Hingga akhirnya setelah mengelana begitu jauh, si musafir pulang, bersujud di samping ranjang ibunya. Dan justru dari ibunya yang tidak pernah ke mana-mana itulah, dia menemukan satu demi satu makna perjalanan yang selama ini terabaikan.
Apa yang dicari oleh para pejalan? Oleh orang-orang yang menyeberang lautan, melewati senti demi senti daratan, mendaki meter demi meter pegunungan, menelan semua kesulitan dan berkawan semua kesusahan itu? Sebuah pengalaman yang jadi bekal untuk diceritakan kepada kerabat, saudara, sahabat atau anak cucu? Atau sekadar kumpulan kisah dan deretan foto yang bisa dipamerkan kepada orang lain?
Setiap pejalan punya tujuannya sendiri-sendiri. Setiap pejalan punya satu titik yang ingin dicapainya, punya mimpi yang ingin diraihnya dan punya makna yang ingin ditelusurinya sadar ataupun tidak.
Buku Titik Nol; Makna Sebuah Perjalanan adalah sebuah catatan tentang perjalanan panjang seorang lelaki muda bernama Agustinus Wibowo. Selama 10 tahun Agus meninggalkan Lumajang, dimulai dari menuntut ilmu di Beijing hingga kemudian menceburkan diri ke negara-negara eksotis di Asia Tengah.
Awalnya adalah mimpi untuk berjalan dari Beijing ke Afrika Selatan. Langkah awal adalah menyeberang ke Tibet, kemudian Nepal, India dan Pakistan. Tapi mimpi panjangnya harus beristirahat di Afghanistan, di Kabul yang selalu ramai oleh ledakan bom, desingan peluru dan tentu saja selimut debunya.
Namun mimpi perjalanan panjang melintas benua itu harus terhenti oleh sebuah kabar, ibunda terkena kanker! Dan musafir itu akhirnya harus meletakkan mimpinya sejenak, menyeberangi lautan, kembali ke tanah kelahirannya; pulang! Di samping ibunda dia bersujud, luruh semua cerita perjalanan panjang dan kebanggaannya menaklukkan banya negara yang keras dan kejam. Di samping ibunda dia hanya jadi seorang anak yang selalu merasa belum berbakti, hanya bisa merasa kerdil melihat kekuatan hati seorang wanita yang sudah membesarkannya dengan keringat dan air mata.
Tapi justru di samping ibundanyalah dia mengerti tentang makna perjalanan yang selama ini dicarinya.
Buku Titik Nol memang sebuah buku tentang perjalanan, tapi anda tidak akan menemukan tips-tips perjalanan atau harga penginapan dan transport di dalamnya. Titik Nol menceritakan sebuah perjalanan yang jauh lebih dalam. Tentang perjalanan ke dalam diri sendiri yang direfleksikan dengan perjalanan panjang ke beberapa negara yang tak lazim.
Di bagian awal buku ini ada kisah perjumpaan Agustinus dengan orang-orang peziarah Tibet yang begitu tabah merangkak berpuluh-puluh kilometer, dengan orang-orang Nepal yang begitu tangguh mendaki gunung, dengan kota-kota yang sudah mulai memoles diri mengikuti arus modernitas dan tentang Lasha yang mengecewakan karena sudah benar-benar komersil.
Setelahnya ada cerita tentang India yang berbeda dengan film Kuch Kuch Hota Hai, tentang negeri yang begitu ramai, padat dan tidak teratur serta penuh dengan tipu daya dari supir rickshaw dan para calo. Dari India, Agustinus yang kemudian berkawan dengan hepatitis bergerak ke Pakistan, tepatnya ke daerah Kashmir yang baru saja diguncang gempa dahsyat. Di sini keharuan menyeruak, bagaimana sebuah kota yang baru saja dihantam gempa ternyata masih berisi orang-orang yang penuh semangat dan tidak pernah berlama-lama tenggelam dalam kesedihan setelah bencana.
Di bagian akhir buku ada cerita tentang Afghanistan, negeri cantik yang diselimuti debu dan wajahnya selalu dicoreng perang, bom, desingan peluru, kemiskinan dan ketidakpastian nasib. Agustinus sudah pernah menuliskan banyak tentang negeri ini di buku Selimut Debu.
Membaca Titik Nol ibarat membaca sebuah skenario perjalanan seorang anak manusia yang sebenarnya lugu dan selalu berpikir semua orang baik hingga akrab dengan tipu daya, pencopet dan bahkan pelecehan seksual. Skenario ini seperti grafik, ada ketegangan, ada keharuan, ada kelucuan dan tentu saja ada perenungan yang dalam. Skenario tentang perjalanan yang benar-benar penuh makna.
Titik Nol dimulai dengan kepergian dan diakhiri dengan kepulangan. Di antaranya ada banyak kisah yang pantas untuk direnungkan, tentang makna sebuah perjalanan.
- Judul : Titik Nol, Makna Sebuah Perjalanan.
- Penulis : Agustinus Wibowo
- Penerbit : PT, Gramedia Pustaka Utama 2013
- Tebal: xi + 552 halaman
[dG]
Huaaah, pengen buku ini. Tapi yang Selimut Debu aja blom baca. Aih andai masih di Makassar, mau pinjem.
Jadi dari 1-5, buku ini dapat berapa bintang, Daeng?
sebenarnya kurang suka ngasih2 bintang buat sebuah karya orang, hihihi
buat saya semua karya punya nilai sendiri-sendiri dan orang juga berhak menilainya sesuai perspektif dan seleranya sendiri-sendiri.
pokoknya saya suka buku ini, itu aja 😀
menurut daeng, Titik Nol atau Selimut Debu yang lebih recommended? bukan apa-apa. cuma mau nyisihin buat beli buku 😀
kalau saya sarankan sih mulai dari Selimut Debu dulu. Titik Nol agak berat, semacam final dari semua kisah kalau saya bilang
review yang menarik. buku yang bagus dan diulas dengan bagus pula 🙂
makasih mas Dimas 🙂
Ooh buku ini ya yang kita’ maksud?
Sepertinya bagus yaa
wow ini perjalanan, 🙂
I like it?