My Travel Mate

Ini masih tentang traveling. Kali ini saya mau cerita tentang beberapa karib saya yang dalam kurun waktu setahun ini selalu setia menjadi teman saya setiap kali saya melakukan sebuah perjalanan. Sebagian besar di antaranya memang adalah barang-barang yang kadar kegunaannya sangat besar karena selalu bisa mempermudah perjalanan saya.

Oke, mari kita lihat siapa saja travel mate saya itu.

Tas Ransel
Yup, ransel memang menjadi pilihan utama saya dalam ber-traveling. Alasan pertama adalah karena sifatnya yang praktis dan gampang dibawa ke mana-mana. Tinggal angkat sedikit dan taruh di punggung, selesai dah. Tinggal jalan. Ransel juga gampang dibawa berlari-larian dan pembebanannya relatif lebih rata di antara kedua bahu sehingga tidak gampang capek.

Ini tentu berbeda dengan tas travel yang dijinjing atau diselempangkan di bahu. Pembebanannya hanya jatuh pada salah satu bahu saja sehingga tentu saja lebih gampang bikin capek. Sampai sekarang saya juga belum punya tas koper yang beroda. Meski tas seperti ini relatif lebih gampang dibawa ke mana-mana karena beroda tapi rasanya agak kurang layak dipakai untuk mengejar-ngejar bus atau angkot. Kesannya malah seperti salesman alat-alat rumah tangga. Selain itu, koper beroda rasanya terlalu tua untuk saya, tidak sesuai dengan dandanan traveling yang lebih banyak berkaos oblong, celana pendek dan sandal gunung.

Saya punya 9 buah ransel. Mereka adalah 2 buah carrier, 1 buah ransel sedang dan 6 buah ransel kecil. Biasanya sekali jalan saya membawa 2 ransel. 1 ransel besar berisi pakaian dan pernak-perniknya yang dibuka hanya apabila telah sampai di tujuan, 1 lagi ransel kecil yang isinya pernak-pernik yang terpakai selama perjalanan.

Buku

Ada saat-saat di mana ada banyak waktu yang harus dibunuh. Menunggu waktu boarding di bandara, selama dalam pesawat, menunggu bus di terminal atau selama dalam bus.? Nah, salah satu senjata favorit saya untuk membunuh waktu seperti itu adalah buku. Setidaknya dalam satu perjalanan saya membawa minimal satu buku, atau kadang lebih kalau saya merasa buku yang satu sebentar lagi akan habis. Biasanya jumlah buku akan bertambah dalam perjalanan pulang, apalagi kalau tujuannya ke Djogja.

MP3 Player

Ini juga salah satu senjata favorit saya untuk membunuh waktu. MP3 player atau minimal handphone yang dibekali earphone adalah teman setia selama perjalanan. Biasanya dipadukan dengan senjata lain yaitu buku. Jadi, selama membaca buku MP3 player atau handphone juga tetap setia memutar lagu yang biasanya hanya berisi lagu-lagu dari 1 band saja, Pearl Jam.

Celana Kargo
Nah, karena banyak barang yang harus dikantongi dan harus siap dicabut kapan saja, maka celana kargo jadi pilihan utama. Terserah, mau celana kargo yang panjang atau yang pendek, yang jelas harus punya banyak kantong. Biasanya dua kantong depan akan berisi uang receh di sebelah kanan dan handphone di sebelah kiri.

Kantong lainnya yang berada di samping akan berisi rokok plus korek, tiket dan boarding pass. Kantong belakang isinya dompet di sebelah kanan dan sapu tangan di sebelah kiri. Klop sudah.

Kamera Digital

Jalan-jalan tanpa dokumentasi rasanya kok basi. Makanya dalam setiap kesempatan saya selalu berusaha membawa kamera digital sebagai bahan untuk mendokumentasikan perjalanan. Sayangnya karena sekarang kamera digital saya bermerek Samsung A40 sudah tidak berfungsi sama sekali. Untuk menggantinya masih belum ada dana, apalagi saya mikir lebih baik sekalian menggantinya dengan kamera digital SLR, minimal Nikon D90.

Akhirnya karena sekarang statusnya tidak berkamera lagi, maka setiap kali bepergian saya harus mencari pemilik kamera yang berkenan meminjamkan kameranya meski itu artinya saya harus siap dengan oleh-oleh khusus untuk pemilik kamera yang rela kameranya saya culik.

Korek Ballpoint
Saya tidak tahu nama aslinya apa, yang jelas ini adalah korek yang tersembunyi dalam? ballpoint. Setahun yang lalu, seorang teman-namanya Ikhsan-menghadiahkan ballpoint ini ke saya. Saya baru sadar kegunaannya ketika beberapa kali korek saya disita di bandara. Nah, karena bentuknya yang seperti ballpoint maka petugas bandara tidak menaruh curiga sehingga kemudian saya bebas membawanya masuk ke ruang tunggu.

Kenapa saya sangat tergantung pada korek ? yah, tahu sendirilah. Saya seorang perokok, jadi masa menanti boarding yang biasanya berjam-jam biasanya membuat saya tidak tahan kalau tak mengepulkan asap, dan bayangkan bagaimana betenya jika perokok memegang rokok tapi tanpa korek. Jadi, korek berbentuk ballpoint itu jelas jadi salah satu andalan ketika korek biasa kena sita petugas bandara.

Nadaa Fathiya Farah
Naaahh..ini dia travel mate paling mengasyikkan untuk saya. Dalam kurun waktu setahun belakangan ini setidaknya sudah 5 kali (bolak-balik) saya melakukan perjalanan bersama Nadaa. Bocah 6 tahun ini sangat asyik dibawa jalan-jalan. Dia sangat gampang diurus, tidak rewel, tidak cengeng dan tidak banyak maunya. Dibawa jalan kaki beratus-ratus meter dia oke saja, diajak tidur di bandara dia manut saja, bahkan diajak tidur di lantai bis dia oke saja. Kelebihan lainnya, dia punya spontanitas yang bisa menghibur. Bikin bete langsung lenyap.

Catatan perjalanan Nadaa sudah dimulai sejak berumur kurang dari 60 hari. Waktu itu dia, saya dan bundanya sudah menempuh perjalanan darat dari Semarang ke Surabaya yang kemudian dilanjutkan dengan perjalanan udara ke Makassar. Bukan dengan bis ber-AC lho, melainkan bis Ekonomi. Perjalanan selama kurang lebih 14 jam itu memang sempat membuat dia rewel setibanya di Makassar. Rupanya ada urat di punggungnya yang menegang tapi setelah diurut dia bisa tenang kembali dan tidur nyenyak.

Nadaa pernah juga naik kapal laut dan tidur di kelas ekonomi dan berdesal-desakan karena penumpang membludak menjelang lebaran. Turun di Surabaya dilanjutkan dengan naik bis yang penuh sehingga dia terpaksa tidur di lantai bis, di lorong antara 2 kursi. Nadaa juga pernah terpaksa tidur di bandara karena kami nyampe bandara terlalu pagi. Tapi itulah Nadaa. Bocah 6 tahun ini sudah kelihatan punya bakat jadi pengelana. Dia selalu asyik-asyik aja, tidak pernah mengeluh dan selalu kelihatan happy selama perjalanan.

Satu-satunya yang menyulitkan saya hanya apabila tiba waktunya untuk buang air kecil. Awalnya bingung mau masuk ke WC mana. Masuk WC cewek ya jelas tidak mungkin meski Nadaa juga berjenis kelamin perempuan. Kebayang kan bagaimana hebohnya WC cewek kalau saya cuek masuk dan mengantarkan Nadaa pipis. Bisa-bisa bonyok saya digebukin orang satu WC. Masuk WC cowok juga agak-agak risih, apalagi Nadaa sudah tidak balita lagi. Makanya jalan satu-satunya yang sering saya tempuh adalah mencari WC cowok yang sepi dan syukurlah karena sering berhasil. Atau kalau di tempat umum ya nyari WC yang unisex sehingga tidak perlu risih atau takut dibonyokin orang.

Yah, sodara-sodara, itulah 7 karib saya dalam melakukan perjalanan setidaknya dalam setahun belakangan ini. Perjalanan rasanya kurang lengkap apabila salah satu dari mereka tidak ikut serta sehingga wajar kalau saya bilang mereka adalah Travel Mate saya.

Nah, bagaimana dengan kalian ? apa punya travel mate sendiri ?