Selepas membaca Maiasaura

Judul buku                             :   Maisaura

Penulis                                     :   Lily Yulianti Farid

Penerbit                                  : Panyingkul!-Makassar

Maiasaura adalah salah satu jenis dinosaurus yang hidup pada jaman pra-sejarah. Dalam beberapa catatan para arkeolog, Maiasaura disebut sebagai “good mother lizard”. Bentuknya memang lebih mirip kadal, dan kemudian terkenal karena perhatiannya sebagai seorang ibu. Mungkin karena sifat ini pula maka Lily Yulianti Farid menjadikan Maiasaura sebagai sebuah “tokoh” dalam cerpennya, sekaligus sebagai judul buku kumpulan cerpennya yang kedua.

Maiasaura berisi 9 buah cerpen, 8 di antaranya adalah cerpen baru yang ditulis dalam kurun waktu antara April hingga Juni 1008. Hanya satu yang merupakan cerpen lama, ditulis pada tahun 2006.

Tak jauh berbeda dengan buku terdahulunya-Makkunrai, Maiasaura ini juga meletakkan wanita sebagai tokoh sentral dalam setiap cerita, meski ada beberapa cerita yang menggunakan lelaki sebagai tokoh utama. Latar belakang penulis yang pernah mendalami kajian jender dan pembangunan di Universitas Melborne tentu saja menjadi alasan kuat mengapa dia memilih bercerita banyak tentang wanita.

Hanya saja yang sedikit membedakan Makkunrai dengan Maiasaura ini adalah fokus terhadap masalah seputar wanita yang diangkat. Bila di Makkunrai, Lily Yulianti lebih banyak berkutat dengan berbagai masalah wanita dalam lingkup lokal, maka di Maiasaura Lily Yulianti lebih banyak mengangkat masalah wanita secara global, bahkan mendunia.

Dalam Makkkunrai, kita bisa menemukan berbagai masalah atau tantangan untuk para wanita yang berkaitan dengan budaya termasuk feodalisme, vonis terhadap wanita yang belum menikah dan isu-isu lokal seperti flu burung dan korupsi maka dalam Maiasaura kita akan menemukan berbagai masalah yang menimpa beragam wanita dari berbagai dunia.

Ada cerita tentang aktifis wanita yang menghilang selepas menggelar aksi demonstrasi, ada cerita tentang perjuangan wanita Palestina yang harus mempertaruhkan nyawa bahkan untuk sekedar melewati pos penjagaan tentara Israel serta beragam cerita lainnya tentang wanita dari berbagai belahan dunia.

Latar belakang profesi sang penulis sebagai seorang jurnalis tentu memungkinkan dirinya menemukan berbagai bahan mentah yang bisa diolah menjadi sebuah karya sastra berkualitas. Bahan mentah yang saya maksudkan di sini tentu saja berupa berbagai laporan tentang berbagai hal yang terjadi di belahan dunia. Dari berbagai bahan tersebut, entah yang berhubungan langsung dengan kehidupan seorang wanita ataupun tidak tentu bisa disalinnya menjadi sebuah cerita fiksi yang bermutu. Tentu saja dengan bantuan skill dan kepekaan yang tinggi.

Membaca dua karya Lily Yulianti yang berupa kumpulan cerpen akan jelas sekali terasa bahwa dia sedang berusaha menggelar sebuah pendidikan kesadaran jender melalui karya sastra. Sebuah bentuk pendidikan yang tak lazim atau lebih halusnya belum populer di negeri kita. Bagi saya pribadi, ini adalah sebuah langkah yang sangat patut diacungi jempol. Sebuah langkah yang tidak berkesan simbolik dan artifisial meski tentunya masih sangat sulit diterima di negeri di mana sebuah karya sastra belum mendapatkan penghargaan sebagaimana mestinya.

Lily Yulianti bagi saya adalah sosok yang tak pernah berhenti menguncang decak kagum. Hingga saat ini saya masih belum bisa mengerti dari mana dia memperoleh segala energi yang terkesan selalu melimpah ruah itu. Di balik kesibukan profesionalnya sebagai seorang jurnalis, dia masih sempat untuk melahirkan karya-karya yang sangat berkualitas. Selain itu, Lily Yulianti juga masih bisa menyempatkan diri untuk mengurusi www.panyingkul.com selain tentu saja kesibukan sebagai seorang ibu yang harus mengurusi seorang bocah lelaki.

Kita rasanya sangat membutuhkan lebih banyak lagi wanita setangguh Lily Yulianti Farid. Wanita yang mampu menciptakan karya sastra bermuatan pendidikan tanpa harus membuat kening berkerut. Selama ini tantangan terbesar bagi para sastrawan adalah bagaimana menciptakan sebuah karya yang tidak saja berkualitas namun mampu menarik minat para pembaca awam yang tak terlalu mengerti tentang sastra. Dalam tingkatan tertentu saya menganggap kalau Lily Yulianti telah berhasil melakukannya.

Sungguh sebuah karya berkualitas yang sangat disarankan bagi anda peminat sastra, apalagi bagi anda yang concern terhadap pendidikan jender.