Mengobrolkan Sepakbola
Hanya sebuah curhatan kecil ketika merasa kehilangan teman-teman yang bisa diajak bercerita tentang sepakbola
Sepakbola adalah salah satu kesukaan saya. Sesuatu yang bisa membuat saya bangun hingga tengah malam atau bangun subuh hanya untuk menonton pertandingan sepakbola. Sesuatu yang membuat saya bisa menonton YouTube berjam-jam untuk melihat rekaman pertandingan atau pembahasan lain tentang sepakbola. Pokoknya sepakbola adalah sesuatu yang menurut saya jadi bagian dari kehidupan saya.
Membicarakan sepakbola juga tentunya jadi sesuatu yang sangat saya senangi. Sayangnya, hal itu sudah lama tidak saya lakukan.
Waktu masih muda – belasan tahun – saya punya teman-teman yang sama-sama hobi sepakbola. Kami bisa menonton sepakbola bersama, bahkan waktu gelaran Piala Dunia 1994 kami sama-sama menghabiskan waktu dari malam hingga subuh hanya untuk menonton pertandingan sepakbola di televisi.
Bukan hanya menonton, kami bisa berjam-jam mengobrolkan tentang sepakbola. Mengobrol tentang klub kesukaan kami, pemain kesenangan kami, sampai analisis pertandingan yang baru saja kami tonton. Sesekali kami juga bermain sepakbola bersama.
Sayangnya kami berpisah. Saya harus pindah rumah yang jauh dari mereka. Walhasil kami akhirnya jarang bertemu lagi dan saya sempat kehilangan teman ngobrol sepakbola. Ketika mulai bekerja saya mulai kembali bertemu dengan teman-teman yang sama-sama senang sepakbola.
Kebetulan di kantor lama ada beberapa orang yang juga hobi sepakbola. Kami mulai menonton pertandingan sepakbola bersama-sama, walau hanya di momen besar seperti Piala Dunia atau Piala Eropa. Sesekali juga kami menonton pertandingan penting di ajang Champions. Pernah di hotel, pernah juga di rumah kawan. Secara rutin kami juga bermain sepakbola di lapangan dekat kantor.
Memang tidak semua bisa diajak mengobrol tentang taktik atau analisis pertandingan. Hanya ada satu-dua orang yang bisa sama-sama membedah sebuah pertandingan atau memprediksi sebuah pertandingan. Sisanya hanya penikmat saja.
Di momen itu saya kerap dijadikan semacam acuan untuk sepakbola. Entah jadi tempat bertanya atau bahkan pernah juga jadi tempat memprediksi hasil untuk kepentingan judi. Intinya saya dianggap cukup mumpuni untuk urusan sepakbola, baik sebagai penonton maupun sebagai komentator. Padahal saya sendiri tidak merasa seperti itu.
Kehilangan
Bertahun-tahun kemudian saya pindah tempat kerja, dan tentu saja berpisah dengan teman-teman yang sama-sama menyukai sepakbola itu. Kami tidak lagi menghabiskan waktu bersama untuk menonton sepakbola atau mengobrolkan sepakbola.
Dan mulailah saya kehilangan teman-teman yang bisa diajak untuk menonton atau mengobrolkan sepakbola. Ada sih beberapa teman, tapi mereka rupanya tidak “segila” saya atau teman-teman yang dulu bisa saya ajak mengobrol tentang sepakbola. Mereka sekadar suka, nonton sesekali, tapi tidak benar-benar mengikuti, apalagi mengobrolkan tentang taktik atau analisis sepakbola.
Ada momen ketika saya merasa kehilangan teman-teman itu. Kehilangan teman untuk sama-sama mengobrolkan sepakbola, membicarakan taktik atau analisis pertandingan. Saya hanya bertemu teman-teman yang sama-sama suka bola, sama-sama menonton pertandingan, tapi tidak sampai mengobrolkan tentang taktik, analisis, atau perkembangan dan isu sepakbola terkini.
Memang berasa ada yang hilang, ada yang tidak lengkap. Bagi saya sepakbola sebenarnya bukan hanya melihat dan menonton saja, tapi juga membicarakan hal-hal yang tak tampak kasat mata. Taktik, analisis, isu, atau apa saja di luar lapangan itu sangat menyenangkan.
Untungnya sekarang sudah ada kanal YouTube atau podcast yang bisa saya jadikan acuan untuk menyegarkan pengetahuan atau isu tentang sepakbola. Meski begitu, tetap berasa kurang karena tidak ada interaksi seperti kita berbicara dengan manusia.
Yah begitulah. Hidup memang selalu ada perubahan, dan kehilangan teman-teman yang bisa diajak mengobrol tentang sepakbola adalah sebuah perubahan dalam hidup saya. Mau bagaimana lagi? [dG]