Pesan Moral dari Spons Kuning

Spongebob Squarepants

Anda pernah nonton Spongebob Squarepants ? Suka ?

Saya seorang penggemar Spongebob meski mungkin bukan penggemar berat. Hampir setiap pagi saya menyempatkan minimal setengah jam untuk menyaksikan film kartun produksi Nickeledeon ini, minimal setengah jam sehari sebelum ke kantor. Awalnya cuma karena terpaksa, maklum Nadaa jatuh cinta pada karakter spons berwarna kuning ini. Lama-lama saya melihat kalau beberapa episode Spongebob Squarepants ini sarat dengan ajaran moral yang positif.

SpongeBob adalah karakter ciptaan Stephen Hillenburg, seorang biologist kelautan dan sekaligus animator. Episode awal Spongebob lahir pada tanggal 1 Mei 1999 meski sebenarnya Hillenburg sudah lama menciptakan tokoh Spongebob, tepatnya sekitar tahun 1984 ketika mengajar tentang biologi kelautan di Ocean Institute di Dana Point, California.

Perlahan-lahan, si karakter yang diceritakan hidup di dasar laut di sebuah kota bernama Bikin Bottom itu meraup popularitas dari para pecinta kartun. Bukan hanya mereka yang masih berumur belia tapi kalangan yang lebih dewasapun ada yang tergila-gila pada Spongebob dan kawan-kawan.

Nah kembali ke topik. Seperti yang saya bilang tadi, bila mencermati beberapa episode Spongebob jelas sekali terlihat kalau ada beberapa pesan moral positif yang bisa kita ambil dari cerita kartun ini. Berikut adalah beberapa contohnya :

Saya lupa judul episodenya karena biasanya memang saya tidak terlalu memperhatikan judul episode. Episode dimulai dengan adegan Spongebob dan Patrick yang berdebar-debar menantikan alat penghisap debu yang mereka pesan.? Ketika kemudian pengisap debu itu akhirnya tiba Spongebob dan Patrick kemudian bersenang-senang. Kejahilan mereka kambuh, selang penghisap debu diarahka ke sana ke mari, menghisap apa saja yang bisa dihisap sambil tentu saja tertawa riang. Tawa yang bagi Squidward sangat menjengkelkan.

Si tetangga yang tak pernah suka pada duet Spongebob dan Patrick itu makin jengkel ketika Spongebob dan Patrick malah menggunakan penghisap debu itu untuk menghisap rumah Squidward. Bukan cuma debu tapi segala jendela dan pintu jadi ikut terhisap. Ketika dikembalikan, rumah Squidward malah hancur berantakan. Kondisi ini betul-betul membuat Squidward marah, kesal dan ketika sebuah iklan tentang rumah khusus buat kaum Squiddy muncul di TV tanpa pikir panjang Squidward memutuskan pindah ke kompleks perumahan itu.

Awalnya Squidward merasa luar biasa senang, rasanya seperti berada di surga. Sepanjang mata memandang tidak ada nanas, tidak ada spons laut dan tidak ada bintang laut. Yang ada hanyalah deretan rumah yang rapih dengan bentuk yang sama. Semua orang-orangnya berpenampilan nyaris sama dengan kelakuan dan hobi yang sama.

Namun, kebahagiaan itu ternyata dengan cepat berubah menjadi kebosanan. Squidward merindukan masa-masa gila ketika dia terganggu oleh Spongebob, terganggu oleh sifat naif, jahil dan kadang goblok dari pasangan Spongebob dan Patrick. Ujung-ujungnya Squidward memberontak. Dia melabrak aturan, keseragaman dan keteraturan yang ada di kompleks Squiddy itu hingga akhirnya dia diusir dan kembali ke rumah lamanya yang terhimpit antara rumah nanas milik Spongebob dan rumah milik Patrick.

Pesan moral :

Keragaman itu indah. Sesuatu yang terlalu seragam, teratur dan monoton pasti akan dengan cepat menimbulkan rasa bosan. Sebuah kehidupan yang beragam, berbeda-beda dan penuh warna akan membuat kita terus merasa tertantang untuk mempelajari hal-hal baru dan tentunya membuat kita makin menikmati hidup.

Selain itu ada satu lagi episode yang cukup membekas buat saya.

Ceritanya Spongebob berduel dengan raja Neptunus si dewa laut. Neptunus menantang Spongebob membuat burger untuk semua penonton yang ada dalam arena. Karena aslinya seorang dewa maka Neptunus tentu punya kekuatan yang jauh di atas manusia biasa.

Dengan kekuatan dan kemampuan dewanya dia membuat puluhan burger dalam waktu singkat. Semua burger itu kemudian disebar ke seluruh penonton yang hadir. Sayangnya, meski diciptakan dalam waktu singkat burger tersebut ternyata tidak mampu menyenangkan penonton karena rasanya yang tidak karuan.

Sementara itu Spongebob melakukan cara yang berbeda. Dia memang hanya membuat satu burger, tapi prosesnya panjang. Dia memotong roti dengan perlahan, memanggang patty dengan penuh perasaan, menyiapkan selada dengan penuh kasih dan diakhiri dengan membuat ikon senyum dari mayonaise pada permukaan patty. Dia menganggap semua proses itu selayaknya proses merawat dan membesarkan seorang anak manusia, penuh perasaan dan kasih sayang.

Hasilnya ? meski awalnya dicibir oleh Neptunus tapi begitu mencicipi burger buatan Spongebob sang raja lautan itu jadi tergila-gila karena rasa enaknya yang luar biasa. Akhirnya, duel itu dimenangkan oleh Spongebob yang meski kalah dari kuantitas tapi menang dari segi kualitas.

Pesan moral:

Sesuatu tidak selamanya dinilai dari kuantitas karena biasanya kualitas lebih penting. Selain itu, sesuatu yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh, dengan penuh perasaan, dengan penuh kesungguhan sambil memberikan sentuhan kasih sayang yang tulus pasti hasilnya akan sangat luar biasa. Berbeda dengan sesuatu yang dikerjakan a la kadarnya, tanpa perasaan dan tanpa kasih sayang.

Itu dua contoh episode Spongebob yang punya muatan pesan moral positif. Tentu saja bila kita mau merenungkannya. Jadi, siapa bilang film kartun itu dangkal ?

Besok pagi, nonton Spongebob ya..?