Agustinus Wibowo, seorang traveler yang naik satu tingkat dengan mencoba menuliskan tentang perjalanannya ke beberapa negara Asia Tengah dan Asia Selatan lengkap dengan pemaknaan dari perjalanan tersebut.
Sepertinya semua orang punya mimpi untuk berjalan ke negeri-negeri yang jauh dari kampung halaman. Beberapa di antaranya mungkin bermimpi untuk bisa keliling dunia, tapi hanya sedikit yang berani dan berhasil mewujudkan impiannya. Selebihnya menyimpan impian itu sebagai mimpi yang bahkan kadang terlupakan.
Dari beberapa orang yang berhasil mewujudkannya, tersebutlah seorang pria kelahiran Lumajang, Jawa Timur bernama Agustinus Wibowo. Lelaki berdarah Tionghoa ini berhasil menjejakkan kaki ke beberapa negara yang sebagian di antaranya asing di telinga orang Indonesia. Negara-negara seperti Tajikistan, Turkmenistan, Kazakshtan, bahkan ke negara yang akrab dengan perang seperti Afghanistan.
Deretan perjalanan dengan ragam kisah dan pemaknaan di dalamnya kemudian dikumpulkan Agustinus dalam 3 buku. Awalnya hanya dari catatan di blog pribadi Avgustin.net yang dimaksudkan sebagai catatan sederhana sekaligus pemberitahuan kepada kawan-kawannya tentang tempat yang sedang dipijaknya. Belakangan catatan di blog yang menurutnya adalah versi RAW dari catatan perjalanannya kemudian menarik perhatian penerbit.
Berikut adalah review dari ketiga buku tersebut. Review lengkapnya sudah pernah saya buat dalam beberapa postingan, review ini lebih ke cerita di balik pembuatan buku ini berdasarkan hasil obrolan dengan sang penulis beberapa waktu yang lalu.
1. Selimut Debu [2011]
Buku setebal 461 halaman ini adalah kumpulan kisah perjalanan dan petualangan Agustinus Wibowo selama di Afghanistan. Di negara yang akrab dengan kata perang, bom, kematian dan kerusuhan ini Agus mengaku menemukan banyak pelajaran penting tentang kehidupan. Perjalanan Agus ke beberapa daerah di Afghanistan bukanlah perjalanan wisata meski dia juga mengakui kalau dia tertarik mendatangi banyak tempat karena keunikan pemandangan dan budaya setempat.
Selimut Debu adalah buku pertama yang ditulis Agustinus. Prosesnya sudah berlangsung ketika kisahnya sudah mulai dimuat di kompas.com dalam bentuk cerita bersambung dengan judul: perjalanan ke negeri-negeri Stan.
Agustinus mengaku buku ini awalnya memang kurang meledak karena namanya memang belum banyak dikenal orang waktu itu ditambah lagi belum ada promosi besar-besaran yang mendukung pemasaran buku ini. Belakangan Selimut Debu dicetak ulang dengan sampul berbeda karena semakin banyak dicari orang menyusul terbitnya buku-buku Agustinus yang lain.
Agustinus juga mengaku kalau segmentasi dari buku Selimut Debu ini memang lebih kecil karena hanya potensial memikat perhatian orang yang tertarik pada negeri bernama Afghanistan. Isi dalam buku ini juga lebih banyak tentang petualangan.
Di dalam Selimut Debu ada banyak sisipan informasi tentang budaya dan sejarah Afghanistan. Agus mendapatkan semua informasi itu dari beragam buku tentang Afghanistan yang dibawanya selama perjalanan.
Review saya tentang Selimut Debu bisa dibaca di sini.
2. Garis Batas [2011]
Buku ini bisa dibilang sebagai kumpulan cerita yang berserakan di kompas.com, isinya tentang perjalanan ke negeri-negeri Asia tengah pecahan Uni Sovyet yang berakhiran Stan. Dalam Garis Batas cerita yang ditampilkan terasa lebih dalam karena bukan hanya tentang petualangan saja tapi juga tentang makna dari sebuah perjalanan.
Terasa sekali kalau gaya menulis dan sudut pandang Agustinus mengalami pertumbuhan. Perjalanan ke negara-negara yang gamang selepas berakhirnya cengkeraman Uni Sovyet. Beragam masalah, gesekan dan pertentangan entah baru maupun lama membuat Agus banyak merenung. Ada banyak persoalan yang hadir di sekitar kita yang sesungguhnya berasal dari satu muara: garis batas. Entah garis batas yang imaginer atau yang jelas-jelas terlihat.
Menarik membaca kisah hidup, sejarah dan kebudayaan orang-orang yang hidup di Asia Tengah. Semua dipaparkan dengan sangat menarik oleh Agustinus dalam Garis Batas.
Review saya tentang Garis Batas dapat dibaca di sini.
3. Titik Nol [2013]
Ini adalah pencapaian tertinggi dari seorang Agustinus Wibowo, dan dia sendiri mengakuinya. Titik Nol adalah puncak dari semua perjalanannya selama ini. Agus mengaku kalau proses membuat buku ini adalah proses paling berat yang pernah dia alami. Bukan hanya butuh waktu panjang (sampai 2 tahun) tapi juga sangat menguras energi dan emosi.
Buku ini sangat personal, berisi tentang kisah perjalanan seorang anak yang pada akhirnya pulang. Agustinus sudah berjalan ribuan kilometer, tapi pada akhirnya dia menggali makna tentang perjalanan dari ibunya yang justru tidak pergi kemana-mana.
Agustinus Wibowo mengakui kalau proses merampungkan Titik Nol sangat berat karena dia harus berhadapan dengan ketakutan terbesarnya yaitu berhadapan dengan diri sendiri. Draft awalnya berisi banyak cerita yang sangat personal yang ditumpahkannya semua hingga nyaris tak bersisa. Setelah melalui proses penyaringan, kisah-kisah yang sangat personal itu disimpan buat dirinya sendiri dan hanya kisah yang lebih umum yang dibagikan kepada pembaca.
Agustinus mengaku kaget melihat reaksi pembaca atas buku Titik Nol ini. Reaksinya sungguh beragam, ada yang mengaku takut untuk menyelesaikan isi buku ini tapi ada juga yang mengaku sangat larut dan menikmati. Bahkan ada yang mengaku tertawa terbahak-bahak sekaligus menangis sesegukan membaca Titik Nol.
Spektrum pembaca buku Titik Nol ini memang lebih luas dari dua buku sekaligus karena dalam buku ini termaktub beragam kisah tentang perjalanan yang harusnya memang dimaknai oleh setiap individu. Buku ini bukan hanya perjalanan berpindah tempat, tapi perjalanan jauh ke dalam diri sendiri yang memerlukan perenungan dan komtemplasi yang dalam.
Kata Agustinus, buku ini sebenarnya adalah prequel dari dua buku terdahulu karena kisah dari buku ini adalah kisah-kisah awal ketika dia mulai menikmati perjalanan. Di buku ini juga tertulis jelas cerita perjalanan yang naif dari seorang Agustinus.
Membaca Titik Nol memang sangat menyenangkan meski itu berarti kita harus siap ikut menguras emosi dalam ragam renungan tentang perjalanan.
Review buku Titik Nol dari saya bisa dibaca di sini.
Kalau ditanya buku mana yang paling saya sukai? Maka ini akan jadi kesulitan sendiri bagi saya. Ketiganya punya keunikan masing-masing dan yang jelas saya menikmati ketiganya. Jawaban saya mungkin akan sangat subjektif tapi setidaknya itulah yang saya rasakan. Buat yang baru ingin mengenal Agustinus Wibowo maka saya hanya menyarankan kalau bisa mulailah dari Selimut Debu karena kisah di dalamnya lebih ringan dan penuh petualangan.
Trilogi tulisan perjalanan dari Agustinus Wibowo ini sekarang menjadi 3 buku favorit saya. Dan tentu saja Agustinus jadi penulis favorit saya. [dG]
…
Aku bcnya mlh dri titik nol dulu : )