KOIN, PRITA dan KEADILAN
Seorang teman saya- namanya Kele – datang dengan sekantong plastik kecil berisi uang logam dalam berbagai nominal. Saya tidak tahu jumlahnya berapa tapi jelas berpuluh-puluh ribu rupiah.
“ Ini sumbangan Naufal untuk ibu Prita”, katanya ketika menyerahkan kantong plastik kecil itu ke saya. Naufal adalah nama anak pertamanya, usianya belum 3 tahun saya rasa.
Sehari sebelumnya saat pertama kali saya mengedarkan kaleng berisi koin sumbangan untuk Prita, Kele memang sudah cerita kalau dia punya celengan berisi koin punya anaknya di rumah.
Yah, seminggu yang lalu saya memang berinisiatif untuk mengedarkan kaleng kecil bekas tempat sarung di kantor saya sebagai wadah untuk menampung koin-koin berbagai nominal sebagai bentuk dukungan untuk ibu Prita Mulyasari. Kaleng itu sudah terisi lebih dari ¾ bagian, hasil tabungan saya setiap kali saya ada uang koin kembalian. Biasanya kaleng itu saya buka setahun sekali atau sepenuhnya saja. Biasanya isinya lebih dari Rp. 100 ribu, tapi pernah juga hanya sekitar 90-an ribu.
Terus terang saya cukup tergugah dengan kasus ibu Prita ini. Ada sesuatu dalam diri saya yang rasanya terusik oleh kasus yang ibaratnya David vs Goliath ini. Sebenarnya agak terlambat sih karena inisiatif mengumpulkan koin sudah lama bergulir sebelum saya menyadarinya. Ketika riuh rendah acara puncak ulang tahun komunitas AngingMammiri baru saja berakhir, saya berinisiatif mengajak teman-teman blogger Makassar untuk ikut mendukung gerakan moral ini dan syukurlah teman-teman menyambut baik. Kami lalu menyebar di sekitar tempat tinggal dan tempat kerja kami untuk mengumpulkan koin sebanyak mungkin dan kemudian menyatukannya untuk dikirim ke posko koinkeadilan.com. Beritanya bisa dibaca di sini.
Bagi saya gerakan ini penting, sangat penting malah. Intinya bukan pada berapa jumlah koin yang terkumpul, atau seberapa besar sensasi yang ditimbulkan, tapi intinya adalah pada seberapa besar kita peduli pada sebuah ketidakadilan yang sedang terjadi. Kasus ibu Prita melawan RS.Omni International ini adalah preseden buruk tentang wajah keadilan di negeri kita. Bagaimana mungkin seorang ibu rumah tangga yang jadi korban buruknya pelayanan rumah sakit yang kemudian berkeluh kesah tentang kesusahannya malah kemudian berakhir sebagai korban.
Dalam acara puncak ulang tahun AngingMammiri tanggal 6 Desember kemarin, Paman Tyo-salah seorang pendiri dagdigdug.com- bilang kalau gerakan ini adalah gerakan melawan kriminalisasi atas kebebasan berpendapat. Saya setuju itu. Saat kebebasan berpendapat dikekang dan dilemahkan, kita hanya akan kembali ke masa lalu, masa di mana semuanya diatur sedemikian rupa lengkap dengan berbagai dugaan dan tuduhan yang hanya jadi milik penguasa. Semua memang terlihat rapih dan tenang di permukaan meski sebenarnya banyak hak dasar sebagai manusia yang dilanggar. Sungguh sebuah masa yang tidak ingin kita ulang lagi, bukan ?
Di sisi lain kisah ibu Prita ini membuat kita makin sadar kalau wajah peradilan di negeri kita memang sedang buruk. Kasus ini sekalian melengkapi kasus-kasus lain yang juga mengusik rasa ketidakdilan kita. Di negeri ini, sebuah kasus pencurian 3 biji kakao, atau sebiji pepaya akan dengan cepat diproses, diajukan ke pengadilan dan pelakunya segera dihukum. Tapi lihat apa yang terjadi pada koruptor yang berhasil menghilangkan milyaran bahkan mungkin triliunan rupiah milik negara, milik rakyat. Sebagian dari mereka bebas melenggang tanpa tersentuh hukum, sebagian lainnya ada yang seakan-akan sudah tersentuh hukum tapi sebenarnya bisa bebas keluar masuk bui untuk menikmati hidup seperti sedia kala. Parahnya lagi, ada dari mereka yang dengan kekuatan besar bisa mengatur sebuah sistem yang bernama peradilan. Wow..sungguh luar biasa bukan ?
Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, inilah wajah negeri kita dengan segala carut marutnya. Hukum di sini benar-benar seperti sebuah sarang laba-laba. Sangat kuat untuk hewan-hewan kecil tapi sangat rapuh untuk hewan besar yang bisa dengan gampang merobeknya. Contohnya saya kira sudah terpampang jelas di paragrap sebelumnya.
Jujur, sebagai orang biasa saya hampir sangat tidak percaya dengan yang namanya institusi peradilan dan penegak hukum di negeri ini. Mulai dari Polisi, Jaksa sampai Hakim, semua seperti kekuatan absurd yang sama sekali tak bisa saya percayai dan saya rasa saya punya banyak alasan untuk tidak percaya.
Polisi, ah…berapa banyak orang di negeri ini yang percaya penuh pada polisi tanpa harus melibatkan yang namanya kekuasaan, kekuatan dan uang ? Berapa banyak dari kita yang tidak percaya kalau semua kasus hukum bisa dibicarakan dengan cara yang bijaksana dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Saya rasa sudah bukan rahasia lagi kalau banyak kasus yang bisa dibereskan sebelum jadi terlalu jauh. Saya punya banyak teman dan kenalan polisi, saya juga punya banyak teman dan kenalan pelanggar hukum, dari mereka saya sering mendengar tentang kasus yang dengan gampangnya diputihkan hanya dengan menggunakan sesuatu bernama uang, atau mungkin yang bernama keuasaan.
Jaksa dan Hakim ? ouchh..sama saja. Saya punya teman seorang pengacara dan dia pernah bercerita bagaimana sebuah kasus bisa dimenangkannya tanpa bersusah payah dengan bantuan satu amplop coklat berisi uang, ya U.A.N.G,,,what else ? Ah, anda yang membaca postingan ini mungkin punya cerita yang lain soal kelakuan jaksa dan hakim yang tak beres.
Tentu saja masih ada di antara para aparat itu yang berhati putih bersih, lurus dan jujur. Saya juga kenal beberapa dari mereka, saya juga masih ingat betul beragam kisah dan mitos seputar kejujuran dan kelurusan almarhum Baharuddin Lopa. Tapi, mereka kalah jumlah. Mereka hanya seperti sebuah buih di lautan luas, mereka memang ada dan bisa dirasakan tapi mereka tetap hanya buih yang dengan gampangnya disapu gelombang dan akhirnya jadi tidak ada dan tidak terasa lagi.
Singkatnya, kita butuh lebih banyak koin untuk mengembalikan keadilan di negeri kita. Keadilan di negeri ini sedang direcehkan, kita butuh lebih banyak orang dan lebih banyak kesadaran untuk membuat keadilan itu jadi benar-benar terasa adil. Kerja berat memang, tapi tak ada yang tak mungkin bukan ? Harapan itu harus tetap kita jaga, jangan sampai kita putus asa. Tetaplah berharap keadilan akan ditegakkan di sini atau setidaknya keadilan akan jadi lebih baik dari yang sekarang.
Dan oh ya, kalau ada sesuatu yang buruk yang terjadi pada saya karena postingan ini, kalian tahu apa yang harus kalian lakukan bukan ? Tolong kumpulkan koin untuk saya…:)