidak menyadarinya sampai kemudian sebuah kejadian di Pesta Blogger 2009 ramai dibicarakan teman-teman dari komunitas Anging Mammiri. Saya hanya meraba-raba, tidak terpikir untuk tahu lebih banyak. Kala itu teman-teman juga baru sebatas menggosipkan, belum ada keputusan untuk ikut atau menentang satu blok tertentu.

Setahun kemudian isu blok-blokan itu semakin kencang, apalagi ketika itu Rara salah satu founder Anging Mammiri jadi chairwoman Pesta Blogger 2010. Dua malam sebelum Pesta Blogger digelar saya terseret dalam sebuah rapat dewan jenderal yang membuat mata saya terbuka. Ternyata dunia blogsphere di Indonesia tidak sesederhana yang saya kira. Ada politik dan kepentingan yang saling tarik menarik. Sejak itu saya tahu ke mana saya harus mendoyongkan dukungan. Jelas ke arah Rara, tak mungkin kami meninggalkannya berjuang sendirian. Apalagi (menurut kami) perjuangannya murni untuk kepentingan yang lebih besar.

Tahun 2011 blok-blokan itu makin kencang ketika Pesta Blogger akhirnya dimuseumkan dan diganti dengan OnOff. Saya dan teman-teman tahu ke sisi mana kami harus berdiri. Tapi kami tahu diri, meski tidak sepaham dengan blok seberang kami juga bukan tipe orang yang sibuk menebar sindiran pada apa yang dikerjakan blok seberang. Tidak mendukung bukan berarti harus menentang bukan? Biarlah semua orang jalan sendiri-sendiri dengan pilihannya masing-masing. Kami juga tidak lantas merasa bisa jadi pahlawan dengan menyelamatkan kepentingan orang banyak. Terlalu naif.

Di tahun yang sama kami melihat ada satu blok baru yang tumbuh, blok yang menjanjikan sesuatu yang berbeda dari blok seberang. Dengan senang hati kami memilih berlabuh di sana meski tetap menjaga diri untuk tidak terlalu lekat dengan blok yang baru. Di tahun yang sama kami juga menolak undangan Asean Blogger Community di Bali. Kala itu hembusan angin masih terasa panas, kami baru saja memilih berseberangan dengan satu blok dan tak mungkin rasanya menerima undangan dari blok yang nyaris sama. Dengan berat hati kami menolak meski tetap teguh untuk tidak sinis dan menyindir gelaran acara tersebut. Sekali lagi, tidak mendukung bukan berarti menentang bukan?

Dua Tahun Kemudian.

Kemudian ada banyak peristiwa yang menyadarkan kami bahwa blok-blokan dalam dunia blogsphere ternyata sangat merugikan. Komunitas dan para blogger jadi terpecah, seakan diadu satu sama lain oleh sebuah kepentingan besar. Tidak ada yang benar-benar memikirkan kepentingan blogger selain para blogger dan komunitasnya sendiri. Di luar, angin panas sudah berhenti berhembus. Blok-blokan sudah tidak seperti 2 tahun sebelumnya.

Spanduk Asean Blogger Festival (foto: Asmarie.blogdetik.com)
Spanduk Asean Blogger Festival (foto: Asmarie.blogdetik.com)

Dan kemudian datanglah undangan dari Asean Blogger Festival di Solo. Kami tidak perlu berdebat lama untuk memutuskan apakah akan ikut atau tidak. Masa blok-blokan sudah lewat, sekarang saatnya bersenang-senang. Undangan kami terima dengan tangan terbuka, kami juga tidak mau dicap sombong atau lebih parah: dicap lekat dengan blok yang sebelah. Diskusi hanya seputar siapa yang akan berangkat? Dan kemudian diakhiri dengan keputusan mengirim orang lain selain saya. Ini alasan internal, sudah saatnya orang lain maju membawa nama Anging Mammiri. Masa Rara sudah lewat dan sebentar lagi masa saya juga akan berakhir. Tongkat itu harus mulai diserahkan ke orang lain. Dan berangkatlah Nanie dan Irha mewakili Anging Mammiri.

Poster Ngopi Kere (sumber:Gunungkelir.com)
Poster Ngopi Kere (sumber:Gunungkelir.com)

Di waktu yang sama di kota yang tak jauh dari Solo digelar acara Ngopi Kere. Undangan acara ini datang sebelum undangan ABFI di Solo dalam bentuk tag di Facebook. Konsepnya menarik, berkumpul apa adanya tanpa embel-embel sponsor dan seminar. Sayangnya, Jogja bukan sepelemparan batu dari Makassar. Butuh dana besar untuk bisa tiba ke sana dan karena judulnya Ngopi Kere jelas tidak ada dana transportasi untuk para undangan. Dengan berat hati saya hanya terpaksa melewatkan acara tersebut meski berarti harus melewatkan juga pertemuan dengan beberapa karib blogger.

Saya memang sempat berpikir kalau Ngopi Kere ini adalah tandingan ABFI, bagaimanapun trauma blok-blokan itu masih ada. Tapi pendapat saya berubah ketika mencari tahu tentang acara Ngopi Kere yang setahu saya adalah acara rutin yang digelar teman-teman blogger di Jogja. Mungkin hanya kebetulan saja waktunya bersamaan, pikir saya. Sampai acara berlangsungpun saya tidak berpikir kalau ada sindiran atau twit sinis tentang acara ABFI dari peserta Ngopi Kere. Soal ini baru saya dapati dari tulisan di blog McXoem. Ternyata (katanya) ada peserta Ngopi Kere yang menyindir gelaran ABFI.

Entah, saya mungkin beruntung karena selama penyelenggaraan Ngopi Kere dan ABFI saya tidak benar-benar menemukan twit berisi sindiran untuk kedua acara. Mereka yang twitnya saya ikuti dan ikut dalam kedua acara sibuk dengan kegiatan mereka dan menyisakan pikiran dalam kepala saya, ah senangnya mereka yang bisa bertemu dan berkumpul sesama blogger. Sungguh, saya baru tahu tentang sindir-sindiran itu dari blog McXoem dan kemudian dari cerita kawan yang datang ke ABFI.

Perang dingin antara blok timur dan blok barat diakhiri dengan jatuhnya komunisme dan pecahnya Uni Sovyet. Sejak saat itu perang dingin tinggal kenangan. Amerika dengan kapitalismenya bisa berbangga dan menganggap diri sebagai pemenang. Di dunia blogsphere Indonesia, buat saya perang dingin antar blok juga sudah selesai. Saya dan teman-teman sudah pernah ikut ambil bagian di dalamnya dan menetapkan keberpihakan. Tapi waktu sudah berganti, ragam pelajaran menyadarkan kami kalau semua perang dingin antar blok itu sesungguhnya hanya merugikan kita para blogger dan komunitas blog.

Perang dingin Amerika vs Uni Sovyet merugikan banyak negara ketiga, mengoyak perekonomian banyak negara dan menyisakan genangan darah dan cerita sejarah yang kelam sementara kedua negara sibuk mengumpulkan kuasa, kepentingan dan tentu saja keuntungan. Saya tiba-tiba merasa blogger di Indonesia seperti negara ketiga di dunia, diadu satu sama lain untuk kepentingan yang lebih besar. Atau jangan-jangan kita saja yang sibuk mengadu diri padahal sesungguhnya blok-blokan itu tidak ada?

Sudahlah, saya toh tak mau juga menjadi seperti pengurus PSSI. Sibuk saling sikut dan memperjuangkan kepentingan pribadi maupun politis padahal belum pernah memberikan sesuatu yang berarti untuk negara ini. Sudahlah, mari ngeblog saja. Soal kubu, blok atau apapun itu biarlah diatur orang yang lebih besar saja. Tugas saya hanya ngeblog dan mungkin juga memberi kritik. Kritik, bukan sindiran.

Jadi, sudah ngeblog hari ini? [dG]