Di Balik Layar Blogilicious Makassar

 

Suasana Blogilicious Makassar ( foto by; Denun.net )

Kami boleh dibilang sukses menggelar acara blogilicious di Makassar pada tanggal 21-22 Mei 2011. Tapi kalau mau jujur, saya belum puas. Masih ada beberapa kekurangan dalam penyelenggaraan acara, pun acara ini punya banyak cerita di balik layarnya.

Sabtu pagi, jarum jam sudah hampir menunjuk ke angka 8:30 pagi. Gedung PKP UNHAS mulai ramai, beberapa volunteer sudah bersiap di meja registrasi, beberapa panitia lainnya sudah berada di dalam ruangan, bahkan beberapa peserta sudah duduk manis di dalam ruangan. Sayangnya, backdrop belum terpasang.

Saya panik. Rupanya memang panitia cowok belum ada yang tiba di lokasi, hanya ada Iqko yang sibuk dengan rundown acara. Saya tanya ke Dewi- salah satu panitia- apa dia punya teman cowok yang bisa saya mintai tolong memasang backdrop. Ternyata memang belum ada yang siap di lokasi. Beruntung gedung PKP punya beberapa orang office boy cowok, pada merekalah saya minta tolong untuk memasang backdrop, hanya beberapa menit sebeluma cara betul-betul dimulai.

Berkat bantuan mereka backdrop akhirnya bisa dipasang meski melalui jalan yang berat. Berbekal tangga panjang dua orang Office Boy PKP berhasil memasang backdrop di ketinggian kurang lebih 5 meter. Cukup menegangkan. Oke, backdrop akhirnya beres beberapa menit sebelum peserta mulai membanjir dan panitia pusat serta pembicara utama masuk ke lokasi acara. Saya menghela nafas lega.

Tapi saya belum tenang. Salah satu janji saya pada salah satu sponsor belum terpenuhi. Mereka minta tolong memasang umbul-umbul di lokasi acara dan sampai hampir jam 9 umbul-umbul belum terpasang, bahkan bambunya belum ada. Saya panik lagi. Urusan ini cukup krusial karena menyangkut kepercayaan sponsor pada kami, panitia lokal maupun panitia pusat.

Saya hampir saja meminta tolong pada teman-teman untuk mencari tukang bambu sekitar kampus UNHAS ketika saya melihat salah satu sponsor lainnya sedang sibuk memasang umbul-umbul. Saya melesat ke depan, bernegosiasi dengan seorang lelaki muda yang sedang memasang umbul-umbul. 15 menit kemudian deal tercapai, mereka bersedia membeli bambu sekaligus memasang 10 umbul-umbul dengan harga yang sesuai. Saya menghela nafas lega lagi, akhirnya urusan yang mengganjal dari kemarin itu selesai juga. Saya bisa konsentrasi pada tugas berikutnya sebagai moderator selama dua hari penuh.

 

Ketika menjadi moderator (foto by:Denun.net)

Dua drama di atas hanyalah sebagian kecil dari ragam drama yang terjadi selama penyelenggaraan acara selama dua hari tersebut. Sehari sebelumnya saya sudah cukup drop sampai titik terendah ketika seharian penuh harus bolak-balik ke bandara menjemput panitia pusat dan pembicara sekaligus mengurus kiriman logistik acara dari Surabaya.

Urusan logistik ini lumayan menguras emosi juga. Karena sistim pergudangan yang kacau, barang yang sudah dikirim dari Surabaya hari Rabu baru bisa kami ambil hari Jumat. Kami sempat panik juga karena barang dalam kargo tersebut adalah barang utama yang mendukung acara karena berisi spanduk, backdrop dan sertifikat. Hari Jumat atau sehari sebelum acara benar-benar menguras energi, fisik maupun mental. Saya berangkat dari rumah sekitar jam 9 dan terus bolak-balik bandara 3 kali sampai jam 1 malam.

Masalahnya tidak banyak anak Anging Mammiri yang bisa menyetir, memang ada Herman tapi dia juga tertahan di pekerjaannya sehingga baru bisa menggantikan saya waktu menjemput kloter terakhir sekitar jam 12 malam.

Kalau mau mundur ke belakang lagi, acara ini juga sempat menimbulkan sedikit ketegangan dalam internal Anging Mammiri. Keletihan fisik dan mental selepas acara launching Firefox 4 kemarin membuat gesekan kecil dengan segera membara dan menyulut emosi. Sempat ada jeda beberapa waktu yang membuat suasana jadi kurang kondusif. Beruntung karena perlahan kami bisa melewatinya. Tidak percuma kami sudah bersama-sama dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga bara kecil seperti itu tidak lantas menjadi api yang membesar meski panasnya cukup terasa.

Belakangan saya baru sadar kalau salah satu kesalahan terbesar saya adalah karena saya masih terlalu segan kepada teman-teman panitia yang lainnya sehingga kurang memberi tanggung jawab pada mereka. Alur persiapan semua bermuara pada saya dan kerannya mampet sampai di situ, alur tanggung jawab tidak terdistribusikan dengan baik kepada teman-teman panitia yang lain. Akibatnya teman-teman juga bingung harus kerja apa dan ketika ada masalah semua kemudian bertanya kepada saya. Inilah yang kemudian membuat saya merasa lebih tertekan dan kemudian jadi lebih gampang tersulut emosinya.

Saya akui saya salah pada bagian itu, saya masih terlalu segan menimpakan tanggung jawab pada teman-teman yang lain. Acara ini tidak bersifat komersil untuk kami, lebih kepada pengabdian pada komunitas. Alasan itulah yang membuat saya tidak tega mendistribusikan tanggung jawab itu pada teman-teman yang lain.

Pada acara syukuran selepas acara saya baru menyadarinya. Saya baru sadar kalau saya terlalu under estimate pada pengabdian mereka. Saya terlalu tidak enak untuk memberi mereka pekerjaan dan tanggung jawab padahal mereka sendiri begitu antusias untuk ikut dilibatkan. Ini sebuah catatan penting yang harus saya ingat dalam pelaksanaan acara berikutnya. Tidak semua interaksi itu dihitung dengan materi, karena ada sesuatu yang lebih besar yang justru bisa lebih mengeratkan ikatan dalam sebuah organisasi.

Alhamdulillah, rangkaian acara selama dua hari akhirnya berhasil kami gelar juga meski tentu saja dengan beberapa catatan kecil. Setidaknya, saya belajar satu hal. Belajar mempercayai teman-teman lain di Anging Mammiri, belajar menghargai kesetiaan dan loyalitas mereka.

Sampai ketemu di acara Anging Mammiri lainnya.

 

Ditinggal sendirian di panggung ( foto by: Rizved and Team )