Adapun wanita lemah lembut manja , Wanita dijajah pria sejak dulu, Dijadikan perhlasan sangkar madu ~ lagu Sabda Alam
Sepekan terakhir ini ada berita yang lumayan menarik perhatian pengguna media sosial bahkan sampai dibawa ke ranah diskusi informal di dunia nyata. Seorang penyair besar berinisial SS (meski saya yakin semua sudah tahu siapa itu SS) dituduh melakukan kekerasan seksual pada salah satu mahasiswinya yang membuat si korban menanggung malu, depresi dan bahkan membawa janin yang sudah berumur 7 bulan dalam kandungannya.
Tepat di waktu yang sama saya sedang melahap sebuah buku, judulnya: Melibas Sekat Pembatas, 15 kisah nyata intrik pemerawanan yang ditulis oleh Langit Kaha Wong@Teleng. Saya terus terang baru mendengar nama sang penulis, tapi kita lewatkan saja. Toh saya memang tidak banyak tahu nama penulis, lebih senang fokus pada bukunya.
Buku ini menarik, di dalamnya ada kisah-kisah perih para wanita yang jadi korban kebuasan pria tak bermoral. Pria-pria yang melakukan apa saja untuk bisa mencicipi tubuh perempuan, utamanya sebuah selaput tipis yang terlanjur jadi seperti sebuah raihan tertinggi bagi anak manusia. Keperawanan namanya. Selaput tipis di kelamin perempuan ini sejak ribuan tahun jadi sebuah magnet yang sangat kuat menarik nafsu dan pikiran liar para pria. Berlomba-lomba mereka mengejarnya, melakukan apa saja untuk bisa merobek selaput tipis itu seolah-olah itu adalah titik tertinggi kepuasan seks.
Dalam lembaga resmi bernama perkawinanpun keperawanan ditaruh sebagai salah satu syarat, setidaknya dalam adat sebagian besar suku di muka bumi ini. Pria yang tak berhasil menemukan tetesan darah dari istrinya di malam pertama adalah pria yang tidak beruntung, pria merugi bahkan digolongkan sebagai pria tanpa kebanggaan dan harga diri. Wanita yang tak bisa mempersembahkan keperawanan di malam pertamanya adalah seburuk-buruknya wanita, seburuk-buruknya istri.
Terpujilah wanita yang bisa menjaga selaput daranya dan mempersembahkannya hanya buat sang suami di malam pertama. Berbanggalah pria yang bisa menyobek selaput dara sebanyak yang dia mau.
Pameo seperti ini bertahan ribuan tahun dan masih bertahan bahkan di masa ketika manusia sudah menciptakan iOS dan Android. Pameo ini pula yang membuat pola pemburu dan mangsa, pria jadi pemburu selaput dara dan wanita adalah mangsa yang siap disobek atau mangsa yang bisa bertahan. Pria sebagai pemangsa tentu punya strategi sendiri. Sebagian melakukannya dengan mengandalkan tenaganya yang secara alamiah lebih besar dari tenaga sang buruan, sebagian lagi melakukannya dengan akal busuk yang terbungkus strategi rapi dan kesabaran tinggi.
Dalam buku Melibas Sekat Pembatas diceritakanlah ragam strategi para pria pemangsa itu dalam mengincar buruannya. Ada yang menggunakan cara halus, membuat dirinya seolah-olah mahluk tak berdaya yang tertimpa kesialan dan karenanya patut menerima perhatian, rasa kasihan dan elusan lembut yang menenangkan. Cara ini efektif karena wanita pada dasarnya memang berperasaan halus dan gampang menjatuhkan empati, apalagi pada pria yang sudah terbingkai sebagai pria baik-baik di kepalanya.
Ada pula pria yang memanfaatkan kekuatannya, fisik maupun non fisik. Pria dengan kedudukan tinggi dan kekuasaan besar punya kesempatan lebih besar untuk menuntaskan hasratnya memburu mangsa, wanita yang dianggapnya lebih lemah. Ada pula pria yang memanfaatkan cinta untuk mendapatkan mangsa. Pria memberi cinta untuk mendapatkan seks (atau lebih spesifik keperawanan) sementara wanita memberi seks (atau lebih spesifik keperawanan) untuk mendapatkan cinta. Klop!
Buku Melibas Sekat Pembatas memang terkesan nakal dan sekali lagi menempatkan wanita sebagai objek, tapi ini adalah realita! Tidak peduli seberapa maju peradaban, selalu saja ada kondisi yang menempatkan wanita sebagai objek para pria. Buku ini hanya perulangan dari ribuan kisah yang mungkin sudah sering kita dengar dari pelaku atau dari orang yang menceritakan temannya teman.
Meski perulangan, tapi Melibas Sekat Pembatas perlu untuk dibaca lagi. Perlu untuk menyadarkan kita bahwa pemangsa itu masih ada, bersiap memangsa wanita-wanita terdekat kita. Wanita-wanita yang kita kasihi. Bacalah, sebarkan pada wanita-wanita yang kita kasihi, semoga mereka tak jadi korban para pemangsa. Amin [dG]
ini dijual dimana daeng?
Hmm.. ternyata tak ada modus yg diterangkan dalam review ini :((
Apa ada yang pake doti diceritakan di buku itu?
Ck ck ck ada2 saja ya orang2 itu. Mudah2an anak2 kita terhindar dari hal2 seperti ini ….
Judulnya bagus banget. Nggak nyangka isinya seperti itu. Kirain kisah perjuangan. Duh, bakalan pusing bacanya
waktu buku ini di bahas di halimun, sy jadi penasaran. setelah tadi malam baca sekilas, ternyata buku ini pernah saya baca beberapa tahun yang lalu cuma lupa judulnya :))
Bukan cuma 15 kisah nyata daeng, tapi ada 25 cerita di dalamnya 🙂
Sekian dari saya *menghilang*